Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Licin Komunikasi Supaya Terus Serasi

Angka perceraian Indonesia tertinggi se-Asia Pasifik. Komunikasi menjadi kunci kelanggengan rumah tangga.

14 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Licin Komunikasi Supaya Terus Serasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fakta itu mengejutkan: satu dari sepuluh pasangan suami-istri di Indonesia berujung perceraian. Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dan Kementerian Agama, 354 ribu perceraian terjadi pada 2013. Angka itu melonjak dari 285 ribu kasus pada 2010 dan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat perceraian tertinggi se-Asia Pasifik.

Menurut psikolog Rose Mini, tren perceraian terus meningkat. "Meski data kuantitatif di atas tidak mencakup pasangan yang rujuk lagi, angkanya tetap tinggi," kata dia kepada Tempo, pekan lalu.

Menilik data di situs BKKBN, dari 285 ribu perceraian pada 2010-pada tahun yang sama terdapat 2 juta pasangan menikah-80 persen kasus terjadi pada pasangan muda yang menikah dalam kisaran 2-5 tahun. Penyebab utama mereka berpisah adalah merasa tidak harmonis.

Menurut Rose, ketidakharmonisan itu menunjukkan para pasangan muda belum memiliki keterampilan berumah tangga, yang meliputi komunikasi, adaptasi, ekspresi cinta, penguasaan masalah, dan hubungan seksual. "Yang paling penting adalah komunikasi," ujar pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.

Rose mengatakan perempuan dan laki-laki memiliki pola komunikasi yang bertolak belakang. Perempuan, dia menambahkan, cenderung berbicara panjang lebar, suka curhat, sementara laki-laki kebanyakan berbicara seperlunya dan langsung ke inti permasalahan. "Harus ketemu di tengah," kata dia.

Kebanyakan masalah komunikasi muncul akibat ketidakseimbangan di antara suami dan istri. Misalnya, Rose melanjutkan, pasangan yang baru menikah saat sama-sama baru lulus kuliah dan nyambung dalam komunikasi. Seiring dengan waktu, karier si suami melejit, sementara istrinya yang ibu rumah tangga tidak beranjak dari kesibukan domestik. "Terjadi ketidakseimbangan," kata dia. Dalam banyak kasus yang Rose hadapi, keharmonisan pasangan seperti itu goyah karena komunikasi mereka tidak lagi nyambung.

Pemecahannya, ujar Rose, pihak yang di atas, dalam kasus itu suami, harus "menarik" istrinya. Misalnya, lewat sharing dan bercerita tentang kesibukan dan hobi. Si istri juga bisa proaktif dengan mencari informasi tentang kesukaan suaminya. "Paling mudah, ya lewat Internet," kata dia. Suami yang hobi utak-atik mobil dipastikan happy saat istrinya bisa mengidentifikasi jeroan mobil atau update informasi otomotif. Sebaliknya, suami juga perlu mengetahui dunia istri. "Jangan sampai tidak tahu cabai merah keriting."

Jika ada konflik, Rose menambahkan, tidak ada salahnya pasangan bertukar pikiran dengan teman dekat. "Boleh ke mereka yang usia perkawinannya sama, juga yang lebih dulu menikah," kata dia. Dengan sharing, kita bisa mengetahui bahwa masalah yang dihadapi juga terjadi pada pasangan lain dan menemukan jalan keluarnya. Kalau sudah begitu, ujar dia, tidak jarang hal yang tadinya dianggap masalah menjelma menjadi bahan tertawaan. Sebab, banyak masalah yang timbul dari kebiasaan-kebiasaan unik individu. "Cara menaruh sepatu saja bisa jadi biang keributan."

Ikhtiar mempelajari masalah dan pemecahannya tertera dalam buku Rumah Tangga Itu Rumit, Kalau Sederhana Ya Rumah Makan yang baru diluncurkan Bhuana Ilmu Populer Gramedia pekan lalu. Penulisnya, Naning Chandra dan Yohanna Indriani cs, menceritakan masalah-masalah perkawinan berdasarkan pengalaman masing-masing.

Penulisannya ringan dan penuh humor. "Untuk yang belum menikah, kami bukannya ingin menakut-nakuti. Tapi memberikan gambaran hal-hal seperti ini yang akan mereka hadapi setelah menikah," ujar Naning. "Bagi yang sudah menikah, kami menyodorkan fakta bahwa permasalahan yang mereka hadapi sama dan ada jalan keluarnya."

Seluruh intrik yang tersaji di buku itu berawal dari menyatunya dua individu yang berbeda dalam ikatan perkawinan. Untuk itu, pemecahannya, seperti yang dikatakan Rose, adalah kekuatan untuk beradaptasi. "Kenali kelebihan dan kekurangan pasangan kita," ujar dia. Jika komunikasi dan adaptasi sudah lancar, bisa dikatakan keterampilan berumah tangga kita sudah oke. Tinggal disempurnakan dengan tiga faktor lainnya.


Keterampilan Berumah Tangga
"Komunikasi
"Adaptasi
"Ekspresi cinta
"Penguasaan masalah
"Hubungan seksual

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus