Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Mulai April, tanpa gaya

Para bintang film iklan memperoleh honor yang lumayan dari perusahaan iklan. penghapusan iklan di tvri berpengaruh juga pada sumber penghasilan mereka. tapi tak sampai mematikan mata pencarian.

31 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA tak pernah sakit ambeien. Karena itu ia juga tidak pernah menelan obat penyakit itu. Tapi teman-teman atau sebagian anak tetangganya sering bergurau memanggilnya dengan sebutan penyakit dubur itu. Dialah Maria Untu yang tampangnya hampir setiap malam muncul di layar TVRI mengiklankan obat wazir. "Saya juga tak tahu apakah obat itu memang manjur atau tidak," kata Maria, "yang pasti banyak orang percaya, bahwa saya benar-benar sakit ambeien." Ibu dari 4 orang anak itu memang sering juga muncul sebagai pemain sandiwara produksi Sanggar Prathivi, satu kelompok sandiwara keagamaan yang juga banyak membuat film-film iklan. Mungkin karena itu gayanya mengiklankan obat tadi, banyak meyakinkan penonton. Tapi Maria Untu, 34 tahun, yang berdarah Minahasa, mengaku iklan obat wazir itu adalah satu-satunya film iklan yang dibintanginya. "Kalau mengisi suara untuk iklan, sering juga," tambahnya. Karena itu menurut Maria, penghapusan iklan di TVRI mulai 1 April nanti, akan mempengaruhi juga asap dapurnya. Buktinya, kalau tahun-tahun silam pada Januari-Februari mulai banyak pesanan, tahun ini tidak ada sama sekali," ungkap Maria. Peniadaan iklan di TVRI malahan akan sangat mempengaruhi karir dan tentu juga penghasilan Frieda S., bintang iklan lain, juga dari Sanggar Prathivi. Buktinya akhir tahun lalu Frieda sudah nampang sebagai bintang untuk mengiklankan Bodrexin dalam versi Indonesia, untuk menggantikan versi bule yang selama ini sering muncul di TVRI "Meskipun honornya sudah saya terima sampai sekarang iklan itu tidak muncul --mungkin tak akan muncul sampai 1 April," tutur Frieda. Wanita berdarah campuran, Jawa, Minahasa dan Sangihe ini, juga banyak muncul dalam iklan obat semprotan serangga. Dalam film itu ia memerankan seorang ibu di rumah mewah yang tiba-tiba mendengar anaknya berteriak ketakutan karena muncul seekor kecoak. "Rumah saya sebenarnya sederhana saja di Duren Sawit," tambah ibu dari 2 orang anak itu. Dalam iklan Teh Botol Frieda berpakaian renang. "Sebenarnya saya tak mau mengambil peran itu," tuturnya lagi. Karena itu sebelumnya ia menyodorkan 4 orang model kepada sutradara. "Tapi ditolak semua dan peran itu tetap diberikan kepada saya," ungkapnya. Frieda yang juga menjadi koordinator model pada perusahaan iklan PT Kartika film mengaku sebenarnya enggan bermain sebagai model dalam film reklame. Namun ketika 1979 ia ditawari main dalam satu iklan obat di Hongkong ia terima juga. "Sambil jalan-jalan dan shopping, " katanya mengenangkan. Bintang-bintang film iklan umumnya tak mau menyebut berapa besar honor yang diterima mereka. Frieda juga menolak mengungkapkan. Yang penting, katanya, bidang periklanan adalah satu-satunya sumber dapur keluarganya -- Sebab suaminya juga bekerja pada bidang yang sama. Meskipun berwajah mulus, Marisha sering diejek teman-teman sekolahnya sebagai gadis berwajah jerawatan. Pelajar SMA VIII Bukit Duri (Jakarta Selatan kelas III IPA ini, memang banyak muncul di TVRI sedang mengiklankan obat jerawat. Seorang gadis ranum begitu murung karena wajahnya penuh coretan jerawat, mendadak cerah setelah dioles obat jerawat. Muncul pertama kali sebagai penghias sampul depan Majalah Kartini, iklan obat jerawat adalah penampilan Marisha pertama di depan kamera. Tak lama kemudian menyusul bertampang dalam, iklan film foto dan parfum. "Tahun 1979 banyak tawaran main film iklan tapi orang tua saya menolak, karena, saya dianggap masih terlalu kecil dan perannya tidak cocok" ungkap Marisha, 18 tahun. Ia mengaku selama ini memang sulit membagi waktu antara sekolah dan pembuatan film. Madonna Acne Lotion adalah film iklanya yang pertama. Sedangkan Kembang Semusim adalah film ceritanya yang pertama. Penghapusan iklan di TVRI baginya tidak berarti apa-apa, karena ia tidak pernah ingin menggantung cita-citanya sebagai bintang film iklan. Gadis yang suka melukis dan main piano ini ingin menjadi arsitek. Lain halnya dengan Tarida Budiati, Gadis usia 20 tahun yang biasa dipanggil "Ai" ini memulai karirnya karena kebetulan. Di tahun 1978 ia dipotret untuk mempromosikan salah satu produk shampo. Bayarannnya Rp 100 ribu. Waktu itu ia masih sekolah di SMA. Dua bulan kemudian dipotret lagi untuk promosi rokok. Bandrolnya naik. jadi Rp 150 ribu. Baru 1980 ia memasuki dunia film iklan, untuk mempromosikan odol yang menyebabkan napas harum berbunga-bunga. Bayarannya naik sampai Rp 250 ribu. Tapi ketika mempromosikan sejenis bedak, ia hanya kebagian Rp 100 ribu. Tari memang tak pernah pasang tarif. Menurut istilahnya, disesuaikan dengan maunya produser. Itu pun kemudian habis semua untuk mentraktir teman-teman dan saudara-saudaranya. Ia termasuk bintang film iklan yang dianggap berhasil. Pada 1979, pernah sebuah perusahaan film menawarinya untuk memainkan peran gadis pendiam untuk sebuah film cerita. Ia tolak. "Capek menjadi bintang film cerita," katanya. Salah satu yang menyenangkan di film iklan adalah karena Tari merasa jadi peran utama. Walaupun harus menanggung kejengkelan mendengar obrolan awak film yang biasanya berbau cabul, Tari merasa dunia itu tetap menyenangkan. Ia sendiri ikut terpengaruh oleh odol yang dipromosikannya, sehingga ia dan saudara-saudaranya memakai odol itu dengan setia sampai sekarang. Teman Tari dalam promosi odol adalah Robby. Seorang lelaki muda berusia 21 tahun yang sudah menjadi ayah dari 2 putra. Setelah sempat main jadi figuran dalam film Guruku Cantik Sekali, Robby langsung dapat tawaran main film iklan. Setelah film selesai dan berulang-ulang diputar di TVRI, ia sendiri merasa betapa janggalnya film itu. Masak sementara naik jet coaster begitu kencang, masih sempat mencium bau napas busuk yang keluar dari mulut rekannya (Tarida). "Mana mungkin, sedangkan menyalakan api untuk menyulut rokok saja tidak bisa," ujarnya. Tapi dengan bayaran Rp 200 ribu. Robby mengaku tidak bisa menolak adegan yang tak masuk akal itu. Padahal ia juga sadar bahwa itu berarti membodohi masyarakat. Robby sebenarnya lebih menginginkan jadi pemain film biasa. Dalam film iklan, katanya, pemain tak bisa berbuat banyak. Waktunya singkat dan tokohnya tidak bisa berkembiang. Dengan hapusnya iklan di TVRI, ia merasa tidak akan kehilangan banyak. karena baru satu film iklan yang dicobanya. "Tanpa muncul di iklan tv pun saya masih bisa hidup dengan baik," ujarnya. Lalu, apa alasannya main film iklan? "Promosi dan publikasi untuk diri saya sendiri," kata lelaki yang di film dikenal dengan nama Robbin Febrary ini. Seorang dara kelahiran Padang, Merry Silvia Mustaf, awalnya merasa kesal mendengar iklan tv akan raib. Alasannya, selain membuat ia kehilangan kerja yang menyenangkan -- ia termasuk bintang film iklan yang laris -- ia juga akan kehilangan penggemar anak-anak, yang merupakan pencinta iklan tv selama ini. Namun karena ia tidak terlalu menggantungkan diri pada film iklan, karena itu ia tidak merasa kehilangan mata pencarian. Seorang Koki Merry, putri Mustaf Munaf yang manis, dengan tinggi 170 sentimeter dan berat 64 kg merasa menjadi bintang iklan menyenangkan, karena imbalannya lumayan, sedangkan kerjanya tidak berapa berat. Namun sering juga ketanggor dengan kameraman yang cerewet atau salah ambil, sehingga kerja jadi melelahkan. Yang menyebalkan, kalau ketemu lelaki jahil. "Tapi kalau kita tidak genit lelaki pun tidak sanggup mengganggu," kata Merry sambil tersenyum. Ke mana-mana shooting ia selalu dikawal maminya. Ia tidak mau menyebutkan berapa honornya untuk setiap kontrak. Di Surabaya, Paimo alias Effendy Abdullah, pemain Srimulat yang biasa jadi drakula itu, juga main film iklan. Ia tidak segan-segan mengatakan honornya Rp 350 ribu untuk 3 tahun kontrak buat film iklan sebuah perusahaan kopi. Ia menyebut terus terang kerja itu amat menyenangkan. "Dukanya tak ada, yang ada hanya suka di kala terima honornya," katanya. Di Srimulat ada juga trio Bambang, Tarzan dan Sofia yang sering mencari makan di luar panggung, lewat film iklan. Untuk film iklan sebuah pabrik farmasi, mereka harus ke Malang. Kontraknya Rp 1 juta untuk masa 3 tahun. "Jumlah itu cukup murah untuk film iklan yang dimanfaatkan selama 3 tahun. Tapi karena perusahaan hanya akan memutar untuk Ja-Tim saja, harga itu kami sepakati," kata Bambang. Beberapa bulan setelah iklan itu selesai, mereka dikontrak lagi. Hasilnya lumayan. Tarzan sempat menabung untuk membeli rumah, karena ia tidak akan terus menerus tingal di asrama Srimulat sampai tua. "Sebenarnya perusahaan itu sudah akan menawarkan kerja lagi pada kami, tapi karena ada berita iklan tv akan dihapus, tentu saja niat itu batal, kata Tarzan. "Sebenarnya, tidak pernah terpikir saya akan menjadi bintang iklan," ucap Mustaryo, 36 tahun, ayah dari 2 orang anak hasil perkawinannya dengan wanita dari daerah Pemalang Ja-Teng. Ia mengisahkan, suatu ketika ada temannya menawari "apakah mau mendapat uang." "Saya balik bertanya dapat uang bagaimana." Ternyata ada perusahaan yang sedang mencari orang yang bisa dijadikan bintang iklan. "Maka saya bertanya, apakah saya mampu untuk itu?" kata Mustaryo. Tapi ketika perusahaan tersebut mengetesnya, "saya lulus setelah menyisihkan 9 peserta lainnya." Dalam iklan itu ia memerankan seorang koki yang menyuguhkan satu merk mentega. "Sampai sekarang orang-orang mengenal saya sebagai koki," katanya. Menurut Mustaryo penghapusan iklan di tv, tidak merugikan dia sebab ia masih mempunyai penghasilan yang lain. Ia dikenal juga sebagai perencana, dan pelaksana bangunan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus