PENYAKIT keturunan ternyata tidak menurun dalam keadaan persis sama. Penelitian terakhir yang dipublikasikan harian The New York Times awal bulan silam menunjukkan bahwa penyakit keturunan dapat berubah ketika diturunkan. Fakta tersebut mengejutkan. Sebelum ini, para ahli percaya bahwa penyakit keturunan menurun dalam keadaan yang sama. Para ahli juga bertanya-tanya, bila penyakit keturunan dapat berubah, sifat dan faktor keturunan lainnya tentu berubah pula ketika diturunkan. Kenyataan yang mengejutkan itu terungkap pada penelitian penyakit keturunan myotonic dystrophy. Selama ini, myotonic dystrophy dikenal sebagai penyakit keturunan ringan yang ditemukan pada satu di antara 10.000 orang. Penderitanya kehilangan kendali pada saraf pergelangan tangan. Gejala yang paling umum, si penderita tidak dapat melepaskan genggaman ketika berjabatan tangan. Namun, para peneliti menemukan penyakit keturunan yang ringan itu dapat menjadi semakin parah ketika diturunkan dari generasi ke generasi. Tiga kelompok penelitian di Amerika Serikat dan Inggris secara terpisah menemukan bukti tersebut. Beberapa tahun terakhir, myotonic dystrophy memang menarik perhatian para ahli. Mereka melihat keanehan-keanehan genetik pada penyakit ini. Gen (pembawa sifat) penyebabnya dapat membesar dan mengalami berbagai perubahan. Karena itu, 39 peneliti di sebelas pusat penelitian di Amerika Serikat dan Eropa kini mengamati penyakit keturunan ini melalui berbagai penelitian. "Sekarang myotonic dystrophy bisa dikategorikan berbahaya bila diturunkan," kata Dr. David Housmann, ahli genetik dari Massachusetts Institute of Technology. Gen penyebab penyakit ini, menurut Housmann, tidak selalu menimbulkan penyakit pada pembawanya. "Gejala penyakitnya baru terlihat pada anak atau cucu mereka, dalam keadaan yang lebih parah," ujarnya. Dalam penelitiannya, Housmann menemukan bahwa gen penyebab myotonic dystrophy mengalami mutasi genetik ketika diturunkan. Susunan kimiawi gen ini berubah dengan akibat semua kode perintah yang dibawa gen itu berubah pula. Menurut Housmann, yang paling dramatis adalah berubahnya kode perintah pembelahan sel. Perubahan tersebut dapat mengubah sel suatu jaringan menjadi semacam sel kanker. Mutasi ini menjadi makin liar setiap kali diturunkan. "Sekali proses mutasi ini terjadi, perubahan-perubahan akan berlanjut dan cenderung memburuk," katanya. Pada mutasi itu kedudukan gen berpindah-pindah. Biasanya, posisi suatu gen -- dalam rangkaian asam amino di inti sel -- tetap di lokasi tertentu. Tiga grup penelitian, yang paling akhir melacak gejala perubahan gen myotonic dystrophy, menemukan gen ini di tempat-tempat berbeda. "Di semua kedudukannya, gen ini menimbulkan kelainan berupa pertumbuhan sel yang tidak normal pada organ tertentu," ujar Dr. David Ledbetter, ahli genetika dari Baylor College of Medicine, Houston, AS. Penelitian Ledbetter lebih jauh menunjukkan bahwa gen myotonic dystrophy ternyata berkaitan dengan berbagai kelainan. Gen ini terungkap menimbulkan katarak mata, lapisan kerak pada kornea yang muncul pada usia lanjut. Gen ini ditemukan berkaitan juga dengan terjadinya kebotakan, gangguan denyut jantung, diabetes, menurunnya fungsi buah zakar, dan gangguan pada indung telur. Dr. Robert Korneluk, ahli saraf dan anggota tim Ledbetter, menemukan bukti hubungan gen myotonic dystrophy dengan berbagai kelainan itu. Korneluk mulanya meneliti gejala klinis penyakit keturunan ini, khususnya pada saraf. Namun, yang ditemukannya jauh lebih mengejutkan daripada kelainan saraf. Ketika meneliti seorang wanita penderita myotonic dystrophy, Korneluk menemukan gen penyebabnya telah mengalami mutasi. Pelacakan menunjukkan bahwa gen pada wanita ini diturunkan dari ayahnya. Pada si ayah gen tadi tidak menimbulkan myotonic dystrophy, tetapi berkaitan dengan katarak. Korneluk juga menemukan gen penyebab myotonic dystrophy yang sudah mengalami mutasi selama tiga generasi pada seorang bayi. Di sini gen itu menimbulkan gangguan pernapasan yang fatal. Menurut Dr. Bert Vogelstein dari John Hopkins University School of Medicine, terjadinya perubahan gen itu dapat mengubah seluruh teori tentang penurunan sifat. Artinya, gengen yang diturunkan, baik yang normal maupun yang tidak, dapat mengalami perubahan karena suasana kimia di sekitarnya. Dalam sepuluh tahun terakhir, memang sudah dipertanyakan apakah gen pembawa sifat dapat berubah karena perubahan lingkungan kimia di sekitarnya. Gen, yang dapat dikenali melalui jenis protein yang dikandungnya, berada dalam rangkaian asam amino di dalam inti sel disebut DNA. Susunan asam amino ini dapat berubah antara lain karena situasi hormonal dan kondisi metabolisme tubuh. Melihat susunan kimianya, gen secara teoretis sangat mudah dipengaruhi suasana kimiawi di sekitarnya. Kini terbukti bahwa gen dapat berubah. Dan teori keturunan pun berubah. Rupanya, suatu sifat buruk dapat menjadi lebih buruk ketika diturunkan. Namun, dapat juga terjadi suatu sifat tidak langsung diturunkan dari orangtua ke anak. Itu baru muncul pada keturunan ketiga dan seterusnya. Kecerdasaan, misalnya, tidak langsung menurun pada sang anak, tapi dapat menjadi kecerdasan istimewa kepada si cucu. Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini