Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Memahami Adab Makan yang Sopan dan Baik bagi Tubuh

Banyaknya tayangan makan brutal di televisi atau Youtube banyak memunculkan kontra karena dianggap tak mengindahkan adab makan dan tak sopan.

24 Februari 2023 | 15.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Charna Rowley, 22 tahun, mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai administrasi demi mengejar karir sebagai YouTuber. Sumber: Simon Jacobs/Caters News/mirror.co.uk

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dulu, orang tua selalu mengajarkan adab makan yang sopan, bahkan sesuai tata krama, seperti tidak boleh menyuap dengan raupan satu genggaman penuh di tangan dan suara mulut mengecap. Porsi makan pun sebaiknya tidak berlebihan, apalagi ketika makan bersama orang lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tuntunan adab makan tersebut sejalan dengan ajaran agama, baik terkait porsi dan caranya, sebagaimana pandangan dalam Islam yang disampaikan oleh Wakil Ketua PWNU Jawa Tengah KH Zimam Hanifun Nusuk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dalam pandangan Islam makan berlebihan atau yang disebut isrof itu dilarang. Sedangkan mengunyah makanan dengan bersuara melanggar adab/etika,” kata Gus Nif, panggilan akrabnya.

Gus Nif menyayangkan banyaknya tayangan makan brutal di televisi atau Youtube yang dinilainya kurang beradab, dengan porsi makan melimpah dan suara mengecap atau mengunyah yang keras. Apalagi acara disaksikan oleh jutaan pemirsa atau warganet. Padahal, pemirsa dengan beragam latar belakang pendidikan tidak semuanya memiliki daya kurasi yang baik terhadap sebuah tontonan. Belum lagi dari sisi empati, di tengah maraknya tayangan makan brutal yang memamerkan hidangan berlimpah di atas meja, ada sebagian masyarakat kita yang mungkin tidak berkesempatan makan layak tiga kali sehari.

Segala yang berlebihan pasti berdampak buruk. Tidak terkecuali makan, yang pada tahap ekstrem dapat menyebabkan kematian. Setidaknya ada lima kabar kematian para Youtuber dari sejumlah negara akibat melakukan aksi tayangan makan, baik karena jumlah maupun jenis makanan. Berikut daftar di antaranya.

-September 2013, seorang wanita Korea Selatan bernama Yoon tersedak saat makan gurita hidup-hidup di sebuah motel di Incheon, Seoul.

-April 2019, Youtuber asal Jepang, Yola, mati tersedak ketika melakukan siaran langsung memakan bola-bola nasi berukuran jumbo.

-Medio 2019, seorang Cam Boy berusia 30 tahun dari Anhui, Cina, tewas setelah melahap kelabang, ulat, dan tokek dalam kondisi hidup dibarengi minum alkohol.

-Juni 2020, Wang, seorang food vlogger Cina, meninggal di rumah sakit pada usia 30 tahun setelah merasa pusing dan mati rasa saat menyantap semangkuk besar olahan daging. Berat badan terakhirnya mencapai 100 kg, naik 40 kg dalam tempo enam bulan.

-Januari 2021, Sun Yixuan, food vlogger ternama Cina meregang nyawa karena pendarahan otak mendadak akibat kebiasaan mengonsumsi makanan tidak sehat untuk konten videonya.

Mengacaukan pencernaan
Mengenai kejadian itu, Mohammad Rudiansyah, dosen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, menjelaskan dari sisi medis.

“Ketika seseorang mengonsumsi makanan berlebihan maka bahan-bahan tersebut akan disimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan tenaga. Bila cadangan ini tidak terpakai maka akan tertimbun, menumpuk, sehingga terjadi penumpukan lemak, kemudian berat badan berlebih dan otomatis akan mengganggu kesehatan,” papar Rudi.

Padahal, pencernaan tubuh terbatas. Kelebihan ini juga terjadi dengan kapasitas tubuh dalam mencerna. Kemudian, makanan yang banyak juga berisiko meningkatkan kadar gula darah sementara kelenjar pankreas tidak menghasilkan insulin secara maksimal.

“Ini bisa melebihi kapasitas yang menimbulkan kadar gula meningkat hingga terjadi kencing manis. Selain itu, penumpukan lemak juga mengurangi kerja insulin yang menyebabkan terjadi resistensi insulin,” lanjutnya.

Menurut Rudi, makan berlebihan secara terus-menerus menimbulkan kadar kolesterol naik dan tubuh berusaha menetralisasi dengan pengeluaran asam empedu, tapi karena berlebihan menjadi terlalu banyak. Lalu terjadi penumpukan kristal-kristal asam empedu kolesterol dan terbentuklah peradangan empedu, batu empedu, juga lemak bisa menumpuk di mana-mana termasuk di hati. Tahap berikut terjadi perlemakan hati (fatty liver) yang ke depannya dapat menyebabkan gagal hati dan bahkan bisa menjadi kanker hati.

“Penumpukan lemak tadi juga terjadi di sepanjang dinding pembuluh darah, terjadi plak, ateroskelerosis, risiko serangan jantung, kemudian stroke karena pembuluh darah menyempit,” kata dokter spesialis penyakit dalam itu.

Masalah obesitas terjadi karena kelebihan berat badan akibat makan porsi besar tadi yang disebut sindrom metabolik. Mengingat dampaknya yang fatal, masih berminat untuk makan brutal? 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus