Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mimpi lebih indah daripada kenyataan, begitu orang sering bilang. Namun, bagi Florencia Yoke, 34 tahun, kenyataan justru lebih indah dibanding mimpi. Ibu dua anak itu berhasil menurunkan berat badannya 22 kilogram. Dulu dia berbobot 83 kilogram, kini 61 kilogram, mendekati berat ideal 60 kilogram.
Dibilang lebih indah daripada mimpi karena Yoke, yang memiliki tinggi 165 sentimeter, awalnya tidak bermimpi memiliki badan selangsing ini. Dia memang tengah berdiet, tapi tak berkhayal akan lebih ringan daripada beratnya saat masih gadis. "Sebelum menikah, beratku 63 kilogram," kata Yoke saat ditemui Tempo di Rumah Makan Selera Bogana, Kota Wisata Cibubur, Selasa pagi pekan lalu. Di tempat ini, ia sarapan gado-gado, plus teh tawar. Dibalut t-shirt hijau dan celana pendek abu-abu, selama hampir satu jam, ia mengobrol penuh semangat. Sesekali terdengar tertawanya lepas.
Penurunan itu didapat setelah ia mengikuti program manajemen obesitas secara mandiri dan individual selama tiga bulan. Dengan program ini, terapi yang dia jalani sangat personal, berbeda dengan pasien lain. Selama ikut program, beratnya turun 14 kilogram. Ternyata motivasi yang ditanamkan Samuel Oetoro, dokter spesialis gizi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, tetap nyantol hingga setahun setelah program berlalu. Alhasil, diet yang diteruskan secara mandiri (lepas dari dokter) membuat berat badannya turun lagi 8 kilogram.
Ima Khairunnisa, dokter umum di Tangerang, juga tengah mengikuti program manajemen obesitas mandiri dan individual di Slim + Health Sport Therapy Jakarta, milik dokter spesialis kedokteran olahraga Michael Triangto. Wanita 27 tahun ini ikut program karena berat tubuhnya hampir 100 kilogram. Kini, setelah tiga bulan menjalani program, bobotnya berkurang 10 kilogram. Ia bermimpi, sampai akhir tahun ini, beratnya turun 15 kilogram lagi. "Idealnya, beratku 50 kilogram," kata pemilik tinggi badan 153 sentimeter ini.
Seseorang disebut mengalami obesitas alias kegemukan, seperti Yoke dan Ima, bila kondisi berat badannya lebih dari 20 persen dibanding yang seharusnya. Jika kelebihannya 10-20 persen, mereka masuk kategori kelebihan berat badan (overweight). Yang bikin miris, jumlah penderita obesitas dan kelebihan berat pada orang dewasa di Indonesia terbilang tinggi. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2010, jumlahnya 21,7 persen. Kondisi ini patut mendapat perhatian karena bisa mendongkrak risiko beberapa penyakit kronis alias menahun, misalnya kencing manis, jantung, darah tinggi, dan stroke.
Tentu saja banyak penderita obesitas ingin menurunkan berat badan. Diet menjadi isu besar dalam kehidupan masyarakat urban. Tapi toh banyak yang gagal. Kalaupun berhasil, itu hanya sementara alias diet yoyo, turun beberapa kilogram lalu naik lagi ke berat semula atau bahkan lebih. Menurut Samuel dan Michael, kunci dari diet yang berhasil seperti yang diterapkannya pada para pasiennya adalah soal motivasi. "Motivasi sangat penting. Itu nomor satu," kata Michael, yang juga berpraktek di RS Kemayoran, Jakarta.
Samuel yakin, semua orang bisa langsing, yang penting ada motivasi kuat. Itu sebabnya, dalam pertemuan pertama dengan pasien, bak psikolog, Samuel bisa butuh waktu satu jam untuk menggali motivasi pasien. Motivasi ini harus sangat kuat, tidak sekadar ingin kurus agar terlihat keren—meski itu juga bisa jadi pendorong. Karena pasien yang banyak datang berasal dari keluarga muda, motivasi yang acap muncul adalah ingin tetap sehat agar bisa menyaksikan anak-anaknya berhasil, misalnya menjadi sarjana.
Obesitas diyakini sebagai sumber penyakit, bukan sekadar pengganggu penampilan. Kerap terjadi, jika pasien sudah tersentuh hatinya bahwa obesitas itu sarang penyakit, ia akan menangis dan menyesal. Motivasi itu pula yang membuat Yoke dan Ima berhasil menjalani program diet Âberikutnya berupa kontrol asupan makanan dan olahraga yang sesuai.
Dengan motivasi itu, program diet yang awalnya memang berat lama-lama menjadi biasa. Saban hari, berdasarkan perhitungan Samuel, Yoke cukup sarapan dua putih telur dan buah, disambung makan siang dengan nasi, dan makan malam dengan protein ikan atau daging ayam tanpa kulit, sayur, dan buah. Nasi jarang disentuh. Kalaupun makan, cuma beberapa sendok karena merasa sudah cukup.
Pada masa awal ini pasien diminta berjuang mengurangi makanan agar lambung yang melar karena terbiasa mengkonsumsi banyak makanan itu perlahan "menciut". "Sebenarnya, puasa Ramadan menjadi momentum untuk melangsingkan badan," kata Samuel, yang juga berpraktek di RS Siloam Semanggi, Jakarta. Selama puasa, orang membiasakan lambung menerima makanan dengan porsi lebih sedikit, sehingga volumenya mengecil, plus jadwal makan teratur.
Hal ini sebenarnya bisa dipraktekkan sendiri. Samuel memberikan anjuran sederhana: kurangi porsi makan seperempatnya. Bila biasanya makan nasi sepiring, kini cukup tiga perempat piring, atau kalau makan ikan sepotong, sekarang cukup tiga perempat potong. "Simpel," kata Samuel. Anjuran serupa disampaikan Michael: "Berhentilah makan sebelum kenyang."
Mengurangi makan saja tidak cukup. Makan harus terjadwal. Waktu makan pagi, siang, dan malam harus ditepati. Tak boleh ditunda-tunda, apalagi tidak makan dengan alasan masih kuat menahan lapar. Menunda makan dengan porsi terkontrol hanya akan memancing orang untuk ngemil dengan porsi tak terkontrol.
Khusus mengenai jenis makanan, ada sejumlah makanan yang perlu dipantang (lihat boks). Bila anjuran diikuti, dalam 8-12 pekan, kebiasaan akan terbentuk sehingga diet tak akan berat lagi.
Selain pengaturan makan, olahraga tak boleh lupa. Dalam program ini, olahraga tidak dipaksakan. Penderita obesitas di bawah 100 kilogram dianjurkan berolahraga jalan kaki minimal 30 menit nonstop sepekan 4-5 kali. Jika berhenti sebelum setengah jam, lemak tak pernah terbakar. "Bukan lari ya, tapi jalan kaki," kata Samuel, "Kalau lari, yang dibakar bukan lemak, melainkan protein."
Ketika tubuh baru bergerak, ia menjelaskan, yang dibakar adalah gula di darah dan otot. Setelah bergerak 30 menit, gula akan habis. Kalau tetap bergerak, tubuh butuh tenaga. Lantaran gula sudah habis, cadangan lemak atau protein yang akan diambil. Jika tubuh bergerak cepat, cadangan protein yang diambil. Sebaliknya, bila geraknya lambat, cadangan lemak yang disedot. Hal itu terjadi karena proses pembakaran lemak berlangsung lambat dan reaksi kimianya panjang.
Adapun bagi penderita obesitas di atas 100 kilogram, olahraga yang dianjurkan adalah bersepeda atau berenang selama minimal 30 menit tanpa berhenti. Jalan kaki tak dianjurkan karena lutut akan terlalu berat menahan beban sehingga bisa cedera. Jika semua anjuran dokter diikuti, dalam sebulan berat badan bisa turun hingga empat kilogram.
Dwi Wiyana
Yang Dianjurkan, yang Dihindari
Samuel Oetoro dan Michael Triangto boleh berbeda titik tekan dalam menangani pasien obesitas. Maklum, latar belakang dan spesialisasinya berlainan: Samuel dokter gizi, sedangkan Michael dokter spesialis kedokteran olahraga. Namun, dalam hal asupan makanan yang dianjurkan dan dihindari, mereka punya kesamaan. Inilah daftarnya.
1. Makanan: hindari yang berlemak, minyak, santan, gorengan, makanan manis dan cokelat, es krim, keju, margarin, kuning telur, cumi, udang, kepiting, jeroan, otak, daging (sapi, kambing, bebek), serta tepung dan produk turunannya (mi, kue, dan roti). Yang juga perlu dipantang adalah ubi, singkong, talas, dan kentang.
2. Minuman: hindari minuman manis, cokelat, susu beserta produk yang terbuat dari susu, dan soft drink, termasuk minuman produk diet.
3. Ngemil: buah dan sayur.
4. Buah yang boleh dikonsumsi: semangka, melon, pir, apel, jambu air, pepaya, mentimun, bengkuang.
5. Buah yang tak boleh dikonsumsi: durian, alpukat, mangga, sawo, pisang, nangka, dan sukun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo