Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Lelaki yang Bersandar pada Pisau

Operasi plastik makin populer di kalangan pria. Pertanda laki- laki makin menganggap penting penampilan fisik.

31 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang pria anggota DPR—maaf, dia keberatan jati dirinya diungkap—merasa kegerahan. Pak Wakil, sebut saja begitu, risau bukan lantaran situasi politik ekonomi yang carut-marut. Kantong yang menggembung di bawah kedua matanya, itulah biang kerisauan. "Bikin saya kelihatan tua banget," kata lelaki 50-an tahun ini.

Enggan tampak peyot di seputar mata, pekan lalu Pak Wakil meluncur ke sebuah klinik bedah plastik ternama di Jakarta Selatan. Di sana dia meminta dokter melakukan blepharoplasty atau operasi pengangkatan kantong mata. Uang Rp 6 juta ongkos operasi bukan masalah bagi Pak Wakil.

Berikutnya, sret-sret-sret, pisau bedah menjelujuri mata. Lapisan mukosa bagian dalam mata disayat. Kemudian, lemak di lipatan kantong dibuang, bekas sayatan ditutup. Prosesnya sederhana. Tanpa sakit, dalam 45 menit semua beres. Kini Pak Wakil merasa jauh lebih muda dan tampan. "Begini kan lebih bagus?" katanya tersenyum lebar.

Tuan Wakil bukan satu-satunya. Setahun lalu, Robert, 40 tahun, juga melakukan blepharoplasty di Jakarta Skin Center (JSC), Kebayoran, Jakarta Selatan. "Dulu saya merasa kelihatan kucel, seperti selalu kurang tidur," katanya sambil membenahi jas dan pantalon hitamnya yang licin. Kini, berkat pisau bedah, kedua mata lelaki yang rambutnya berkuncir rapi ini tampak lebih segar dan cerah.

Awal tahun 2004, pengusaha pemasok peralatan berat ini kembali ke JSC. Kali ini dia meminta operasi sedot lemak (liposuction) di perutnya yang sedikit membuncit. "Demi penampilan," kata lelaki yang minimal seminggu sekali mengunjungi spa ini. Setelah lapisan lemak disedot, Robert kini boleh bangga dengan perut datar berotot—biasa disebut six pack stomach—seperti sosok bintang iklan nutrisi khusus pria L-Men.

Sedikit berbeda adalah pengalaman Leo, juga bukan nama sebenarnya. Eksekutif puncak (CEO) di beberapa perusahaan ini terobsesi dengan kemudaan. "Saya tak ingin jadi tua," kata lelaki pada akhir 40-an tahun ini. Demi kemudaan, Leo rajin mendatangi Jakarta Skin Center. Sekali waktu dia minta disuntik racun botox (botulinum toxin) untuk menghilangkan kerutan di dahi. Kali lain Leo minta kantong matanya diangkat. Supaya kulitnya kinclong, pria bergaji ratusan juta rupiah ini tak ragu menjalani pengelupasan kulit (chemical peeling). Sedot lemak di perut, pinggang, paha, dada, juga rajin dia lakukan. Setiap bulan, penggemar ketok bodi ini menghabiskan Rp 6-20 juta untuk perawatan ini dan itu di JSC.

Seperti halnya bumi, konsep gagah-tampan-perkasa terus mengalami evolusi. Beberapa dekade lalu, kedudukan terhormat dan harta yang membanjir—tajir, istilah anak muda—sudah cukup membuat seorang lelaki dianggap keren dan mentereng. Tak jadi soal benar bila kulit mukanya bocel berjerawat, perut buncit, atau telapak kaki kapalan.

Kini, pada zaman metroseksual, kaum lelaki perlu lebih dari sekadar dompet tebal agar bisa senapas dengan era modern. Perawatan total dari ujung rambut sampai jempol kaki, di salon dan spa terbaik yang ada di kota-kota metropolitan, mulai jadi kebutuhan.

Evolusi konsep gagah-tampan-perkasa juga terungkap dalam sebuah laporan Salon.com. Pada era 70-an, para lelaki dilingkupi suasana serba maskulin dengan tokoh idola Charles Bronson. Era 80-an, idola masih bertahan pada sosok macho tetapi pamor kumis tebal sudah mulai surut. Satu dasawarsa berikutnya, minat kaum Adam bergeser ke perawatan wajah dan parfum. Terakhir, kaum pria melirik perawatan kaki-tangan (manicure-pedicure) plus pemanjaan tubuh di spa yang supernyaman. Idola pun bergeser ke sosok kasual dan tak ragu menampilkan sisi sensualitas seperti Ian Thorpe, Brad Pitt, David Beckham, dan Pat Rafter.

Operasi plastik pun masuk daftar kebutuhan kaum lelaki. Pamor operasi plastik di kalangan pria makin melonjak karena banyaknya selebriti yang penampilannya disandarkan pada pisau bedah. Mereka adalah aktor Don Johnson dan Patrick Swayze, Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi, dan yang melegenda adalah The King of Pop Michael Jackson.

Tren operasi plastik di kalangan kaum lelaki ini terekam dalam survei American Academy of Facial Plastic and Reconstructive Surgery (AAFPRS) pada tahun 2003. Menurut survei ini, jumlah laki-laki yang jadi pasien dokter bedah plastik melonjak 30 persen dibanding tahun 1997.

Dr. Jim Gilmore, ahli bedah plastik di Dallas, Texas, misalnya, menyebut jumlah pasien pria yang dia tangani terus meningkat sejak 1996. Kini separuh pasien Gilmore adalah laki-laki. Padahal dulu komposisi pria dan wanita yang melakukan operasi plastik adalah 1:9. "Pasien laki-laki pun tak lagi tertutup," Gilmore menambahkan. "Mereka bahkan bangga mengajak teman-teman prianya datang ke klinik."

Bagaimana dengan Indonesia? Survei MarkPlus & Co., tahun 2003, menunjukkan ada 15 persen laki-laki Jakarta yang tergolong metroseksual. Mereka amat memperhatikan perawatan tubuh dan tak segan tampil dengan mendobrak pagar-pagar batasan konservatif. Sebagian dari mereka juga tak ragu memilih operasi plastik sebagai jurus memperbaiki penampilan.

Dr. Sidik Setiamihardja, ahli bedah plastik di Klinik Bina Estetika, Menteng, Jakarta, juga membenarkan adanya kenaikan jumlah pasien pria yang dia tangani. Tetapi kenaikan ini hanya samar-samar. Secara keseluruhan komposisi pasien pria dan wanita tetap 1 banding 9. "Sama saja dengan tahun 70-an," katanya. Sidik menambahkan, sebagian besar lelaki yang datang masih malu-malu dan memandang operasi plastik sebagai subyek sensitif. Mereka, terutama selebriti dan tokoh masyarakat, lebih suka mendaftar dengan nama samaran.

Dr. Edwin Djuanda, Direktur Jakarta Skin Center, juga membenarkan bahwa peningkatan jumlah pasien laki-laki dalam soal bedah plastik di JSC belum kelewat dramatis. Namun Edwin yakin, kalangan ini bakal tumbuh pesat di masa-masa mendatang. Untuk itulah JSC berencana membangun klinik bedah plastik khusus lelaki. "Biar yang datang enggak sungkan," katanya, "semua dokter dan perawat yang menangani juga laki-laki."

Suara sedikit berbeda muncul dari Dr. Hardisiswa Soedjana, ahli bedah plastik di RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung. Menurut dia, selama dua tahun terakhir, pasien bedah plastik estetik laki-laki meningkat 20 persen. "Ini angka yang banyak," katanya. Latar belakang mereka beragam. Ada anak muda anggota band, artis, perwira polisi, politisi, juga manajer eksekutif. Operasi favorit adalah pengencangan kulit wajah yang kendur (facelift), pengempisan perut buncit, pengempisan gelambir di payudara, dan reparasi kantong mata.

Selain memperbaiki penampilan, tak sedikit pula pasien pria datang dengan problem berat. Seperti diungkapkan Prof. Johansyah Marzuki, ahli bedah plastik dari RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, kerap kali pasien mengeluhkan efek terapi pembesaran penis yang serampangan.

Biasanya, pasien seperti ini berobat di "tukang permak penis" di salon atau kios di pinggir jalan. Ada penis yang disuntik silikon cair, disumpal selapis lemak dari perut, bahkan ada penis yang di bawah kulitnya ditanamkan manik-manik kecil—terbuat dari silikon padat tapi lunak—penambah rangsangan seksual. Akibatnya, bentuk penis tidak keruan, membengkak, dan mencong ke sana-kemari. Organ yang sudah telanjur rusak seperti ini sangat susah dipulihkan. "Itu sebabnya, saya anggap operasi plastik yang sembrono sebagai bentuk kejahatan," kata Profesor Johansyah.

Mengingat makin banyaknya kasus korban operasi sembrono, Sidik Setiamihardja mengingatkan agar konsumen berhati-hati. Pilihlah dokter yang kompeten dan bijaksana. Dokter juga perlu selektif. "Sebab, tidak semua pasien layak dioperasi," kata Sidik.

Mereka yang terlalu menuntut kesempurnaan, Sidik menjelaskan, adalah contoh pasien yang tak layak dioperasi. Harus dicatat, pisau bedah selincah apa pun tak akan sanggup membuahkan penampilan sempurna. Konsultasi dan terapi psikologis lebih cocok untuk pasien semacam ini. "Supaya dia bisa belajar menerima dan mencintai diri sendiri apa adanya," kata Sidik.

Pria yang ingin menjalani operasi supaya pacar atau istri tidak kecantol pria lain juga bukan calon pasien yang ideal. Sebab, kualitas relasi bukanlah semata soal penampilan fisik. Ada seribu satu faktor yang turut terlibat dan pisau bedah tak bisa mengatasi problem semacam ini.

Operasi plastik, Johansyah menekankan, sering hanya perlu prosedur sederhana. Sret-sret dan, ajaib, penampilan pasien jadi lebih baik. Namun, bila yang sederhana itu tidak dilakukan dengan bijaksana, dampaknya bisa fatal. Alih-alih menggaet penampilan top, bukan mustahil operasi plastik malah membuat tubuh, itu tadi, mencang-mencong tidak keruan.

Mardiyah Chamim, Ucok Ritonga, Jajang Jamaludin, Agus Raharjo (Surabaya), Bobby Gunawan (Bandung)


Aneka Rupa Ketok Bodi

Berikut ini jenis operasi plastik yang populer di kalangan pria Asia.

Pemancungan Hidung
Cairan, misalnya asam hyaluronis, disuntikkan ke dalam tulang hidung. Bisa pula dengan menyisipkan tulang rawan (kartilago) di dalam tulang hidung. Populer di Cina (US$ 240), Korea (US$ 2.500), dan Jepang (US$ 3.700)

Perampingan Hidung
Hidung yang kelewat besar disayat dan tulang rawannya dipermak agar tercapai bentuk ideal. Populer di Indonesia (Rp 3,5-10 juta).

Perubahan Kelamin (dari pria ke wanita)
Penis disingkirkan. Kanal vagina dibuat dengan menggunakan kulit dari bagian tubuh yang lain. Populer di Thailand (US$ 4.000 atau Rp 36 juta).

Pembesaran Penis
Kolagen (yang ilegal adalah silikon cair) disuntikkan di bawah kulit alat vital. Populer di Indonesia (sekitar Rp 5 juta) dan di Jepang (sampai US$ 2.000 atau Rp 18 juta).

Melicinkan Wajah
Kerut-merut di kening atau di sekitar mulut dihilangkan dengan sedikit suntikan cairan racun botox. Populer terutama di Jepang (US$ 2.000 atau Rp 18 juta) dan Korea (US$ 1.000 atau Rp 9 juta).

Sedot Lemak (Liposuction)
Kulit perut (atau bagian lain yang kelebihan lemak) disayat sedikit. Lalu, dengan bantuan alat laparoskopi berujung pisau, dokter mengerok lapisan lemak di bawah kulit. Populer di Indonesia. Ongkosnya Rp 15-50 juta, tergantung luas area yang disedot.

Blepharoplasty
Penghapusan lipatan kantong mata. Ongkosnya Rp 6-15 juta. Terapi ini biasanya diulang lima tahun sekali.

MCH (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus