Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Kematianku sia-sia

Kimberly bergalis,23, tercatat sebagai orang per- tama yang ketularan aids dari dokter. ia ketularan dari dokter gigi david j.acer yang baru meninggal. surat bergalis untuk pejabat depkes florida.

14 September 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KIMBERLY Bergalis, 23 tahun, terbaring sekarat di rumahnya di Fort Pierce,Florida. Perempuan cantik yang baru lulus dari Universitas Florida itu ketularan AIDS dari Dokter Gigi David J. Acer. Acer, yang baru meninggal, adalah seorang biseksual yang 150 kali ganti pasangan yang tak pernah memberi tahu pasiennya bahwa ia mengidap AIDS sejak tiga tahun silam. Padahal, ia punya 1.700 pasien. Bergalis, di Pusat Kontrol Penyakit, Atlanta, tercatat sebagai orang pertama tertular AIDS oleh dokter. Namun, nona ini menolak namanya dirahasiakan. Ia muncul di TV, dan fotonya menghiasi sampul majalah People. Baru-baru ini Bergalis menceritakan penderitaannya dalam sebuah surat, yang tak pernah dikirimnya, kepada Nikki Economu, pejabat Departemen Kesehatan Florida. Berikut petikan suratnya itu: Usiaku 21 tahun ketika dokter mengatakan aku mengidap AIDS. Aku shock. Juga keluargaku. Ingin mati rasanya aku waktu itu. Ternyata, aku terus hidup, Nikki. Aku hidup untuk menyaksikan rambutku rontok sedikit demi sedikit, menyaksikan berat badanku melorot sampai 20 kg. Terbangun tengah malam karena keringat membanjir di sekujur tubuh. Aku tak berani melihat cermin. Jerawat muncul di seluruh tubuh. Rongga mulut, tenggorokan, dan bibirku, ditumbuhi jamur. Leverku hancur karena obat. Seminggu dua kali aku menjalani suntikan yang menyakitkan. Aku menjerit setiap kali dokter melakukan biopsi. Itu baru sebagian penderitaanku. Kini aku hidup dalam ketakutan. Siapa yang harus kusalahkan. Aku tidak bersalah. Aku tak pernah melakukan hubungan badani. Tak pernah mendapat transfusi darah. Bukan pula pencandu obat bius. Aku mengecam Dr. Acer serta kalian yang merahasiakan penyakitnya, dan membiarkan dokter gigi itu tetap praktek. Aku akan mati, Nikki. Meskipun kalian kumaafkan, aku tak dapat melupakan perbuatan kalian. Jika hukum yang melindungi pasien tidak juga diciptakan, penderitaan dan kematianku akan sia-sia. Selamat tinggal. Sri Pudyastuti R.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus