Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jumlah kasus Mycoplasma pneumoniae tak hanya melonjak di Cina, tapi juga meningkat di Jakarta.
Infeksi peradangan akut jaringan paru oleh mikroorganisme itu banyak menyerang anak-anak.
Tak perlu khawatir akan adanya tren kenaikan angka kasus pneumonia karena sudah ada obatnya.
Kasus Mycoplasma pneumoniae belakangan ramai menjadi perbincangan. Ini buntut dari melonjaknya angka kasus orang yang terkena penyakit itu di Cina. Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama mengatakan peningkatan jumlah kasus juga terjadi di Jakarta. Infeksi peradangan akut jaringan paru oleh mikroorganisme itu banyak menyerang anak-anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada November lalu, ada tiga anak di DKI Jakarta yang terkonfirmasi menderita Mycoplasma pneumoniae. Ketiganya bergejala ringan dan sudah dinyatakan sembuh. “Memang ada peningkatan pada 2023 di Jakarta, baik usia balita maupun di atas balita,” kata Ngabila, Selasa, 5 Desember lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mycoplasma merupakan salah satu bakteri yang dilaporkan menjadi penyebab kenaikan angka kasus pneumonia di Cina. Ada banyak patogen atau agen biologis yang menyebabkan seseorang mengalami pneumonia. Di antaranya influenza, respiratory syncytial virus (RSV), dan Mycoplasma. Lonjakan pneumonia di Cina bahkan menarik perhatian Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) untuk meminta informasi data lonjakan angka kasus.
Dikutip dari Reuters, pekan ini otoritas Cina mengeluarkan anjuran bagi warga lansia, anak-anak, dan orang dengan imunitas buruk untuk tidak melakukan perjalanan ke Cina. The Conversation juga memberitakan beberapa rumah sakit di Beijing penuh karena lonjakan angka kasus ini.
Berdasarkan data WHO 2019, 14 persen dari seluruh kematian anak di dunia atau setara dengan 740.180 anak di bawah usia 5 tahun karena pneumonia. Meski terjadi tren kenaikan jumlah kasus, Ngabila meminta masyarakat tidak panik, tapi tetap harus waspada.
Ilustrasi seorang anak menderita pneumonia. Shutterstock
Secara umum gejala pneumonia ialah demam, batuk, dan sesak napas. Jika terserang, sering kali si anak tidak peduli jika sesak napas dan terus sibuk bermain. Bagi orang tua, agar anak tidak mudah terinfeksi, maka pola hidup sehat penting untuk diterapkan. Termasuk melakukan vaksinasi, terutama bagi mereka yang lebih berisiko. “Pakai masker, mencuci tangan. Apalagi ini pancaroba imunitas turun,” ujarnya. Penting memperhatikan siklus ventilasi udara dalam ruangan.
DKI Jakarta tengah menghimpun hasil PCR pasien di rumah sakit. Data itu untuk mengidentifikasi jenis patogen apa yang banyak menyebabkan kasus pneumonia. Selama ini deteksi pneumonia berhenti pada diagnosis. Akibatnya, pemerintah tidak mendapat gambaran yang lengkap soal kasus pneumonia. Dari beberapa patogen, Ngabila menyebutkan RSV memiliki risiko lebih tinggi. “Keparahan RSV sekitar 80 persen.”
Hal lain yang perlu diwaspadai adalah pemberian antibiotik berlebihan. Beberapa patogen, termasuk Mycoplasma, masuk kategori bakteri atipikal. Jenis ini membutuhkan antibiotik yang tinggi, seperti golongan mikrolet. Namun penggunaan yang berlebihan bisa menimbulkan resistansi antibiotik. “Jangan kita konsumsi asal antibiotik tanpa resep dokter,” ujarnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi pun mengatakan tak perlu khawatir akan adanya tren kasus pneumonia. Sebab, pemerintah telah memiliki obat untuk mengatasinya. “Ini kan bukan hal baru, obat juga ada,” ujarnya. Nadia menyebutkan, jika pun ada kasus meninggal, kebanyakan karena bakteri pneumokokus.
Namun, untuk berjaga-jaga, Kemenkes pada pekan lalu telah mengeluarkan surat edaran tentang kewaspadaan terhadap kejadian Mycoplasma pneumoniae di Indonesia. Surat ini berisi permintaan kepada fasilitas kesehatan di daerah untuk melakukan surveilans serta melaporkan temuan ke sistem kewaspadaan dini dan respons (SKDR).
“Sebenarnya tidak terlalu fatal karena dia bisa merespons obat. Hanya, kejadian pada anak-anak ini cukup tinggi, 16 per 1.000 penduduk. Jadi harus waspada,” kata dia. Selain itu, penularan pneumonia terbilang cepat. Karena itu, meski risiko kematian rendah, perlu ada pengendalian agar tidak ada penumpukan pada fasyankes.
Kementerian Kesehatan juga menyiapkan jejaring laboratorium untuk keperluan diagnosis gejala Mycoplasma pneumoniae yang terjadi di Indonesia. "Kita siapkan jaringan laboratoriumnya supaya bisa dites," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Balai Sudirman, Jakarta, Senin, 4 Desember lalu.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memberi sejumlah rekomendasi untuk melindungi anak dari penularan pneumonia. "Surveilans infeksi sistem pernapasan pada anak perlu ditingkatkan, termasuk peningkatan fasilitas pemerintah dalam pengadaan fasilitas pemeriksaan untuk mengetahui kuman penyebab pneumonia pada anak, termasuk Streptococcus pneumoniae, RSV, dan Mycoplasma pneumoniae," kata Ketua Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso.
Ia menyarankan rumah sakit, klinik, dan puskesmas melakukan analisis data jumlah pasien atau kunjungan dan kematian akibat infeksi saluran pernapasan ini dari waktu ke waktu. Dengan demikian, dapat dilaporkan dan dilakukan antisipasi dini jika ditemukan adanya peningkatan signifikan jumlah kasus. "Pemberian ASI eksklusif, vaksinasi lengkap, serta vitamin A dosis tinggi sangat penting untuk mencegah bayi dan anak dari pneumonia."
JIHAN RISTIYANTI | TEMPO.CO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo