Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengenakan kaus-T merah menyala dipadu celana jins, Anton, bukan nama sebenarnya, terlihat segar, Kamis siang dua pekan lalu. Orang pasti tak menyangka pria 34 tahun itu hanya hidup dengan satu ginjal, yakni sebelah kanan. Ginjal kirinya telah ia dermakan kepada pamannya, sebut saja Saptono.
"Ginjal kiri saya diambil lewat operasi laparoskopi pada 20 Desember lalu di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo," kata Anton. Ditemui di sebuah restoran di Pondok Indah Square, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, lajang ini menceritakan dengan santai ihwal pencangkokan ginjal miliknya untuk si paman. Ditemani sepiring nasi goreng dan es teh manis, Anton mengaku bersyukur lantaran proses pengambilan ginjal, plus pencangkokan ke tubuh pamannya, berlangsung lancar.
Yang lebih menggembirakan, setelah hampir satu setengah bulan, kondisi tubuh Anton kini kembali prima. Empat bekas sayatan pisau operasi di perut kiri, yang dipakai untuk mengeluarkan ginjal kirinya, sudah pula mengering. Dengan malu-malu, lantaran takut terlihat orang yang lalu-lalang di sekitar restoran, ia mengangkat sedikit kausnya untuk menunjukkan bekas sayatan itu. "Aktivitas saya sudah normal seperti sebelum operasi," katanya.
Tekad Anton untuk mendonorkan ginjal tercetus setelah salah seorang anak Saptono dinyatakan tak memenuhi syarat sebagai donor. Si anak terlalu gemuk. Anton rela menyerahkan salah satu ginjalnya karena hubungannya dengan keluarga Saptono sangat baik. Tapi Anton sempat pula dibayangi keraguan. Dioperasi—bagaimanapun—menakutkan bagi banyak orang. Ada bagian tubuh yang disayat dan salah satu organnya dikeluarkan.
Keraguan itulah yang memicu Anton mencari informasi sebanyak mungkin tentang donor ginjal. Ia rajin membuka Internet dan mencari literatur tentang masalah tersebut. Ia pun mendapat penjelasan dari dokter di RSCM tentang operasi laparoskopi yang risikonya jauh lebih kecil daripada bedah besar. Niatnya mendonorkan ginjal akhirnya terlaksana. Sejak 20 Desember 2011, Anton hidup dengan satu ginjal.
RSCM adalah satu-satunya rumah sakit di Indonesia yang telah menggunakan teknik laparoskopi untuk mengambil ginjal. Amerika Serikat menggunakan teknik ini sejak 1995 dan India sejak 2002. Di RSCM, teknik ini mulai digunakan pada November 2011. Saat ini setidaknya sudah ada delapan donor yang diambil ginjalnya dengan teknik laparoskopi. Di rumah sakit pelat merah tersebut, bedah laparoskopi donor ginjal dilakukan tim yang beranggotakan tiga dokter, dipimpin Chaidir A. Mochtar, dokter spesialis urologi.
Pertengahan bulan lalu, beberapa penerima ginjal dengan teknik laparoskopi, bersama tim yang menanganinya, berbagi pendapat dalam seminar media bertajuk "RSCM Mampu Melakukan Teknik Transplantasi Ginjal Berstandar Internasional". Teknik cangkok ginjal terbaru dinilai penting karena di Indonesia, menurut data Persatuan Nefrologi Indonesia, diperkirakan ada sekitar 70 ribu kasus gagal ginjal tahap akhir. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen menjalani cuci darah, dan kurang dari 500 yang menjalani transplantasi ginjal.
Teknik laparoskopi memiliki sejumlah keunggulan. Antara lain, masa perawatan lebih cepat, perdarahan dan nyeri lebih sedikit, serta donor bisa lebih cepat kembali beraktivitas. Sebagai perbandingan, donor dengan bedah terbuka bisa beraktivitas 28 jam setelah operasi. Dengan teknik laparoskopi hanya dibutuhkan istirahat 14 jam.
Teknik laparoskopi ini seperti orang memetik buah dengan galah. Awalnya dokter membuat empat sayatan kecil (diameter 5-12 milimeter) di bagian perut sebelah kiri karena ginjal kiri lebih mudah diambil. Dari empat lubang tersebut, tim dokter akan memasukkan kamera teleskopik serta instrumen khusus lain untuk membebaskan ginjal dari jaringan lain di sekitarnya, dari ginjal itu sendiri sampai saluran kencing.
Untuk mengeluarkan ginjal yang sudah tertangkap "galah" itu, tim dokter akan membuat sayatan di bawah pusar sepanjang 10 sentimeter. Sayatan dibuat melintang tanpa memotong otot sama sekali. Yang dipotong adalah fascia (lapisan jaringan ikat), kulit, dan lemak subkulit. Itu sebabnya, nyeri yang dirasakan donor jauh berkurang dibanding teknik operasi terbuka yang harus memotong setidaknya tiga otot. Setelah dikeluarkan dengan nyeri minimal, ginjal langsung diberikan kepada tim bedah kedua di ruang operasi sebelah untuk ditanam ke tubuh penerima.
Menurut Chaidir, minimalnya rasa nyeri yang dirasakan donor sesuai dengan idealisme dalam dunia kedokteran, yaitu primum non nocere. "Artinya, firstly do no harm (jangan merugikan). Sebab, pada dasarnya, donor kan orang sehat. Kalau bisa, lakukan dengan harm yang lebih kecil," kata dia.
Berkat operasi itu, Saptono tak perlu lagi menjalani rutinitas cuci darah alias hemodialisis, yang dulu dia lakukan dua kali saban pekan. Anton pun cepat pulih dan melanjutkan aktivitasnya dengan normal.
Amirullah, Dwi Wiyana
Hidup dengan Ginjal Sebelah
SELAIN soal operasi pengambilan, salah satu sebab orang enggan mendonorkan ginjalnya adalah karena ketakutan akan hidup dengan satu ginjal. Hal itu juga menghantui Anton ketika hendak mendonorkan ginjal untuk pamannya. Padahal, berdasarkan penelitian, tidak ada perbedaan yang signifikan antara hidup dengan satu dan dua ginjal.
"Fungsi ginjal memburuk atau tidak, itu tidak bergantung pada satu atau dua ginjal," kata Chaidir A. Mochtar, dokter spesialis urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. "Tapi tergantung bagaimana pola hidup dan mengendalikan penyakit yang datang, seperti diabetes dan infeksi."
Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Endang Susalit, menguatkan pernyataan itu. Menurut dia, bila fungsi dua ginjal orang yang sehat mencapai 100 persen, dengan mendonorkan satu ginjal, fungsi yang tersisa masih 50 persen, bahkan 65 persen karena adanya respons adaptasi dari tubuh. "Padahal fungsi ginjal yang dibutuhkan untuk hidup normal hanya sekitar 25 persen," kata dia. "Seseorang baru mengalami masalah ginjal jika fungsinya sudah berada di bawah 25 persen."
Anton membuktikannya. Hidup dengan satu ginjal tak membuat Anton mengurangi aktivitas. Dia tetap bisa beraktivitas secara wajar. Makan pun tak ada pantangan. "Dokter hanya menyarankan untuk mengurangi makan daging dan minuman energi, lalu menghindari makan penyebab asam urat," kata Anton, yang kesehariannya berbisnis makanan. "Juga jangan sembarangan minum obat," ia menambahkan.
Amirullah, DW
- Dokter membuat empat sayatan kecil (diameter 5-12 milimeter) di bagian perut sebelah kiri karena ginjal kiri lebih mudah diambil. Dari empat lubang tersebut, tim dokter akan memasukkan kamera teleskopik serta instrumen khusus lain untuk membebaskan ginjal dari jaringan lain di sekitarnya, dari ginjal itu sendiri sampai saluran kencing.
- Untuk mengeluarkan ginjal, tim dokter akan membuat sayatan di bawah pusar sepanjang 10 sentimeter. Sayatan dibuat melintang tanpa memotong otot sama sekali. Yang dipotong adalah fascia (lapisan jaringan ikat), kulit, dan lemak subkulit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo