Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Kembalikan susu ibu kami

Kampanye pemerintah dalam upaya menggalakkan penggunaan air susu ibu ke 11 kota besar di indonesia melalui penerangan para dokter anak dan mas media. sementara itu iklan susu tetap mengalir terus.(ksh)

22 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun puluh yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan." Entah mengapa para ibu sekarang ini sudah ramai meninggalkan kebiasaan yang dianjurkan Al Qur'an (surat Al Bayarah ayat 233) ini. Karena godaan iklan susu buatan? Atau takut tubuh jadi tak menarik. Yang jelas penggantian air susu ibu dengan susu buatan kini mencemaskan para dokter. Ahli penyakit anak-anal terutama. Dokter Samsudin, sekarang Ketua Umum IDI Pusat dan Jon E. Rohdc (staf Rockefeller Foundation yang diperbantukan di Universitas Gajah Mada) yang melakukan penelitian tahun 1973 dan 1974 telah menemukan "kecenderungan penurunan kebiasaan menyusui bayi di negeri ini." Sebelumnya Dr. Melly Tan dkk dari LEKNAS yang melaksanakan penelitian di 5 daerah pedesaan pada 1969 mencatat prosentase penyapihan bayi usia kurang dari 1 tahun hanya 5%. Tapi pada penelitian yang dibuat Djumadias dkk dari Direktorat Gizi Depkes di 6 daerah pedesaan tahun 1973, angka itu melambung 16%. Penyapihan yang terlalu awal, apalagi samasekali tidak memberikan air susu ibu, dianggap sebagai sikap yang blsa mengganggu pertumbuhan anak. Karena kekurangan gizi. Itulah makanya dalam rangka Tahun nternasional Anak-anak yang jatuh tahun 1979 ini, pemerintah mengkampanyekan penggalakan penggunaan air susu ibu. Departemen Kesehatan dan Departemen Penerangan memainkan peranannya dengan bantuan para dokter-anak. Karena kecenderungan memisahkan bayi dari susu ibu terutama berlangsung di kota-kota dan kampung sekitar kita, kampanye diarahkan ke 11 kota Medan, Padang, Jakarta, Bandung, S-marang, Yogyakarta, Surabaya, Ujungpandang, Palembang, Pontianak dan Banjarmasin. Kota dijadikan pelopor. Sebab "jika ibu-ibu terpelajar di kota sudah ber-ASI, ini akan ditiru ibu-ibu muda di desa," kata dr Moenginah Parmono Achmad, ahli penyakit anak di "gyakarta yang ikut membantu kampanye di kotanya. Di Jakarta, Kepala Bagian Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dr W.A.F.J. Tumbelaka sejak awal September muncul di layar TVRI dalam sebuah iklan yang menganjurkan para ibu untuk menggunakari air susu mereka. "Bagaimana pun air susu ibu tetap yang terbaik," katanya lewat layar. Sementara poster disebarkan ke mana-mana. Koran termasuk yang dibujuk untuk ikut kamp'anye dengan memasang iklan "kembali ke air susu ibu." Terlalu encer. Itulah yang terutama mencemaskan mereka yang menggnakan susu botol. Pengenceran ini bisa saja terjadi karena kurang mengerti atau sikap mau menghemat. Di Yogyakarta pernah dilakukan penelitian mengenai cara mencampur susu buatan ini. Dari 53 sampel susu botol yang siap diberikan (30 dari daerah perkotaan dan 23 dari pedesaan) sepertiga menunjukkan pengenceran di bawah 50%, tapi seperempatnya menunjukkan pengenceran 80-100%. Belum lagidibicarakan soal kuman yang hinggap. Penelitian Yogyakarta menunjukkan 78% sampel mengandung kuman yang tinggi (lebih dari 100.000/ml). Kemungkinan kekurangan gizi karena salah campur itu tentu mengakibatkan daya tahan yang rendah. Menurut catatan, frekwensi infeksi bakteriil pada mereka 4 kali lebih banyak dibandingkan bayi yang menyedot air susu ibunya. Daam kasus infeksi karena jamur malahan sampai 6 kali lipat. Gigi mereka juga gampang rusak. Penyakit diare yang membunuh 600.000 dari 5 juta bayi saban tahun di negeri ini menurut dokter ahli kesehatan anak "sebenarnya bisa dicegah dengan pemberian air susu ibu.' Selain mudah memberikannya, ASI mengandung zat-zat yang sangat berguna untuk melindungi bayi terhadap serangan berbagai penyakit infeksi: kekebalan yang tak bisa diberikan susu buatan. "Saya orang kimia dan bisa membuat susu yang sama seperti susu ibu. Tapi Tuhan tetap mempunyai rahasia-rahasia," tutur Mohamad Saleh, manajer PT Sari Husada, produsen SGM dari Yogyakarta. Kampanye penggunaan ASI ini tidak dianggap sebagai ancaman bagi produsen susu buatan. Sebab sebagaimana dikatakan dr Tumbelaka sendiri, ASI saja tidak cukup untuk menumbuhkan seorang anak yang sehat. Setelah berusia 6 bulan ia membutuhkan makanan tambahan. Nah, masa membutuhkan makanan tambahan inilah yang akan dimanfaatkan oleh para penghasil susu buatan. "Susu buatan yang ada sebagai makanan tambahan sebenarnya sudah baik. Tapi bagi para orang tua yang kurang mampu, baik pula kalau tersedia susu buatan yang lebih murah," katanya. Selain untuk makanan tambahan bayi, susu buatan tentu juga sangat bermanfaat untuk para bayi yang ibunya sedang sakit atau, meninggal. Juga untuk ibu-ibu yang air susunya tak bisa mengalir. Tumbelaka sendiri tidak sampai berusia 6 bulan anaknya yang pertama sudah harus dibantu dengan susu buatan. Soalnya begitu melahirkan untuk pertama kali, Nyonya Tumbelaka membawa anak kembar. Untuk meladeni si kembar tentu saja produksi air susu sang Nyonya tak cukup. Waktu mereka menyusui juga digilir. Daya Tarik Sayang, di tengah kampanye yang nampaknya bakal gencar, iklan susu buatan mengalir terus lewat saluran kampanye yang sama, yaitu TVRI dan media cetak. Promosi kaum produsen yang terlanjur dibiarkan lewat Puskesmas, seperti memberikan susu gratis selama sebulan bagi ibu yang baru melahirkan, sekarang terasa sebagai penghalang. Namun panitia kampanye yang dipimpin dr R. Soebekti MPH, Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Depkes, tak habis akal. Di antara semboyan yang dilontarkan antara lain terdapat semacam jaminan bahwa menyusukan akan menghindari kanker payudara. "Observasi terhadap ibu yang menyusui membenarkan kata-kata tersebut. Ini bisa dihubungkan dengan anggapan, kalau anggota tubuh digunakan sesuai dengan fungsinya tentu akan mengurangi kemungkinan timbulnya penyakit," kata Tumbelaka. Terhadap mereka yang cemas kalaukalau daya tariknya luntur lantaran menyusui, Tumbelaka menyangkal. Katanya, kalau dirawat sesuai dengan petunjuk yang diberikan bidan atau dokter, tak ada alasan untuk takut. "Kalau umur memang sudah tambah tentu saja akan terjadi perobahan, tak perduli menyusui atau tidak." Ini kata Nyonya Wiwied Irawan yang kelihatan tetap manis walaupun sedang menetekkan puteranya yang kedua, berusia 4 bulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus