DI tahun 1951 seorang peneliti bernama Krebs menemukan sejenis asam pada buah aprikot. Zat dengan bobot molekul 281 itu ditemukan memiliki sifat fisik kimia, dan biologis yang mirip dengan vitamin B. Seperti juga vitamin B, asam itu banyak terdapat pada tanaman biji-bijian. Karena itu, disebut asam pangamat - dari kata pan yang berarti "semua" dan gami yang berarti "biji". Berdasar penelitiannya, Krebs mengusulkan agar asam pangamat dimasukkan dalam jajaran vitamin B, dan ia menyebutkannya sebagai vitamin B-15 sesuai dengan urutan penemuannya. Akan tetapi banyak ilmuwan tak setuju karena sejumlah sifat asam itu belum bisa diuraikan. Sejak itu asam pangamat atau vitamin B-15 itu dikenal sebagai vitamin yang penuh kontroversi. Sabtu pekan lalu, teori Krebs tentang vitamin B-15 itu gugur. Alfred Agus Djajakusumah, dalam disertasinya yang dipertahankannya di Sidang Senat Guru Besar Universitas Padjadjaran, menyatakan vitamin B-15 memiliki sifat-sifat yang sebaliknya dari vitamin - apalagi vitamin B. Dengan kata lain, dokter ahli biokimia fakultas kedokteran universitas itu, berpendapat vitamin B-15, bukan vitamin. Menurut Prof. H. Soedjatmo Soemowerdojo, promotor Alfred, disertasi Alfred memang hasil penelitian pertama yang bisa diakui kadar ilmiahnya. "Di sejumlah negara memang pernah dilakukan beberapa penelitian, tapi publikasinya menunjukkan tak ada eksperimen mendalam," ujar Soedjatmo, guru besar dalam bidang fisiologi itu. Vitamin B-15 sendiri memang belum diakui secara penuh di dunia kedokteran. Di banyak negara, vitamin itu tak pernah digunakan berdasar resep dokter. Banyak negara juga melarang peredarannya sebagai vitamin independen. Yang terbanyak beredar, sebagai obat bebas (semacam obat kuat) atau dalam bentuk food additive. Uni Soviet satu-satunya negara yang membolehkan vitamin B-15 beredar sebagai vitamin. Namun, popularitas vitamin B-15 jauh melebihi vitamin-vitamin lainnya. Vitamin itu dipercaya bisa mengobati berbagai penyakit: kencing manis, hiperkolesterolemi, dan berbagai kelesuan tubuh. Maka, B-15 beredar dengan berbagai nama: Sankyo (produksi Jepang), Aamgamik 15, Oorganik 15TM Bio 15, Protamin B-15, dan Formula B-15 (produksi Amerika Serikat). Di Indonesia, di tahun 1976 sejumlah produsen obat amatir memproduksi pula berbagai macam vitamin B-15 setelah tersebar isu, vitamin itu bisa ditemukan dalam bekatul. Begitu populernya bekatul ini, hingga penggunaannya terhitung membabi buta. KARENA itu, Alfred penasaran, dan bertanya dalam hati, apa betul asam pangamat begitu hebat bagi tubuh. Dan pertanyaan itu diburunya lewat penelitian selama tiga tahun. Ia harus berjuang keras karena harus mendatangkan asam pangamat murni dari Amerika Serikat, juga zat-zat radioaktif. Untung, ia banyak dibantu badan-badan penelitian, seperti Badan Tenaga Atom Nasional dan LIPI. Alfred, selama bertahun-tahun itu, khusus memperhatikan penyerapan makanan, vitamin B (yang sangat berpengaruh pada metabolisme tubuh) dan vitamin B-15 itulah. Apa yang ditemukannya mengejutkan. Asam pangamat ternyata menghambat penyerapan sebagian besar zat yang diperlukan tubuh. Khususnya transportasi bahan makanan (nutrien) misalnya gula dan asam amino. "Jadi, tubuh lama-lama malah bisa jadi kurus, dong," ujar Alfred pada Syafiq Basri dari TEMPO. Soedjatmo membenarkan, vitamin B-15 tak bisa dikatakan vitamin. "Vitamin B misalnya umumnya mempengaruhi proses metabolisme tubuh, asam pangamat justru sebaliknya," katanya menegaskan. Maka, menurut Soedjatmo, Alfred telah membuat sebuah penelitian yang penting: mendudukkan penggunaan asam pangamat pada tempat yang tepat - tidak sebagai vitamin. J.S.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini