IA tak pernah sakit ambeien. Karena itu ia juga tidak pernah
menelan obat penyakit itu. Tapi teman-teman atau sebagian anak
tetangganya sering bergurau memanggilnya dengan sebutan penyakit
dubur itu.
Dialah Maria Untu yang tampangnya hampir setiap malam muncul di
layar TVRI mengiklankan obat wazir. "Saya juga tak tahu apakah
obat itu memang manjur atau tidak," kata Maria, "yang pasti
banyak orang percaya, bahwa saya benar-benar sakit ambeien."
Ibu dari 4 orang anak itu memang sering juga muncul sebagai
pemain sandiwara produksi Sanggar Prathivi, satu kelompok
sandiwara keagamaan yang juga banyak membuat film-film iklan.
Mungkin karena itu gayanya mengiklankan obat tadi, banyak
meyakinkan penonton.
Tapi Maria Untu, 34 tahun, yang berdarah Minahasa, mengaku
iklan obat wazir itu adalah satu-satunya film iklan yang
dibintanginya. "Kalau mengisi suara untuk iklan, sering juga,"
tambahnya. Karena itu menurut Maria, penghapusan iklan di TVRI
mulai 1 April nanti, akan mempengaruhi juga asap dapurnya.
Buktinya, kalau tahun-tahun silam pada Januari-Februari mulai
banyak pesanan, tahun ini tidak ada sama sekali," ungkap Maria.
Peniadaan iklan di TVRI malahan akan sangat mempengaruhi karir
dan tentu juga penghasilan Frieda S., bintang iklan lain, juga
dari Sanggar Prathivi. Buktinya akhir tahun lalu Frieda sudah
nampang sebagai bintang untuk mengiklankan Bodrexin dalam versi
Indonesia, untuk menggantikan versi bule yang selama ini sering
muncul di TVRI
"Meskipun honornya sudah saya terima sampai sekarang iklan itu
tidak muncul --mungkin tak akan muncul sampai 1 April," tutur
Frieda.
Wanita berdarah campuran, Jawa, Minahasa dan Sangihe ini, juga
banyak muncul dalam iklan obat semprotan serangga. Dalam film
itu ia memerankan seorang ibu di rumah mewah yang tiba-tiba
mendengar anaknya berteriak ketakutan karena muncul seekor
kecoak. "Rumah saya sebenarnya sederhana saja di Duren Sawit,"
tambah ibu dari 2 orang anak itu.
Dalam iklan Teh Botol Frieda berpakaian renang. "Sebenarnya
saya tak mau mengambil peran itu," tuturnya lagi. Karena itu
sebelumnya ia menyodorkan 4 orang model kepada sutradara. "Tapi
ditolak semua dan peran itu tetap diberikan kepada saya,"
ungkapnya.
Frieda yang juga menjadi koordinator model pada perusahaan iklan
PT Kartika film mengaku sebenarnya enggan bermain sebagai
model dalam film reklame. Namun ketika 1979 ia ditawari main
dalam satu iklan obat di Hongkong ia terima juga. "Sambil
jalan-jalan dan shopping, " katanya mengenangkan.
Bintang-bintang film iklan umumnya tak mau menyebut berapa
besar honor yang diterima mereka. Frieda juga menolak
mengungkapkan. Yang penting, katanya, bidang periklanan adalah
satu-satunya sumber dapur keluarganya -- Sebab suaminya juga
bekerja pada bidang yang sama.
Meskipun berwajah mulus, Marisha sering diejek teman-teman
sekolahnya sebagai gadis berwajah jerawatan. Pelajar SMA VIII
Bukit Duri (Jakarta Selatan kelas III IPA ini, memang banyak
muncul di TVRI sedang mengiklankan obat jerawat. Seorang gadis
ranum begitu murung karena wajahnya penuh coretan jerawat,
mendadak cerah setelah dioles obat jerawat.
Muncul pertama kali sebagai penghias sampul depan Majalah
Kartini, iklan obat jerawat adalah penampilan Marisha pertama
di depan kamera. Tak lama kemudian menyusul bertampang dalam,
iklan film foto dan parfum. "Tahun 1979 banyak tawaran main
film iklan tapi orang tua saya menolak, karena, saya dianggap
masih terlalu kecil dan perannya tidak cocok" ungkap Marisha, 18
tahun.
Ia mengaku selama ini memang sulit membagi waktu antara sekolah
dan pembuatan film. Madonna Acne Lotion adalah film
iklanya yang pertama. Sedangkan Kembang Semusim adalah
film ceritanya yang pertama. Penghapusan iklan di TVRI baginya
tidak berarti apa-apa, karena ia tidak pernah ingin menggantung
cita-citanya sebagai bintang film iklan. Gadis yang suka
melukis dan main piano ini ingin menjadi arsitek.
Lain halnya dengan Tarida Budiati, Gadis usia 20 tahun yang
biasa dipanggil "Ai" ini memulai karirnya karena kebetulan. Di
tahun 1978 ia dipotret untuk mempromosikan salah satu produk
shampo. Bayarannnya Rp 100 ribu. Waktu itu ia masih sekolah di
SMA. Dua bulan kemudian dipotret lagi untuk promosi rokok.
Bandrolnya naik. jadi Rp 150 ribu. Baru 1980 ia memasuki dunia
film iklan, untuk mempromosikan odol yang menyebabkan napas
harum berbunga-bunga. Bayarannya naik sampai Rp 250 ribu. Tapi
ketika mempromosikan sejenis bedak, ia hanya kebagian Rp 100
ribu.
Tari memang tak pernah pasang tarif. Menurut istilahnya,
disesuaikan dengan maunya produser. Itu pun kemudian habis semua
untuk mentraktir teman-teman dan saudara-saudaranya. Ia termasuk
bintang film iklan yang dianggap berhasil. Pada 1979, pernah
sebuah perusahaan film menawarinya untuk memainkan peran gadis
pendiam untuk sebuah film cerita. Ia tolak. "Capek menjadi
bintang film cerita," katanya.
Salah satu yang menyenangkan di film iklan adalah karena Tari
merasa jadi peran utama. Walaupun harus menanggung kejengkelan
mendengar obrolan awak film yang biasanya berbau cabul, Tari
merasa dunia itu tetap menyenangkan. Ia sendiri ikut terpengaruh
oleh odol yang dipromosikannya, sehingga ia dan
saudara-saudaranya memakai odol itu dengan setia sampai
sekarang.
Teman Tari dalam promosi odol adalah Robby. Seorang lelaki muda
berusia 21 tahun yang sudah menjadi ayah dari 2 putra. Setelah
sempat main jadi figuran dalam film Guruku Cantik Sekali, Robby
langsung dapat tawaran main film iklan. Setelah film selesai dan
berulang-ulang diputar di TVRI, ia sendiri merasa betapa
janggalnya film itu. Masak sementara naik jet coaster begitu
kencang, masih sempat mencium bau napas busuk yang keluar dari
mulut rekannya (Tarida). "Mana mungkin, sedangkan menyalakan api
untuk menyulut rokok saja tidak bisa," ujarnya.
Tapi dengan bayaran Rp 200 ribu. Robby mengaku tidak bisa
menolak adegan yang tak masuk akal itu. Padahal ia juga sadar
bahwa itu berarti membodohi masyarakat. Robby sebenarnya lebih
menginginkan jadi pemain film biasa. Dalam film iklan, katanya,
pemain tak bisa berbuat banyak. Waktunya singkat dan tokohnya
tidak bisa berkembiang.
Dengan hapusnya iklan di TVRI, ia merasa tidak akan kehilangan
banyak. karena baru satu film iklan yang dicobanya. "Tanpa
muncul di iklan tv pun saya masih bisa hidup dengan baik,"
ujarnya. Lalu, apa alasannya main film iklan? "Promosi dan
publikasi untuk diri saya sendiri," kata lelaki yang di film
dikenal dengan nama Robbin Febrary ini.
Seorang dara kelahiran Padang, Merry Silvia Mustaf, awalnya
merasa kesal mendengar iklan tv akan raib. Alasannya, selain
membuat ia kehilangan kerja yang menyenangkan -- ia termasuk
bintang film iklan yang laris -- ia juga akan kehilangan
penggemar anak-anak, yang merupakan pencinta iklan tv selama
ini. Namun karena ia tidak terlalu menggantungkan diri pada film
iklan, karena itu ia tidak merasa kehilangan mata pencarian.
Seorang Koki
Merry, putri Mustaf Munaf yang manis, dengan tinggi 170
sentimeter dan berat 64 kg merasa menjadi bintang iklan
menyenangkan, karena imbalannya lumayan, sedangkan kerjanya
tidak berapa berat. Namun sering juga ketanggor dengan
kameraman yang cerewet atau salah ambil, sehingga kerja jadi
melelahkan. Yang menyebalkan, kalau ketemu lelaki jahil. "Tapi
kalau kita tidak genit lelaki pun tidak sanggup mengganggu,"
kata Merry sambil tersenyum. Ke mana-mana shooting ia selalu
dikawal maminya. Ia tidak mau menyebutkan berapa honornya untuk
setiap kontrak.
Di Surabaya, Paimo alias Effendy Abdullah, pemain Srimulat yang
biasa jadi drakula itu, juga main film iklan. Ia tidak
segan-segan mengatakan honornya Rp 350 ribu untuk 3 tahun
kontrak buat film iklan sebuah perusahaan kopi. Ia menyebut
terus terang kerja itu amat menyenangkan. "Dukanya tak ada, yang
ada hanya suka di kala terima honornya," katanya.
Di Srimulat ada juga trio Bambang, Tarzan dan Sofia yang sering
mencari makan di luar panggung, lewat film iklan. Untuk film
iklan sebuah pabrik farmasi, mereka harus ke Malang. Kontraknya
Rp 1 juta untuk masa 3 tahun. "Jumlah itu cukup murah untuk film
iklan yang dimanfaatkan selama 3 tahun. Tapi karena perusahaan
hanya akan memutar untuk Ja-Tim saja, harga itu kami sepakati,"
kata Bambang.
Beberapa bulan setelah iklan itu selesai, mereka dikontrak lagi.
Hasilnya lumayan. Tarzan sempat menabung untuk membeli rumah,
karena ia tidak akan terus menerus tingal di asrama Srimulat
sampai tua. "Sebenarnya perusahaan itu sudah akan menawarkan
kerja lagi pada kami, tapi karena ada berita iklan tv akan
dihapus, tentu saja niat itu batal, kata Tarzan.
"Sebenarnya, tidak pernah terpikir saya akan menjadi bintang
iklan," ucap Mustaryo, 36 tahun, ayah dari 2 orang anak hasil
perkawinannya dengan wanita dari daerah Pemalang Ja-Teng. Ia
mengisahkan, suatu ketika ada temannya menawari "apakah mau
mendapat uang." "Saya balik bertanya dapat uang bagaimana."
Ternyata ada perusahaan yang sedang mencari orang yang bisa
dijadikan bintang iklan. "Maka saya bertanya, apakah saya mampu
untuk itu?" kata Mustaryo. Tapi ketika perusahaan tersebut
mengetesnya, "saya lulus setelah menyisihkan 9 peserta lainnya."
Dalam iklan itu ia memerankan seorang koki yang menyuguhkan
satu merk mentega. "Sampai sekarang orang-orang mengenal saya
sebagai koki," katanya.
Menurut Mustaryo penghapusan iklan di tv, tidak merugikan dia
sebab ia masih mempunyai penghasilan yang lain. Ia dikenal juga
sebagai perencana, dan pelaksana bangunan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini