Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Kembar yang malang dari jambi kembar yang malang dari siam

Bayi kembar siam ny. yuliani-mahdi meninggal. akibat organ tubuhnya menyatu hingga sejak lahir kekurangan oksigen. dirawat di rscm, setelah mendapat izin rs tentara, jambi, bayi tersebut dikuburkan di semper.

9 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI bawah nomor registrasi 950726 ICU dan 950727 ICU, dua bayi perempuan yang berusia satu minggu itu dimakamkan di Semper, Jakarta. Dalam upacara sederhana Kamis pekan lalu itu, dikebumikan juga tujuh jenazah tak beridentitas hanya dihadiri oleh beberapa pegawai Pemda DKI. Tak ada kerabat melayat. Semper memang permakaman khusus bagi mereka yang dianggap tidak memiliki keluarga. Namun, sebaris nama, "bayi Ny. Yuliani 1 " dan "bayi Ny. Yuliani 2" menunjukkan bahwa kedua bayi itu sebenarnya mempunyai identitas, bahkan istimewa. Merekalah kembar siam dari Jambi, yang sepekan lalu menarik perhatian karena diberitakan oleh media massa. Dan atas permintaan orangtua mereka jualah -- disampaikan melalui RS Tentara Jambi, maka dua bayi itu segera dimakamkan di Jakarta. RS Cipto Mangunkusumo, lembaga yang terakhir menangani kembar siam itu, tak berani melanggar pesan tersebut. Maka, pilihan jatuh pada Semper, dan jawaban RS Tentara Jambi menunjukkan bahwa mereka tak keberatan. Itulah latar kisah, mengapa kedua bayi malang itu dikebumikan di Blok BV/Sub 40 petak 258 dan 259, Semper. Mereka lahir di RS Tentara, Jambi, 22 Juni 1988, sebagai kembar siam yang terpaut di bagian dada dan perut. Para dokter yang menolong persalinan menghubungi RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dengan harapan si kembar masih bisa dipisahkan. Jumat 24 Juni, kedua bayi yang dipercayakan pada rawatan seorang bidan itu diterbangkan ke Jakarta. Biaya ditanggung para dokter RS Tentara, Jambi -- orangtuanya, pasangan Yuliani dan Mardi, adalah warga tak mampu. Tiga hari penuh tim dokter RSCM yang dipimpin dokter ahli anak, Prof. Dr. Iskandar Wahidayat, berkutat melakukan observasi. Semua kemungkinan diperhitungkan untuk menolong si kembar. Namun, Senin awal pekan lalu, jam 17.10 WIB, kembar siam dari Jambi itu meninggal. Rupanya, tertutup kemungkinan bagi si kembar untuk dipisahkan. Dekat sebelum ajal, kesimpulan sudah bisa ditarik: terjadi penyatuan organ yang sangat kompleks di bagian dalam. Tepatnya, jantung mereka melekat sedemikian rupa, dan kondisinya parah. Menurut Prof. Iskandar, ilmu kedokteran di mana pun belum bisa menangani kembar siam semacam ini. Tak dapat tidak pertautan pada jantung mereka jauh lebih awat dari pertautan di otak pada kembar Yuliana-Yuliani, yang dipisahkan dengan sukses tahun lalu. Pemeriksaan berlangsung cukup sulit, karena kembar siam dengan berat 3,5 kilogram itu lahir terlampau cepat. Tubuh mereka kuning, menderita hyperbilirubinemia, kelainan darah yang memang sering diderita bayi prematur. Kendati tidak berbahaya, kelainan ini merepotkan, karena bayi-bayi itu harus ditempatkan pada kotak inkubator. Lemahnya kondisi mereka menyebabkan pemeriksaan dengan Computed Tomography Scanning (CT-Scan) -- untuk merinci penempelan jantung -- tak mungkin dilakukan. Si kembar tak akan bisa bertahan, karena pemeriksaan ini harus dilakukan pada suhu rendah serta memerlukan waktu sekitar 20 menit. Toh kondisi jantung itu akhirnya terungkap juga, setelah ahli jantung anak dr. Sudigdo Sastroasmoro melakukan pemeriksaan dengan echo cardiography. Dua jantung yang menyatu itu bisa dikatakan sebagai satu jantung. Mengapa? Pada jantung normal senantiasa terdapat dua bilik dan dua serambi, sedang pada jantung si kembar -- berdasarkan pemeriksaan dari luar -- masing-masing diperkirakan ada dua bilik jantung. Tapi malang, jantung-jantung itu hanya mempunyai satu serambi. Artinya, di bagian serambi, kedua jantung menyatu total, sementara di belahan bawah terpisah, walau tidak sempurna. "Ini kondisi kembar siam yang paling buruk yang pernah kami temukan di RSCM," ujar dr. Sudigdo. Akibatnya, aliran darah yang masuk dan keluar dari jantung kacau balau. Darah bersih, yang mengangkut oksigen untuk didistribusikan ke seluruh tubuh, bercampur dengan darah kotor, yang dipompa jantung ke alat-alat penyaring tubuh -- hati dan ginjal, misalnya. Malah sangat mungkin, darah kotorlah yang didistribusikan, hingga berakibat seluruh tubuh mengalami keracunan. Tanda-tandanya: tubuh si kembar membiru. Parahnya keadaan jantung membuat si kembar mengalami kekurangan oksigen sejak lahir. Begitu mereka tiba di RS Cipto Mangunkusumo alat bantu pernapasan (respirator) untuk menyuplai oksigen dipasangkan. Namun, kondisi si kembar terus memburuk. Selain jantung, paru-paru mereka juga tidak berfungsi dengan baik. Pemeriksaan menunjukkan, kandungan karbon dioksida (sisa pembakaran) dalam darah lebih besar daripada oksigen. Hal inilah yang terutama menyebabkan kematian. Pemisahan dilakukan sesudah si kembar meninggal. Kemudian, setelah diizinkan RS Tentara Jambi dan kedua orangtua bayi, ahli patologi anatomi Prof. Sudarto Pringgoutomo memimpin autopsi. Hasilnya menunjukkan bahwa keadaan jantung si kembar lebih parah dari yang semula diduga. Ternyata, hanya ada tiga bilik jantung salah satu jantung hanya memiliki satu bilik dan satu serambi. Pada jantung yang cacat berat ini, terjadi pula penyatuan pembuluh utama jantung (arteri). Maka, lengkaplah kemalangan si kembar. Seluruh aliran darah yang bersih dan kotor tercampur-aduk, tak seorang dokter mampu mengatasinya. Jim Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus