JUHROH tak kuasa menahan sakitnya. Seperti ada yang mendesak keluar. sementara perutnya mulas bukan main. Tapi siapa menyangka ibu berusia 46 tahun itu "hamil". Dokter puskesmas Kecamatan Legok, Tangerang, menduga bahwa ada tumor dalam kandungan. Karena itu, Juhroh, penduduk Dcsa Cirarab itu, dikirim ke RSU Tangerang untuk menjalani operasi pengangkatan tumor. Juhroh dan suaminya Anwar, pensiunan kopral, ragu-ragu. Tapi, "Alhamdullilah, tetangga-tetangga membantu, dan biaya bisa ditanggung ramai-ramai," ujar Anwar Juhroh pun diangkut ke Tangerang. Di RSU Tangerang, dr. Iyan S. Wiraatmadja kepala Unit Kebidanan rumah sakit itu tak menunggu lama. Dengan bantuan dokter ahli kandungan dari RS Cipto Mangunkusumo, dr. Irwin C. Zamil, dilakukan pembedahan Kamis pekan lalu. Dan? Yang ditemukan di perut Juhroh bukan tumor, tapi janin yang sudah mengapur. Juhroh tak sempat melihat bagaimana rupa anaknya yang tak bisa tumbuh dan lahir secara normal itu. Namun, menurut seorang bidan yang membantu operasi, janin itu berambut, sementara tubuhnya terbalut kapur. Apakah lunak? "Tidak, malah keras, kok," jawab bidan yang tak mau namanya disebutkan. Atas permintaan dokter, janin berbalut kapur dari perut Juhroh itu diawetkan. Kini janin itu disimpan di Bagian Pendidikan dan Latihan RSU Tangerang. Juhror dan Anwar belakangan ingat, 13 tahun lalu, yaitu tahun 1975, Juhroh memang pernah hamil. Ketika usia kandungan, menurut perhitungan suami-istri itu sudah meapai 9 bulan, Juhroh mengalami pendarahan. "Pendarahan itu terus-menerus, sampai dua bulan lamanya," tutur Anwar. Tidak salah, Juhroh mengalami keguguran. Tapi pasangan itu merasa aneh, Janin dalam kandungan Juhroh raib. "Kami sendiri pasrah," ujar Anwar, yang kini sudah berusia 60 tahun. "Karena kami sebelumnya pernah kehilangan anak." Memang Juhroh yang sudah mempunyai seorang anak laki-laki -- Juhri, kini berumur 24 tahun -- tahun 1966 kembali melahirkan seorang anak laki-laki. Namun, anak itu meninggal pada usia 7 tahun, setahun sebelum Juhroh hamil lagi pada tahun 1975. "Ini memang kasus jarang," ujar dr. Willy Ranti, Direktur RSU Tangerang, "tapi tidak tergolong aneh bagi dunia medis." Pada catatan RS Cipto Mangukusumo saja, sejak tahun 1967, ada 15 kasus semacam ini. Pangkalnya, menurut Ranti, janin yang terbentuk sesudah pembuahan terjadi tidak bisa ditransfer ke rahim dan tertahan pada saluran indung telur. Ketika janin membesar, saluran itu pecah. Janin kemudian keluar dan menggantung dekat usus, tempat terdapat banyak pembuluh darah. Karena mendapat makanan dari pembuluh-pembuluh darah itu, janin kadang-kadang bisa bertahan, tumbuh dan terbentuk. Bahkan hampir sempurna. Namun, karena berada di luar kandungan, janin tak bisa keluar, dan akhirnya mati. Kok tidak membusuk dan meracuni sang ibu? "Keadaan perut ibu steril, karena itu tak ada bakteri pembusuk," kata Ranti menjelaskan. Tapi bagaimana mungkin tak sampai mengganggu? "Kadang-kadang karena ibunya sehat dan kuat, janin di dalam perut itu tak sampai mengundang keluhan," ujar Ranti. "Di samping itu, tubuh janin biasanya menciut sesudah meninggal, dan terbalut kapur hingga menjadi seperti mumi." Ahli kandungan RS Hasan Sadikin, Bandung, dr. Sofyan Sjahid, membenarkan pendapat Ranti. Kasus Juhroh memang tidak terlalu aneh. "Dalam ilmu kedokteran kasus ini disebut kehamilan ectopic terganggu," kata ahli itu. Sementara itu, pengapuran yang terjadi akibat terlalu lama mendekam dalam perut ibu disebut lithopedion. Menurut Sofyan, kalau tidak sampai ketahuan dan tidak pula menimbulkan keluhan, janin yang mengapur itu bisa terkubur sampai 20-30 tahun dalam perut ibu. Jenny Ratna Suminar, Sigit Haryoto (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini