Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih langsung sibuk mengadakan rapat di kantornya di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa dua pekan lalu. Penyebabnya telepon dari Menteri Agama Sur yadharma Ali sehari sebelumnya.
Kesibukan yang tak kalah menghebohkan terjadi di kantor Majelis Ulama Indonesia di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, pada hari yang sama. Ketua Majelis Ma’ruf Amin menggelar konfe rensi pers, menyatakan haram produk vaksin meningitis Mencevax ACWY 135 ke luaran Glaxo Smith Kline, Belgia. ”Sesuai dengan prosedur sertifikasi halal, aspek audit terdiri atas bahan, proses, fasilitas produksi, dan sistem. Titik keharaman produk terletak pada media pertumbuhan yang ada kemungkinan bersentuhan dengan bahan yang berasal dari babi atau bersentuhan dengan najis babi,” kata Ma’ruf.
Menteri Endang pun ”tertular” pernyataan Majelis. Dia menyatakan akan mengganti vaksin meningitis yang selama ini digunakan. ”Kami akan mengganti dengan vaksin yang dinyatakan halal oleh Majelis. Itu perlu proses pengadaannya. Saya kira mungkin sampai satu bulan,” ujar Endang.
Keputusan Majelis yang menetapkan vaksin meningitis produksi Glaxo Smith Kline, Belgia, haram, menurut Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia Lukman Hakim, berangkat dari kecurigaan sejak 2005. Vaksin Mencevax ACWY 135 ke luaran Glaxo yang digunakan pemerintah sejak dekade 1990 tidak kunjung dilampiri label halal. ”Padahal itu produk yang diproduksi massal dan distribu sinya umum,” kata Lukman.
Berangkat dari kecurigaan itu, Majelis pun mempertanyakan status kehalalan vaksin tersebut pada 2006. Selanjutnya, sejak 2007, Lembaga Pengkajian mulai mengaudit, menguji status kehalalan vaksin Glaxo itu, dari melakukan penelusuran dokumen, data, hingga berkunjung langsung ke pabrik. ”Kami menggunakan pendekatan ilmiah, yang dilakukan para ahli mikrobiologi,” Lukman mengklaim.
Hasilnya, berdasarkan laporan do kumen Glaxo yang dipahami Majelis, lembaga ulama tersebut menyatakan vaksin buatan Glaxo haram. Menurut Lukman, dalam proses awal pembuatannya memakai enzim babi. ”Sama dengan produk mikrobial lain, titik kritis keharaman produk vaksin ini terletak pada media pertumbuhan yang bersentuhan dengan bahan yang berasal dari babi,” dia menegaskan.
Glaxo menyayangkan keputusan Majelis itu, dan berharap LPPOM bersedia mengkaji ulang audit atas semua vaksin meningitis. Memang, Glaxo mengakui, dalam proses pembuatannya, sempat ada persinggung an dengan babi. Tapi itu dulu, di awal-awal produksi vaksin. ”Zaman nenek moyangnya, bakteri pertama yang digunakan. Pada generasi baru sudah tidak lagi,” kata Regulatory Affairs Director Glaxo Smith Kline, Ellen Wijaya.
Sejak 1998, Glaxo membuat vaksin meningitis yang menggunakan media bebas unsur binatang (animal free), kecuali cysteine dari bulu angsa. Vaksin generasi itu sudah diedarkan sejak 2008. Sejauh ini, vaksin meningitis Glaxo telah mendapat persetujuan izin edar dari badan pengawas obat yang berwenang di 85 negara, termasuk 15 negara dengan mayoritas penduduk muslim, seperti Arab Saudi, Malaysia, Mesir, Iran, dan Irak.
Persentuhan dengan babi itu ber awal dari 1930-an, saat produksi vaksin me ningitis dimulai. Proses produksinya mengikuti alur pencarian bibit (seed), pengembangan bibit, baru kemudian produksi massal. Pada 1937 dilakukan pengambilan bakteri pertama dari cairan tulang belakang penderita di Chicago, Amerika Serikat. Periode 1937-1969 itulah masa pencarian bibit untuk vaksin.
Bibit bakteri untuk produksi vaksin itu sendiri disediakan Badan Kesehatan Dunia (WHO). ”Hanya lembaga tersebut yang boleh mengedarkan. Kalau bebas, takut disalahgunakan untuk tujuan lain, misal pembuatan senjata kimia,” kata Ellen.
Selanjutnya, pada 1969-1977 adalah tahap pengembangan seed. Pada fase ini diperlukan medium tempat bakteri tumbuh. Menurut ahli genetika dari Institut Pertanian Bogor, Profesor Muladno, cawan petri tempat sel bakteri tumbuh mengandung media Mueller Hinton dan Tryptic Soy Broth (seperti gel berwarna cokelat).
Nah, media Mueller itulah yang dibuat dengan cara menghidrolisis beberapa protein yang berasal dari bovine skeletal muscle dengan enzim yang diambil dari pankreas babi (porcine). Begitu juga Tryptic, yang merupakan campuran peptide dan asam amino dari susu sapi yang dihidrolisis dengan enzim yang diambil dari pankreas babi. Medium tumbuh bakteri itu disediakan oleh perusahaan lain karena medium tidak diproduksi Glaxo.
Itu cerita dulu, pada produksi vaksin old Mencevax ACW135Y. Kini, menurut Ellen, bakteri yang digunakan adalah generasi ke-14, dan menggunakan sistem bebas binatang. Mediumnya pun tak lagi bersentuhan dengan enzim babi, atau bahkan binatang lain.
Proses pembuatan dari awal penca rian bibit ini jelas sulit diulang. Bia yanya besar, mencapai US$ 1 miliar untuk pencarian dan pengembangan bibit. Menurut Ellen, seperti itulah proses pembuatan vaksin standar. Kepala Laboratorium Genetika Molekuler IPB Profesor Muladno memperkuat penje lasan Ellen. Sepengetahuannya, sampai saat ini belum ada pencarian bibit baru untuk vaksin meningitis. ”Siapa pun produsennya, masih memakai parent seed yang sudah ditemukan dulu,” katanya.
Doktor ahli genetika babi dari University of Sydney, Australia, itu yakin kesimpulan yang diambil LPPOM MUI bukan berdasarkan penelitian ilmiah, melainkan hanya penelusuran dokumen yang ada. ”Sekarang tergantung kejujuran perusahaan penyedia vaksin itu saat menjelaskan kepada publik,” katanya.
Tentu saja, keputusan Majelis itu menguntungkan dua perusahaan ba ru yang ikut pengadaan vaksin meningi tis untuk haji, Novartis Vaccines and Diagnos tics dari Italia dengan merek Menveo Meningococcal dan Mevac ACYW dari Zheiyiang Tianjuan, Cina. Vaksin produksi keduanya dinyatakan halal. Menurut Lukman, pada proses pem buatan vaksin dari Novartis dan Zhei yiang tidak ditemukan persentuh an atau bahan yang mengandung babi. Memang ada persentuhan dengan najis, tapi dianggap sudah melalui proses pencucian sesuai dengan syariat Islam. ”Layak mendapat status suci dan halal.”
Menurut Lukman, pihaknya telah delapan kali mengaudit dokumen dan mengunjungi langsung pabrik ketiga perusahaan tersebut. Audit Glaxo pada 20-21 Mei 2010, Novartis 17-19 Mei 2010, dan Zhei yiang 28-29 Juni 2010. ”Boleh saja ada yang berkeberatan, tapi audit kami menghasilkan temuan status halal vaksin-vaksin itu,” kata Lukman.
Ahmad Taufik, Harun Mahbub
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo