Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Mendeteksi jantung remaja

Dr. ernijati sjukrudin, pada simposium penyakit jantung di bandung, menjelaskan penyakit jantung di mulai dimasa remaja tanpa gejala klinis. pemeriksaan dapat membantu pencegahan secara dini. (ksh)

14 Desember 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYAKIT jantung bukan cuma akibat stres dan faktor ketuaan yang tak dapat dihindari, tapi juga karena faktor-faktor lingkungan yang sebenarnya bisa dicegah dan diatasi. "Dengan kata lain," ujar ahli jantung dr. Ernijati Sjukrudin, "pencegahannya harus dimulai sedini-dininya, sebelum manifestasi klinis muncul ketika penyakit sudah lanjut." Ernijati Sjukrudin adalah salah seorang pembicara pada Simposium Penyakit Jantung pada Remaja, yang diselenggarakan di Hotel Homann, Bandung, dua pekan lalu. Simposium itu sendirl - salah satu mata acara Rapat Kerja Nasional Perhimpunan Kardiologi Indonesia - dihadiri sekitar 200 dokter dari seluruh Indonesia. Dalam simposium itu, Ernijati membawakan makalah berjudul Faktor Risiko Koroner pada Remaja. Simposium agaknya memang menekankan pembahasan ke topik yang kini hangat dibicarakan di kalangan kedokteran, yaitu penemuan bahwa penyakit jantung berproses cukup lama. Setelah bertahun-tahun para ahli meneliti sebab musabab penyakit jantung, sekitar tahun 1980 ditemukan bukti statistik bahwa penyakit jantung berawal di masa kanak-kanak dan remaja. Hal ini, menurut Ernijati, tak bisa disangkal lagi. Dari hasil autopsi terhadap sejumlah jenazah penderita jantung ditemukan bahwa tumpukan lemak yang menimbulkan penyakit itu misalnya sudah terjadi di masa kanak-kanak dan remaja. "Pada sejumlah negara maju, tumpukan itu rata-rata dimulai pada usia 10 tahun," ujar Ernijati, "tapi di negara berkembang penumpukan rata-rata dimulai pada usia 20 tahun." Penemuan ini dengan sendirinya bisa dijadikan langkah baru dalam upaya mengurangi insidensi penyakit jantung. Bila pencegahan dapat dilakukan sedini-dininya, jumlah penderitanya - di masa mendatang - tentunya akan turun. Sementara ini, usaha ke arah itu belum banyak. Masuk akal, siapakah yang bisa membayangkan perlunya memeriksakan kemungkinan penyakit jantung pada masa kanak-kanak dan remaja, bukankah penyakit jantung adalah penyakit orang tua? Tambah lagi, di masa kanak-kanak dan remaja, gejala klinis penyakit jantung boleh dikatakan tidak ada. Karena tak adanya gejala klinis ini, menurut Ernijati, jalan terbaik untuk mendeteksi penyakit jantung pada masa remaja adalah membuat kalkulasi faktor-faktor risiko. Yaitu antara lain: kebiasaan merokok, hiperkolesterolemi (tingginya kolesterol darah yang memungkinkan terjadinya penumpukan lemak), hipertensi (tingginya tekanan darah), obesitas (kegemukan), dan hiperglikemi (tingginya gula darah). Menurut Ernijati, pemeriksaan bisa membantu pencegahan dini penyakit jantung ini. Misalnya mengamati penumpukan lemak pada jaringan ikat endotel (lapisan sel sebelah dalam) yang bisa menimbulkan penyempitan pembuluh darah - dan kemudian penyakit jantung. Pada anak-anak muda, menurut Ernijati, penumpukan ini belum sampai membuat permukaan endotel menggembung, tapi baru tonjolan awal yang disebut fibrous plaque. "Kalau pencegahan ingin berhasil, usaha harus dimulai sebelum fibrous plaque ini muncul, misalnya dengan mengatur makanan," ujar Ernijati. Bioteknologi Amerika Serikat belakangan juga sudah menemukan tes yang mampu mendeteksi gen (pada mereka yang berbakat) yang bertanggung jawab mengalihkan lemak dan kolesterol ke darah (TEMPO, 2 November 1985). Namun, menurut Ernijati dalam simposium, penumpukan lemak akibat hereditas (bakat) persentasenya kecil. "Penyebabnya lebih banyak akibat faktor lingkungan," katanya. Mengenai hiperkolesterolemi, menurut Ernijati lagi, sebaiknya dijaga melalui pengetesan kadarnya dalam darah. Kadar kolesterol yang ideal untuk para remaja dan kanak-kanak umur 5-18 tahun ialah 110 mg.% (kadar yang dianggap berbahaya 260 mg.%). Lalu, bagaimana mencegah naiknya kadar itu secara praktis? "Makan secukupnya dengan kadar gizi yang baik, dan hindari fast food yang tinggi kalori," ujar Ernijati, yang juga Ketua Subbagian Penyakit Jantung, RS Hasan Sadikin, Bandung. Ia juga menyarankan olah raga yang teratur. Di samping kedua ikhtiar itu, sudah tentu Erni menyarankan agar para remaja tidak mulai merokok - usaha yang harus diupayakan sendiri, tanpa bantuan dokter. "Dari eksperimen terbukti bahwa CO dan nikotin dari rokok menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah jantung, Iho," ujar ahli jantung itu. J.S Laporan biro Bandung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus