Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Deddy Corbuzer, host dan youtuber kondang ini mengaku pernah mengalami disleksia saat kanak-kanak. Menyoal kondisi disleksia mungkin secara gamblang telah diwakili dalam film Taare Zameen Par yang disutradarai Aamiir Khan. Ringkasnya, dalam film tersebut anak yang menderita disleksia sering melihat angka dan huruf jadi terbalik-balik, jadi bagaimana sebenarnya kondisi disleksia?
Asal kata disleksia diambil dari bahasa Yunani yakni “dys” dan “lexia”. Dys diartikan kesukaran dan “lexis” yang berarti berbahasa, sehingga kesimpulan dari kata disleksia adalah “kesukaran dalam berbahasa”.
Hingga saat ini belum ada temuan pasti penyebab terjadinya disleksia, tapi faktor biologis atau keturunan menjadi pemicu utama terjadinya disleksia. Mengutip dari laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), menjelaskan terdapat 40 persen probabilitas penyakit disleksia diturunkan pada anaknya dari orang tua menyandang disleksia.
Disleksia digolongkan pada kelainan neurobiologis, dimana penderita disleksia bukan hanya sekadar terganggu kemampuan berbahasanya, namun juga kemampuan membaca, menulis dan bahasa sosial.
Walaupun demikian dampak menderita disleksia, ternyata penderita disleksia memiliki kemampuan kognitif yang baik, juga beberapa kasus penderita punya tingkat kepintaran di atas rata-rata.
Gejala dini yang bisa ditemukan saat usia prasekolah, khususnya pada anak, penderita disleksia akan terasa adanya hambatan berbicara dan berbahasa. Contohnya sulit mengenali dan membedakan kata-kata yang bunyi dan melafalkan kata-kata yang hampir serupa misalnya “pesawat” menjadi “sepawat” . Tak hanya itu membeda bunyi huruf juga menjadi satu hambatan seperti “m” dengan “n.
Saat masa pendidikan sekolah, anak penderita disleksia akan begitu asing dan sangat sulit beradaptasdi dengan kosakata baru, sehingga hal ini berdampak pada pemahamannya karena kemampuan membacanya jadi terbatas. Selain itu, penderita disleksia pada masa-masa ini akan sangat kesulitan menyelesaikan tugas, termasuk belajar bahasa asing. Perbendaharaan kata yang terbatas menjadi kendala dalam berkomunikasi akibat tidak lancar berbicara dan terkadang menggunakan kata – kata yang tidak tepat.
Penyakit yang digolongkan pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder V (DSM V) secara mandiri bisa saja menunjukkan kondisi kemajuan yang lebih baik seiring bertambahan usianya, dan manajemen mengatasinya atau yang disebut coping strategy, sebab pada dasarnya anak disleksia memiliki intelegensia yang normal.
Adapun beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membantu penderita disleksia seperti jangan pernah melakukan pembulian. Pembulian atau ejekan sama sekali tidak akan membuat kemajuan pada penderita disleksia justru kata-kata buruk yang didapat malah dapat berdampak pada kepercayaan diri penderita, merusak self esteem yang pada akhirnya akan memperberat kondisi disleksianya. Karena kemampuan anak sering diperhitungkan dengan taraf akademis, kebanyakan anak yang mengalami disleksia dipandang sebagai anak yang tertinggal di kelasnya, malas, bodoh dan tidak mau bergaul dengan teman-temannya.
Hal yang harus dilakukan kerabat terdekat penderita disleksia adalah berilah afirmasi dengan mengajaknya membaca buku yang disenanginya, mungkin dapat dipermudah dengan menggunakan buku-buku interaktif.
TIKA AYU
Baca: Susah Membaca, Penderita Disleksia Biasanya Mantap di Seni
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini