Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Melacak susuk kedaluwarsa

Alat kontrsepsi susuk diperkenalkan pada th 1986. tahuni ini ada sekitar 80 ribu akseptor harus dicabut susuknya. tapi mereka sulit diketahui. bkkbn akan menyusun strategi untuk melacak.

25 Mei 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Problem di balik sukses: tahun ini 80 ribu akseptor harus dicabut susuknya. Kini mereka sulit diketahui. KEBERADAAN akseptor yang susuknya sesudah lima tahun harus dicabut tidak terdata lagi. Kendati kedaluwarsa, mereka tidak memperhatikan batas waktu mencabutnya. Ini terbukti tahun lalu dalam penelitian yang dilakukan Yayasan Kusuma Buana, Jakarta. Penelitian mengambil 100 sampel dari Klinik Bersalin Raden Saleh, Jakarta, dan RS Kariadi, Semarang. Ternyata, hanya 4% akseptor yang ingat batas waktu "benda asing" itu dicabut dari tubuhnya. Selebihnya, mereka justru diingatkan oleh pihak lain, seperti suami (22%), teman (31%), disurati klinik yang merawatnya (16%), atau karena kunjungan paramedis (25%). Dari penelitian tadi juga terungkap 20% akseptor di dua kota besar itu lost to follow up. Artinya, tanpa diketahui di mana mereka tinggal. "Secara nasional barangkali lebih besar dari jumlah itu," kata Hermini Sutedi, Kepala Studi Biomedis dan Reproduksi Manusia Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) kepada Susilawati Suryana dari TEMPO. Padahal, dibanding dengan negara lain, Indonesia termasuk sukses memasyarakatkan Norplant, susuk untuk keluarga berencana (KB). Pemakaian ini pertama diterapkan dalam program resmi usai diuji pada 1981. Kemudian pada 1986 diperkenalkan lewat program safari KB ke daerah-daerah. Ternyata, peminatnya lumayan. "Dalam dua tahun terakhir ini jumlah akseptornya mencapai dua ratus ribu per tahun," kata Dr. Haryono Suyono. Dan sampai Februari lalu akseptornya sudah 976 ribu, atau jauh melampaui target BKKBN. Bahkan itu lebih dari tiga perempat persediaan dunia diserap Indonesia. Sisanya tersalur di Cina, Muangthai, Sri Lanka, Kolombia, Cili, dan Swedia. Ketua BKKBN itu mengakui bahwa alat kontrasepsi ini efektif dan praktis. Akhir tahun lalu FDA (Food and Drug Administration) di Amerika Serikat bahkan merekomendasikannya, dan sekarang juga digunakan di sana. Alat kontrasepsi itu dipakai sekali untuk lima tahun. Batang kecil itu dibuat dari silastik, plastik yang juga dipakai untuk katup jantung buatan. Dalam batang silastik terdapat Levonorgestrel sintetis. Kontrasepsi dilakukan dengan menyusupkan enam kapsul itu -- masing-masing berdiameter 2,4 mm, panjang 3,4 cm. Biasanya alat ini dipasang di bawah kulit lengan kiri (karena kurang aktif). Untuk orang kidal dipasang di lengan kanan. Tapi susuk bukan tidak menimbulkan efek samping. Pada beberapa orang malah mengganggu haid, mual, depresi, dan jerawatan. Keluhan itu muncul karena pengaruh hormon progesteron sintesis yang mirip hormon dalam tubuh. Meski begitu, alat kontrasepsi ini senang diterima para ibu karena tak harus memperlihatkan aurat. Di Jambi dan Sumatera Selatan, misalnya, Pemerintah kewalahan menangani permintaan. Di dua provinsi ini, akseptor Norplant paling banyak: Jambi 26,6% dan Sumatera Selatan 20,2%. Merasa cocok, alat ini banyak yang minta dipasang lagi. "Hingga Maret lalu, di sini permintaan untuk susuk di atas 160 persen," ujar Mizwar Noerdin, Kepala BKKBN Sumatera Selatan, kepada Aina Rumiyati dari TEMPO. Namun, di balik sukses itu ada masalah baru. Kinilah saatnya perhatian pada pencabutannya. Minimal 80 ribu akseptor Norplant harus dicabut susuknya pada tahun ini. Padahal, ulasan Margot Cohen di majalah Far Eastern Economic Review edisi bulan lalu menyebutkan, latihan bagi tenaga kesehatan lebih terfokus pada memasang susuk. Sedangkan mencabut lebih sulit dibandingkan memasangnya. Apalagi fasilitas untuk itu terbatas pula jumlahnya -- seperti terungkap dalam penelitian Yayasan Kusuma Buana. Hingga tahun ini hanya sekitar 5.000 dokter yang mampu memasang dan mengangkat susuk. Biasanya kesulitan muncul di daerah karena tak banyak tenaga terlatih dan berpengalaman. Lebih dari itu, beberapa dokter kurang berani ambil risiko. Contohnya di Maros, tiga akseptor yang ingin mencabut susuk terpaksa dikirim ke Ujungpandang, 32 km dari kabupaten itu. "Mungkin karena dokternya enggan menanggung risiko," komentar Bambang Setiawan, Kepala Bidang Operasional Pelayanan KB, menjawab pertanyaan Waspada Santing dari TEMPO. Pengangkatan susuk itu bukan operasi, tapi memungkinkan terjadinya pendarahan dan infeksi. Terutama jika ini dilakukan oleh dokter kurang pengalaman. Apalagi kalau susuk itu bergeser dari tempatnya semula. "Walau kemungkinannya kecil, itu bisa terjadi. Dan ini membawa kesulitan tersendiri dalam proses pencabutannya," kata Retno Budiati, Direktur RS Bersalin Siti Fatima di Ujungpandang. Tak kalah penting adalah kesadaran akseptor sendiri mencabut susuknya. Apalagi sulit dihubungi, karena mereka sudah pindah ke tempat lain, tetapi membiarkan susuk dipakai lebih dari lima tahun. Akseptor yang begini banyak. Dari hasil penelitian tadi dilaporkan ada 88%. Kini BKKBN menyusun strategi untuk melacak. "Kita juga akan membantu mengingatkan masyarakat yang sudah waktunya susuknya dicabut," kata dr. Kartono Mohamad, Ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Memang, selama ini belum ada laporan kasus akibat memakai susuk lebih dari lima tahun. Dan sejauh ini pengaruhnya hanya kepada hilangnya efektivitas mencegah kehamilan. Tetapi secara teoretis, itu juga bisa menyebabkan kehamilan di luar kandungan. Mengingat soal ini belum pernah diteliti, menurut Kartono, sebaiknya sedia payung sebelum hujan. Siapa tahu memang ada efeknya. G. Sugrahetty Dyan K.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus