TUBUHNYA gempal. Usianya sekitar 50 tahun. Tapi selera makannya
tetap muda. Apalagi pada malam itu dia berada di sebuah ruangan
pesta sebuah hotel untuk merayakan ulang tahun perusahaan
koleganya. Steak dan es krim tak bersisa di piringnya.
Dia merogoh kantung celananya. Orang di sebelahnya mengira dia
mau mengeluarkan saputangan untuk menyeka mulutnya yang
berminyak. Ternyata tangannya menjepit sebuah kapsul kecil.
"Untuk menetralisir kolesterol. Dengan Astromid anda boleh makan
apa saja. Serangan jantung pokoknya beres," katanya kepada teman
di sebelahnya seraya menahan tahak.
Sudah bertahun-tahun manajer kita ini tergantung pada clofibrate
merk Astromid-S. Dengan obat itu dia merasa sip betul dan tak
perlu berpantang makan. Tapi sekarang dia barangkali terperanjat
ketika membaca laporan para sarjana mengenai obat mujarab yang
dia andalkan itu.
Penelitian selama 10 tahun yang diselenggarakan World Health
Organization (badan kesehatan dari PBB) menemukan 25% dari
mereka yang meminum obat itu secara teratur mati karena berbagai
macam penyakit. Mulai dari gangguan pernapasan, pecah pembuluh
darah otak sampai kanker. Dan yang ironis obat pencegah
serangan jantung itu menurut WHO justru mengakibatkan serangan
jantung.
WHO agaknya tertarik untuk meneliti obat itu setelah masuknya
laporan dari berbagai negara pada awal 1970 mengenai efek
sampingnya. Para dokter melaporkan tentang nyeri otot seperti
baru terserang flu. Jantung membesar dan iramanya kacau setelah
pasien meminum obat itu.
Kecurigaan bertambah besar terhadap faedahnya clofibrate setelah
selesainya penelitian yang dilaksanakan Coronary Drug Project
(proyek penelitian obat jantung di Amerika Serikat) tahun 1975.
Proyek ini mencakup 8341 orang dalam rangka penelitian apakah
obat yang menurunkan lemak dalam darah bisa mencegah serangan
jantung untuk kedua kalinya. Ternyata tidak. Penelitian itu
malahan mempertegas efek samping yang sudah dilaporkan banyak
dokter. Dipergoki pula 54% dari peminum clofibrate menderita
sakit kantung empedu.
"Ketika proyek penelitian berakhir kami tak pernah lagi punya
pikiran clofibrate sebagai obat mujarab," kata Dr. Robert Levy,
pimpinan proyek penelitian tadi. Padahal sekitar awal 1960-an,
setelah selesainya serangkaian percobaan binatang terhadap
clofibrate, dia sempat menyebutkan obat itu "sebagai jawaban
terhadap serangan jantung".
Penghancur Sel
Hasil penelitian terhadap clofibrate, terutama yang dilaksanakan
WHO, nampaknya akan membuat sedih para peneliti. Tapi di
samping itu mereka akan lebih bijaksana dalam memandang hubungan
antara lemak darah yang tinggi dengan serangan jantung.
Statistik memang menunjukkan adanya hubungan itu. Tapi
pembuktian yang memastikan kolesterol menyebabkan serangan
jantung toh belum ada.
Mungkin juga para sarjana dipaksa untuk memperbaharui pandangan
mereka mengenai lemak, sebagai akibat dari hasil penelitian
badan kesehatan dunia itu. "Peningkatan kadar lemak -- terutama
kolesterol dan trigliserid -- barangkali justru berguna untuk
orang-orang beranjak tua. Sebab penurunan kadar lemak dalam
darah yang tidak alamiah menyebabkan berbagai sebab kematian,"
tulis Robert Reinhold, pengamat masalah kedokteran dalam
tulisannya di koran The New York Times 14 Januari.
Kepala penelitian WHO untuk clofibrate, Dr. Michael Oliver
berpendapat bahwa kolesterol merupakan bagian yang integral
dari fungsi sel tubuh. "Sudah diketahui dengan menyingkirkannya
dalam jumlah yang kecil secara tetap selama bertahun-tahun
anda akan melemahkan daya tahan sel terhadap infeksi Atau
kemungkinan mempercepat sel-sel menjadi tua," ulas Oliver.
Tentang angka kematian yang tinggi oleh pengaruh Clofibrata itu
dia menduga: Mungkin obat itu telah menghancurkan sel-sel.
Mungkin juga turunnya kolesterol itu sendiri sesuatu yang tidak
sehat.
Apakah obat ini akan dilarang? Food and Drug Administration,
badan pengawasan makanan dan obat yang terkenal sangat keras
dari AS, belum memutuskan begitu. Belum terdengar apa sikap
badan itu setelah melakukan dengar pendapat, yang berlangsung
pertengahan bulan ini.
Pesertanya Orang Sehat
Sedangkan Jerman Barat sejak 1979 membatasi penggunaan
clofibrate hanya untuk mereka yang kadar lemaknya dalam darah
tak turun-turun juga dengan berbagai obat lain, termasuk diit.
Ini dilakukan dokter negara itu sebagai reaksi terhadap laporan
pendahuluan dari penelitian WHO tadi yang menyebutkan clofibrate
bisa menyebabkan kanker.
Pihak perusahaan farmasi ICI, sebagai penemu dan yang memasarkan
clofibrate dengan merk Astromid-S, tetap bertahan bahwa obat itu
manjur untuk penyakit jantung. "Percobaan di Stockholm, Swedia,
menunjukkan pasien-pasien yang diberi Astromid-S mengalami
penurunan jumlah serangan jantung yang nyata daripada pasien
yang dirawat dengan diit saja," kata seorang jurubicara
perusahaan itu di Jakarta.
Perusahaan ini juga menganggap metode penelitian WHO itu tidak
benar, "karena semua pesertanya orang sehat dengan serum
kolesterol dalam batas normal (rata-rata 247 mg%). Sedang
Astromid-S tidak direkomendasikan untuk orang demikian."
Di Indonesia sampai sekarang masih ada yang tergantung pada obat
ini untuk mencegah jantung, seraya makan seenaknya. Selain
Astromid-S, di sini clofibrate beredar pula dengan menggunakan
merek Arterol dan Clofipront. "Kami masih menggunakannya untuk
penderita kolesterol tinggi Tipe III. Yaitu mereka yang
kolesterolnya tak bisa diturunkan dengan obat lain dan diit,"
kata Barita Sitompul, dokter di Bagian Kardiologi, RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini