Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Makanan Pemicu Peradangan dan Mitos di Baliknya. Bagaimana Faktanya?

Banyak mitos tentang peradangan yang beredar, termasuk soal jenis-jenis makanan pemicu. Bagaimana faktanya?

3 Januari 2025 | 14.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi makanan sehat (pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jonathan Little dari Laboratorium Metabolisme dan Peradangan Olahraga di Universitas British Columbia di Amerika Serikat mengatakan peradangan bisa terjadi karena sistem imun sedang berusaha melindungi tubuh dari hal-hal yang seharusnya tidak berada di dalam tubuh, seperti virus atau bakteri. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Itu sisi baik peradangan," katanya, dikutip dari Eating Well.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, terkadang tubuh menghasilkan respons peradangan ringan yang jika tidak diredam dapat menyebabkan masalah yang jauh lebih besar. Menurutnya, peradangan kronis bisa menyebabkan masalah kesehatan seperti kanker, penyakit jantung, diabetes, dan gangguan gastrointestinal.

Banyak mitos tentang peradangan yang beredar, termasuk soal jenis-jenis makanan yang dipercaya bisa memicu peradangan. Tetapi, sebagian besar dari mitos itu telah dibantah oleh hasil penelitian yang solid. Berikut jenis makanan yang menurut mitos dapat pemicu peradangan.

Minyak kanola
Di antara pemengaruh ada yang menyebut minyak dari biji-bijian seperti kanola tidak baik bagi kesehatan. Beberapa orang menunjuk kandungan asam lemak omega-6 dalam minyak dari biji-bijian sebagai penyebab peradangan. Namun, beberapa penelitian menunjukkan asam linoleat, sejenis asam lemak omega-6 yang ditemukan dalam minyak dari biji-bijian seperti kanola, sebenarnya dapat membantu mengurangi peradangan kronis. 

Keseimbangan kandungan asam lemak omega-6 dan omega-3 dalam makanan penting untuk mendapatkan efek anti-inflamasi maksimal. Kabar baiknya, minyak kanola tidak hanya kaya asam linoleat tapi juga omega-3. Satu sendok makan minyak kanola mengandung 1,3 gram omega-3.

"Yang penting adalah seberapa banyak dan sering Anda mengonsumsi dan dalam makanan apa dikonsumsi," kata Amy Bragagnini, juru bicara Academy of Nutrition and Dietetics.

Makanan olahan
Proses pengolahan makanan tidak selalu berdampak buruk bagi tubuh. Spektrum makanan olahan luas, mulai dari yang hanya dicuci lalu direbus sampai dibuat dengan tambahan berbagai bahan melalui proses industri. Makanan yang diproses secara berlebihan serta mengandung banyak gula tambahan, natrium, karbohidrat olahan, dan lemak jenuh kalau terlalu sering dikonsumsi dapat meningkatkan peradangan dan kemungkinan terjadinya kondisi yang berhubungan dengan peradangan.

Namun, banyak pula makanan kemasan yang cukup bergizi, seperti ikan kalengan yang harganya terjangkau dan sama sehatnya dengan ikan segar. Kuncinya adalah menyeimbangkan konsumsi makanan olahan dengan makanan rumahan yang mencakup banyak buah serta sayuran segar.

Bahan makanan dari keluarga solanaceae
Solanaceae adalah keluarga tanaman yang meliputi tomat, terong, paprika, kentang, dan cabai. Keluarga tumbuhan ini disebut sebagai biang peradangan karena mengandung senyawa glikosida alkaloid. Namun, sebenarnya tidak ada alasan untuk menghindari tanaman keluarga Solanaceae kecuali kalau mengalami alergi.

Bragagnini menjelaskan menghindari jenis makanan ini berarti menghilangkan kesempatan tubuh mendapatkan manfaat anti-inflamasi dari vitamin C , likopen, beta karoten, capsaicin, dan senyawa lain dari anggota keluarga tumbuhan ini.

Produk susu
Pada orang dengan alergi, susu dapat menyebabkan peradangan. Susu juga bisa menimbulkan masalah kesehatan pada orang dengan intoleransi laktosa, yang tidak dapat mencerna sebagian atau seluruh laktosa dalam susu. Namun, kondisi itu tidak terjadi pada semua orang. 

Sementara susu alternatif dan produk nonsusu lain tidak secara inheren lebih sehat dari susu sapi. Banyak yang kandungan proteinnya lebih sedikit, tidak diperkaya vitamin D, dan mengandung gula tambahan. Produk susu mengandung vitamin D, kalsium, antioksidan, dan probiotik, yang berperan dalam membantu menangkal peradangan.

Gula dalam bentuk apapun
Gula dibagi menjadi dua kategori, yakni gula alami dan gula tambahan. Gula seperti fruktosa, glukosa, dan laktosa secara alami terdapat dalam buah-buahan, sayuran, dan produk susu tanpa pemanis seperti yogurt tanpa rasa dan keju. Sedangkan gula tambahan bisa berupa gula pasir atau gula coklat. 

Banyaknya penelitian yang menunjukkan mengonsumsi banyak gula tambahan dapat menyebabkan peradangan dan meningkatkan risiko obesitas, penyakit kardiovaskular, dan masalah kesehatan serius lain membuat orang khawatir mengonsumsi gula. Padahal, sebenarnya yang penting adalah memastikan asupan gula tidak melampaui batas yang direkomendasikan.

Pedoman diet untuk warga Amerika merekomendasikan pembatasan asupan gula tidak lebih dari 12 sendok teh atau 48 gram jika mengikuti diet 2.000 kalori per hari. Bragagnini mengingatkan peradangan kronis lebih terkait pola makan secara keseluruhan daripada hanya satu makanan saja.

"Jadi, jika mengonsumsi makanan dengan tambahan gula dalam jumlah banyak, Anda mungkin berisiko mengalami peradangan kronis dibanding mengikuti diet seimbang dan sesekali memilih makanan manis," jelasnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus