Kanker itu menyerang tiga anak. Seorang meninggal. Obatnya belum ditemukan. ORANGTUA mana yang tidak sedih melihat anaknya menjadi korban keganasan kanker kulit. Itulah yang dialami Abudawar. Ayah tiga anak itu kini pasrah setelah pihak Rumah Sakit Dokter M. Jamil, Padang, angkat tangan serta mengembalikan anaknya yang diserang kanker kulit melanoma malignan. Buruh tani itu semula tidak menyangka ketika lima tahun silam pada tubuh tiga anaknya, Irwanto, 13 tahun, Witri, 9 tahun, dan Yelifitriani, 6 tahun, muncul vlek putih mirip panu. Penduduk Desa Batu Balang, Kabupaten Limapuluh Kota, Padang, itu semula tidak menggubris isyarat jelek tadi. Lama-kelamaan bercak yang dianggap panu itu berubah hitam dan menjalar ke seluruh tubuh. Irwanto kemudian dibawa ke puskesmas. Belum ada kepastian penyakit apa yang diderita anak sulung itu, gejala tersebut menyerang pula pada dua adiknya, Witri dan Yelifitriani. Bercak itu muncul cepat hingga memenuhi permukaan tubuh ketiga anak ini. Abudawar memboyong mereka ke dokter di Payakumbuh. Ketika itu, dokter menjelaskan bahwa anak-anak tadi menderita kanker kulit. Mereka kemudian dipindahkan berobat ke Padang. Keadaan Witri lebih parah dari dua saudaranya. Akibat serangan kanker itu, dua bola matanya buta. Ia, tahun lalu, meninggal setelah bercak hitam menyerang seluruh tubuhnya. Kini yang sedang menahan derita serupa adalah Irwanto dan Yeli. Mereka, sejak pekan lalu, tak pernah lepas dari kaca mata hitam. Di balik kaca mata yang dipakai itu, matanya berair terus. Bercak hitam menyelimuti tubuhnya. Jika kulitnya mengelupas, bermunculan pula borok, yang nyeri kalau tersengat matahari. Belakangan vlek hitam itu menyerang bola mata kanan Irwanto. Sebuah benjolan merah bernanah bahkan menutupi matanya. Mata itu akhirnya buta dan hancur. Dokter di Rumah Sakit M. Jamil sebulan lalu mengangkat bola mata itu. Mata yang satu lagi hampir buta karena dimakan borok. Derita Yeli tak berbeda dengan kakaknya. Kedua bola matanya mulai memerah. Di atas alis mata kiri tumbuh pula benjolan sebesar jari. Witri, sebelum meninggal, pernah diperiksa di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang. Dari pemeriksaan Dokter Salmiah Agus, pada anak itu ditemukan sel basal carcinoma yang sudah berkomplikasi dengan melanoma malignan. Dari dua jenis kanker itu, yang pertama tergolong jinak karena tumbuh di satu tempat. Namun, jenis kedua merupakan kanker ganas, yang pertumbuhannya sulit dibendung. Apa yang menyerang Witri, waktu itu, persis dengan yang diderita sekarang oleh dua saudaranya. Menurut Dokter Zulkarnain Makarim yang pernah merawat anak-anak Abudawar itu, kasus tersebut langka. Biasanya, penyakit itu menyerang orang yang berusia lanjut. Kasus tadi baru dua kali ditemukan di Rumah Sakit M. Jamil. Penderita umumnya berasal dari satu keturunan. Kanker itu akan cepat menjalar apabila si penderita terlalu banyak berjemur. Itulah yang tidak disadari oleh keluarga Abudawar. Ketiga anaknya itu rupanya sering ikut ke sawah sehingga mempercepat bangkitnya vlek hitam pada tubuh mereka. Zulkarnain belum menemukan cara lain untuk menyembuhkan kedua anak itu. Mungkin yang dilakukan, katanya, memonitor munculnya benjolan, lalu benjolan itu dioperasi secepatnya. "Kulit yang menghitam, yang menjadi basis kanker tersebut, tetap saja tidak bisa diobati," ujar dokter ahli kulit itu. Kanker kulit yang menimpa anak-anak Abudawar, kata Zulkarnain, kuat dugaan disebabkan oleh faktor keturunan. Sebab, tambahnya, kelainan genetik bisa saja tak muncul pada orangtuanya, tetapi kemudian baru tampak pada anak-anaknya. Gatot Triyanto dan Fachrul Rasyid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini