JAWA Barat memiliki 396 kecamatan. Pemerintah daerah bersikeras
untuk mencapai sasaran sebuah pusat kesehatan masyarakat untuk 1
kecamatan. Sampai 1 Oktober 1976 sudah 372 buah puskesmas --
yang rata-rata berharga Rp 4,5 juta itu -- sudah berdiri di
berbagai kecamatan di sana. "Akhir Pelita II semua kecamatan di
Jawa Barat akan mempunyai puskesmas", kata dr. Uton Muchtar,
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat.
Sasaran itu agaknya bisa dicapai, tetapi untuk memenuhi rencana
tiap puskesmas harus dipimpin oleh seorang dokter, agaknya masih
sukar. Sebab dari puskesmas sebanyak itu baru sekitar 200 yang
dipimpin langsung oleh seorang dokter. Selebihnya hanya diurus
oleh mantri kesehatan, bidan dan perawat. "Kebijaksanaan begini
harus ditempuh karena kekurangan tenaga dokter" sambung dr Uton.
Andainya dokter lulusan Universitas Pajajaran yang saban
tahunnya berjumlah 100 orang secara langsung bisa disalurkan ke
puskesmas-puskesmas itu, kekurangan tadi memang bisa dipenuhi.
Tetapi dari jumlah itu, menurut Uton "belum tentu daerah Jawa
Barat akan kebagian 15 orang dokter". Ciutnya jumlah yang jatuh
ke daerah tersebut menurut keterangannya berdasarkan
kebijaksanaan Departemen Kesehatan. Kalau jumlah dokter yang
tersedia hanya sebegitu saja tiap tahun, diperhitungkan 14 tahun
lagi baru bisa dicapai sasaran 1 dokter untuk satu puskesmas.
Dipecat
Penugasan dokter-dokter yang jumlahnya sedikit itupun mengalami
berbagai kesulitan. Perhubungan yang sulit misalnya. Atau
soal-soal yang menyangkut keluarga dokter bersangkutan. Misalnya
seorang dokter muda yang sudah menikah, tentu akan repot
menempatkannya, karena pekerjaan isterinya tak mungkin diboyong
ke tempat tugas sang suami. "Apalagi kalau dua-duanya dokter,
tambah repot lagi. Sebab di satu puskesmas hanya dibutuhkan satu
dokter saja", urai dr Uton.
Dokter-dokter yang baru lulus yang memikul kewajiban dinas 5
tahun di puskesmas, menurut Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat
itu, "memang menyimpan banyak keluhan, tapi untunglah tak ada di
antara mereka yang meninggalkan tempat". Sebab buat mereka yang
membandel sudah disiapkan sanksi dengan cara mencabut izin
praktek. Dalam sejarah penugasan dokter ke pelosok-pelosok ini
menurut cerita Uton "baru satu orang yang dipecat karena tidak
menunaikan tugas". Sang dokter muda meninggalkan tempat tugas
dan benar-benar meninggalkan profesinya sebagai penolong orang
sakit. Dia banting stir dan kini menjadi pengusaha. Satu
lapangan pekerjaan yang terhindar dari keharusan bertugas di
tempat-tempat terpencil .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini