Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Ketika Ayan Mengganggu Jantung

Mutasi gen menjadikan epilepsi penyakit berbahaya. Mengakibatkan gangguan irama jantung yang mempercepat kematian.

6 Desember 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Badan Kesehatan Dunia (WHO) punya pernyataan menarik tentang epilepsi. ”Sepertinya tidak ada satu pun kondisi medis di dunia ini yang secara universal diabaikan, akibat kombinasi antara stigma sosial, anggapan sebagai penyakit yang ’tidak mematikan’, dan kurangnya pemahaman”. Memang, epilepsi atau ayan, yang dikenal sebagai serangan saraf yang menyebabkan kejang kejang pada 1 2 persen populasi dunia ini, selama ini tidak dikenal sebagai kondisi mematikan, tapi ”hanya” memalukan.

Seperti yang dialami Rahayu Sukani, 25 tahun, yang mengidap ayan sejak kecil. Saat penyakit itu datang adalah masa yang menyakitkan sekaligus memalukan. Kejadian tak enak pernah muncul ketika Yayuk, demikian perempuan berkulit bak duku palembang itu, pertama kali berkencan. ”Tiba tiba tubuhku kejang dan hilang kesadaran sebentar,” katanya mengenang. Sejak itulah lajang warga Cisitu, Bandung, ini tak berani berpacaran.

Kini ada ancaman yang lebih mengerikan ketimbang sekadar malu. Beberapa penelitian terbaru tentang ayan menyebutkan ada penyebab yang baru ditemukan, yaitu mutasi genetis yang memunculkan jenis ayan yang mematikan. Pengidapnya bisa tiba tiba meninggal ketika tidur. Menurut data terbaru Epilepsy Australia, misalnya, ada 150 remaja dengan epilepsi meninggal setiap tahun, tanpa bisa dijelaskan penyebabnya oleh dokter di sana.

Karena suatu hal, gen memang dapat mengalami mutasi sehingga informasi genetika yang terkandung dalam kromosom akan menghasilkan protein yang fungsinya abnormal. ”Epilepsi yang disebabkan mutasi genetis terjadi bila ada gangguan kanal atau saluran ion di otak,” tutur dokter spesialis saraf Rumah Sakit Siloam Karawaci, Banten, Vivien Puspitasari, pekan lalu.

Kanal ion di otak ada berbagai ma­cam: kanal ion natrium, potasium, dan klorida. Kanal kanal ini berfungsi menyalurkan ion masuk atau keluar sel saraf sehingga terjadi aliran ion. Aliran ion ini berfungsi menghantarkan sinyal antarsel saraf. Nah, tergantung gen yang mengalami mutasi, gejala yang timbul pun bervariasi. Mutasi gen, baik menurut Purboyo dokter Sub bagian Saraf Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung maupun Vivien, bisa disebabkan oleh obat obatan atau asupan makanan.

Mutasi gen yang dianggap berbahaya dan menyebabkan kematian adalah mutasi pada gen Kv1.1, penyalur ion potasium, yang berfungsi membantu mengatur sinyal listrik di dalam otak. Mutasi gen ini terkait erat dengan kejadian kejang secara tiba tiba, gerakan otot abnormal, dan gangguan koordinasi motorik.

Penderita epilepsi pada dasarnya memang berisiko tinggi mengalami denyut jantung tak menentu. Nah, bila sampai terjadi kematian mendadak, itu karena penyalur ion abnormal akibat mutasi genetis di dalam sel yang menjadi penyebab epilepsi juga mempengaruhi kerja jantung.

Hasil dari peneliti Australia dan Amerika Serikat yang dipublikasikan pada awal November lalu menjelaskan kaitan antara epilepsi mematikan dan mutasi sel yang mempengaruhi kerja jantung. Penelitian dari Australia yang dipublikasikan dalam jurnal Brain Pathology membuktikan mutasi genetis yang berkaitan dengan kelainan jantung fatal disebut sindrom long QT. Sindrom ini disebabkan oleh mutasi gen yang mempengaruhi kemampuan tubuh mengatur aktivitas listriknya. ”Ini informasi awal adanya kaitan genetis antara jantung dan otak,” tutur Chris Semsarian, pemimpin penelitian.

Sedangkan penemuan terbaru Dr Jeffrey Noebels dan Alicia Goldman, dari Department of Neurology Baylor College of Medicine Houston, Texas, Amerika Serikat, membuktikan hal senada. Dalam uji terhadap tikus yang mengalami mutasi gen KvLQT1, selain terjadi epilepsi, irama jantung binatang percobaan itu terganggu. Karena gen tersebut berfungsi mengkode kanal ion potasium di susunan saraf pusat, mutasi gen ini menyebabkan gangguan pada kanal ion potasium di otak sehingga memicu kelainan listrik di otak dan menimbulkan kejang.

Ternyata kanal ion potasium itu juga terdapat di sel sel otot jantung. Akibatnya, penderita mutasi gen ini selain menderita epilepsi, mengalami gangguan irama jantung (aritmia) sehingga bisa menimbulkan risiko kematian mendadak akibat irama jantung tidak teratur. ”Untuk itu, disarankan semua pasien epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui atau idiopatik diperiksa jantungnya dengan alat rekam jantung, elektrokardiogram dan screening gen,” kata Vivien.

Sedangkan pada anak anak, menurut Purboyo, ada mutasi gen SCN1A, gen yang berfungsi memproduksi protein yang mengatur fungsi kanal ion natrium di dalam otak. Mutasi gen ini akan menyebabkan gangguan pada fungsi kanal ion natrium dan memicu kejang. ”Ini biasanya ada pada epilepsi jenis berbahaya, namanya sindrom dravet,” katanya. Mutasi pada gen ini ditemukan pada 70 persen penderita epilepsi pada anak anak.

Sindrom dravet atau severe myoclonic epilepsy of infancy adalah kelainan­ perkembangan saraf yang progresif pada anak ditandai dengan kejang kejang yang sulit diatasi. Dari penga­laman dokter Vivien menangani pasien epilepsi, beberapa kasus datang ke ruang gawat darurat karena kejang kejang lama, pasien tidak sadar dan mengalami hipoksia (simtom kekurangan oksigen). Bila pasien ditangani secara cepat, kematian dapat dicegah. Caranya dengan memberikan oksigen, obat antikejang, dan menangani infeksi yang timbul akibat komplikasi yang terjadi. Disarankan, pasien dirawat di ruang intensif sampai kejangnya teratasi.

Epilepsi memang belum ada obatnya, sehingga belum bisa disembuhkan total, hanya dikendalikan. Data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, menunjukkan bahwa 4 dari 1.000 orang Indonesia mengidap epilepsi. Menurut Vivien, epilepsi adalah suatu kondisi terjadi kejang berulang akibat gangguan listrik pada otak. Kejang dapat berupa kaku atau gerakan menyentak pada tangan atau kaki, mata mendelik, lidah tergigit, perubahan perilaku, atau hilangnya kesadaran sesaat.

Epilepsi, seperti menurut WHO, juga merupakan kondisi medis yang tidak terlalu mendapat perhatian dan penelitiannya masih sedikit tidak seperti kanker, HIV, diabetes, dan penyakit jantung. Namun, agar bisa mendapat penanganan yang baik, tidak perlu malu kalau mengidap ayan, karena penderita­nya, termasuk Rahayu, tidak sendirian.

Ahmad Taufik, Anwar Siswadi (Bandung)


Tiga jenis epilepsi yang berbahaya:

  • Asimptomatik: jelas terlihat ada kejangnya tapi ketika diperiksa EEG dan CT scan tidak ada kelainan. Epilepsi ini berpeluang bisa disembuhkan dengan pengobatan. Dokter akan menghentikan pemakaian obat setelah kejang-kejang sama sekali tidak timbul selama waktu dua tahun sejak obat diminum.
  • Kriptogenik: disebabkan oleh kelainan genetik. Sampai saat ini masih ditelusuri bentuknya seperti apa saja.
  • Simptomatik: bisa dipastikan dengan pemeriksaan EEG dan CT scan untuk membuktikan adanya kelainan anatomis. Jenis epilepsi ini tergolong berat, dengan kejang-kejang yang sulit ditaklukkan.

    Ayan yang Mematikan

    1.Mutasi pada gen Kv1.1, penyalur ion potasium, yang berfungsi membantu mengatur sinyal listrik di dalam otak.

    2.Gen yang mengalami mutasi mengakibatkan informasi genetika yang terkandung dalam kromosom menghasilkan protein yang fungsinya abnormal.

    3.Penderita epilepsi berisiko tinggi mengalami denyut jantung tak menentu.

    4.Mutasi gen KV 1.1 QT1, selain menyebabkan epilepsi, mengalami gangguan irama jantung.

    Tentang Ayan

  • Epilepsi terjadi bila tubuh menerima stimulus yang kemudian disalurkan ke otak. Rangsangan bisa lewat mata, suara, tergantung jenis epilepsinya. 
  • Epilepsi dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa.
  • Epilepsi pada anak umumnya disebabkan kelainan gen akibat mutasi pada gen.
  • Ada 40 jenis sindrom epilepsi pada anak, dan 7-8 pada orang dewasa.

    Tip Menghadapi Kejang Epilepsi:

  • Bersikap tenang, kepanikan tidak akan membantu mengatasi kejang.
  • Jauhkan dari benda yang membahayakan.
  • Baringkan penderita dalam posisi miring.
  • Jangan memasukkan benda apa pun ke dalam mulut penderita.
  • Jangan mencoba menahan tangan/kaki yang sedang kejang.
  • Bila kejang berlangsung lima menit, segera bawa ke fasilitas kesehatan terdekat (umumnya kejang pada penyandang epilepsi berlangsung singkat, kurang dari lima menit).
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus