30 kilometer arah utara Kota Karawang, ada desa terpencil:
Tambaksumur. Meski para petani di sana kebanyakan buta huruf,
itu tak berarti mudah dikibuli. Sampai pekan lalu bahkan
tersebar semacam kegelisahan di sana. Sejumlah petani, yang
mengaku anggota HKTI, tak berani pulang ke desa mereka.
Mereka merasa mendapat ancaman lurah M.R. Rosmala. Karena mereka
dituduh berusaha "menggulingkan kedudukan pak lurah dan main
politik". Malam hari desa itu sepi, sementara beberapa petugas
desa tampak berjagajaga. Suasana seperti itu sebenarnya mulai
terasa sejak bulan Puasa lalu.
Apa yang dituduhkan sebagai "main politik itu" ternyata hli
sejumlah petani, dipelopori oleh Ojo Kusmayadi 37 tahun,
melaporkan ketidak-beresan di desanya ke lembaga yang lebih
tinggi: camat, bupati, bahkan ke kotakpos 999 Jakarta yang
dikenal sebagai alamat pengaduan kepada Opstibpus.
Ketidak-beresan itu, misalnya urusan jual-beli tanah rakyat.
Bukan yang sekarang-sekarang saja, tapi juga sejak 1975 lampau.
Urusan 1975 itu, contohnya, pernbayaran jual-beli tanah Haji
Raolih dan Jamat untuk pembangunan SD Inpres--belum juga beres.
Kegelisahan itu pernah memuncak akhir tahun lalu ketika 22 warga
desa nempersoalkan pembebasan tanah bur pelebaran saluran
pembuang Kali Serani di Tambaksumur oleh Prosijat (Proyek
Irigasi Jatiluhur). Tak kurang 50 orang menerima ganti rugi,
yang seharusnya meliputi Rp 24 juta Cuma sayang yang mereka
terima hanya separonya.
Cerita aneh yang bersumber dari kalangan Pemda Kabupaten
Karawang yang juga beredar di sementara petani Tambaksumur --
amat sedikitnya jumlah ganti-rugi itu antara lain karena adanya
tanah yang mestinya hanya dimiliki seorang, tapi kabarnya
bersertifikat lebih dari seorang, hingga ganti ruginya pun tak
sebanyak yang diharap.
Dianiaya
Misalnya petani Erat yang tak punya tanah tapi menerima
ganti-rugi, karena mendadak dianggap sebagai pemilik kikitir
C-831 yang sebenarnya milik Kemin bin Rahmat. Begitu pula Saiman
yang "menggunakan" kikitir C-73 atas nama Taharim, sedang orang
ini tidak merasa menjual tanah miliknya seluas 1.000 meter itu.
Maka ke-22 petani itu pun mengadukan penyelewengan sang lurah.
Tapi aneh, Camat Batujaya, Ganjar Hotman, malah berkata: "Dalam
urusan ini, lurah Rosmala tidak bersalah. Biar dibayar sejuta,
Rosmala tak akan jatuh dari jabatannya". Itu kata Ganjar,
seperti dikisahkan para penduduk kepada TEMPO.
Lebih aneh lagi, Ojo Kusmayadi dkk yang awal September lalu
menghadiri halal bihalal HKTI Cabang Karawang juga dituduh
Rosmala untuk mendongkel lurah dengan cara mengadukannya kepada
HKTI. Urusan jadi tambah ruwet ketika Camat Batujaya memanggil
22 penduduk itu pertengahan September lalu.
Tepos O'om, 60 tahun, misalnya ketika memenuhi panggilan itu
bukan diperiksa melainkan dipukuli.
Itu semua bersumber dari para petani. Benar atau tidak, yang
jelas Sediyono SH sendiri, Kepala Kejaksaan Negeri Karawang
akhir pekan lalu sampai bilang: "Itu jelas penganiayaan. Dan itu
keterlaluan."
Yang juga aneh ialah laporan tertuli Camat Ganjar Hotman kepada
Bupati Karawang Tata Suwanta 13 September lalu. Dikatakannya,
"itu urusan politik untuk menggulingkan lurah". Tapi Komaruddin,
Ketua DPC HKTI Karawang berkomentar: "Kelihatannya rakyat hendak
dijadikan korned" ....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini