Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Mengenal Blayag, Ketupat ala Bali dengan 15 Lauk

Selain untuk dikonsumsi sehari-hari, blayag yang mirip ketupat ini sering digunakan pada upacara adat.

9 Maret 2024 | 22.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Blayag, ketupat ala Bali dengan 15 lauk (denpasarkota.go.id)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Warga Bali pasti sudah tidak asing lagi dengan kuliner khas daerah Karangasem yang satu ini. Blayag, sajian sejenis ketupat yang biasa disantap dengan beragam lauk sebagai pelengkap. Selain bentuknya yang lonjong, perbedaan blayag dengan ketupat pada umumnya adalah penggunaan janur atau ambu sebagai pengganti yang membuat rasa blayaglebih kental dan bertekstur lebih kenyal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain untuk dikonsumsi sehari-hari, blayag juga sering digunakan pada upacara adat. Masyarakat Bali, khususnya yang beragama Hindu, biasa menggunakan blayag sebagai banten atau perlengkapan persembahan tulus yang juga biasa disebut dengan yadnya. Salah satu warung blayag di Karangasem, Bali yang terkenal legendaris adalah Warung Blayag Mek Sambru.

15 Lauk Pendamping Blayag

Lauk pauk yang dapat dijadikan pendamping blayag benar-benar beragam. Tidak hanya satu atau dua, melainkan belasan menu yang dinilai cocok dengan cita rasa blayag untuk menambah kelezatan saat menyantapnya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berikut 15 menu pendamping yang cocok dinikmati sebagai pelengkap blayag.

1. Be siap metoktok atau daging ayam yang digeprek dengan bumbu yang didominasi cita rasa gurih dan pedas.
2. Sate serapah. Sate ini berbahan dasar dari kulit ayam, hati ayam, dan rebusan darah ayam.
3. Tim daging ayam yang gurih dan lembut.
4. Geragasan. Lauk ini berisi tulang dan/atau daging ayam yang direbus dengan santan kelapa. Santapan tulang seperti ini di daerah Jawa lebih dikenal dengan tengkleng.
5. Tempe goreng rasa asam-manis.
6. Tempe santan rebus.
7. Pemelicingan. Berbeda dengan sambal plecing, pemelecingan adalah sambal dengan bahan dasar cabai merah yang digunakan sebagai pelengkap be siap metoktok.
8. Pelalah, mirip dengan pemelicingan yang merupakan sambal dari cabai merah.
9. Bawang goreng. Penambah selera makan yang cocok untuk beragam hidangan, termasuk blayag.
10. Sayur olah yang terbuat dari rebusan kacang panjang dicampur bumbu dan santan kelapa.
11. Sayur urab atau urap kacang panjang, urab daun belimbing, dan jenis lainnya yang disesuaikan dengan musim.
12. Sayur buah nangka.
13. Kacang goreng.
14. Saur atau hidangan sejenis serundeng yang bahan utamanya adalah parutan kelapa.
15. Beragam sajian telur.

Dari belasan menu yang ada, be siap metoktok yang disajikan dengan sambal pemelecingan merupakan hidangan pelengkap blayag yang paling populer. Sama seperti nasi campur, menu-menu tersebut akan disediakan di dalam wadah yang terpisah dan dapat dipilih sesuai selera pengunjung.

Sejarah Kuliner Blayag

Sebelum menjadi salah satu komoditas ekonomi di Bali dan santapan yang bisa dinikmati sehari-hari, awalnya blayag hanya digunakan sebagai sarana ritual keagamaan pada masyarakat Hindu Bali. Dilansir dari ceraken.baliprov, pengadaan blayag pada ritual-ritual adat Bali sudah terjadi sejak adanya subak atau upacara untuk Dewi Sri yaitu sejak 1072 Masehi, tahun ditulisnya prasasti Klungkung A yang menjadi sumber utama informasi ini.

Ritual-ritual yang membutuhkan blayag biasanya yang berkaitan dengan tahapan bercocok tanam di persawahan yang dilaksanakan oleh para petani. Blayag sebagai harapan akan kesuksesan hasil panen, seperti mebiukukung yang dilakukan menjelang panen padi.

Menurut beberapa lontar dan prasasti lain, ada beberapa hari raya lainnya yang menggunakan blayag untuk perlengkapan ritual selain mebiukukung, salah satunya pada soma ribek yang tertulis dalam lontar Sundarigama. Pada ritual ini, masyarakat akan mempersembahkan sesajen di lumbung beras sebagai rasa syukur atas panen padi yang berlimpah kepada manifestasi Tuhan dalam wujud Sang Hyang Sri Amrta dan juga Dewi Sri atau yang dikenal dengan Dewi Kesuburan. Beberapa abad setelahnya, tepatnya pada 1950-an, barulah hidangan blayag ini dijadikan komoditas ekonomi atau kuliner khas hingga hari ini, terlebih di daerah Karangasem. 

Di samping fungsinya sebagai identitas daerah yang diwariskan secara turun-temurun, blayag juga menjadi bentuk dari ketaatan seseorang bahkan komunitas dalam menjalankan ritual keagamaannya. Tidak hanya rasanya yang nikmat dan merupakan salah satu roda perputaran ekonomi daerah, blayag melambangkan nilai religius, kekeluargaan, dan solidaritas yang tinggi.

HANIN MARWAH NURKHOIRANI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus