Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Mewaspadai <font color=#339900>Pembunuh Senyap</font>

Virus hepatitis B menyerang dan merusak hati hampir tanpa gejala. Jalan masuknya bisa sepele. Membunuh satu juta orang per tahun.

22 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELAMA ini Abdul Hakim menganggap gejala ”aneh” yang dirasakannya hanya isyarat flu biasa. Ada rasa mual, lemas, dan perut kembung, dalam setahun terakhir. Karena itu ia merasa tak perlu ke dokter. Kadang ia membeli obat bebas di warung dekat rumah. Ternyata keadaan tubuhnya kian payah.

Nafsu makannya padam. Berat badan lelaki 53 tahun itu turun tajam, dari 65 kilogram menjadi 50 kilogram. ”Saya juga sering muntah,” katanya.

Dia makin cemas ketika melihat air seninya kemerahan. Barulah Hakim berobat ke dokter. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan bahwa ayah tiga anak itu diserang virus hepatitis B. Menurut perkiraan Badan Kesehatan Dunia (WHO), virus perusak hati ini menyerang 400 juta warga dunia, dan hampir 12 juta di antaranya penduduk Indonesia.

Vonis dokter itu membuat Abdul Hakim terperanjat. ”Saya tidak merokok, minum alkohol, atau memakai narkoba,” katanya. Sebagai suami, dia juga tergolong setia, tak suka ”jajan” sama sekali. Hakim lupa pada keisengannya 20 tahun lalu: membuat tato mungil di lengan kirinya. Inilah pintu masuk virus. Dalam beberapa kasus, penyakit ini bisa berlanjut jadi penyakit hati kronis (sirosis), hingga kanker hati yang mematikan. Untunglah, setelah menjalani pengobatan intensif lebih dari sepekan di rumah sakit, kondisi Hakim membaik.

Ali Sulaiman, ahli hepatitis dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, punya penjelasan sederhana. Menurut dia, cara penularan virus hepatitis B mirip HIV-AIDS, yakni lewat perantaraan darah, lalu perlahan menggerus sel hati (lihat infografik). Virus ini juga tergolong gesit. Penularan bisa terjadi lewat luka terbuka di kulit lalu terkontaminasi darah yang mengandung virus ini. ”Dibandingkan dengan HIV, virus ini cepat sekali menular,” kata Ali dalam acara peringatan Hari Peduli Hepatitis Dunia di Jakarta, awal Oktober silam.

Jarum yang digunakan merajah tubuh memang bisa menjadi media penularan bila dipakai beberapa kali atau tidak higienis. Para perempuan penggemar perawatan di salon, termasuk untuk keindahan kuku tangan dan kaki—manicure dan pedicure—juga sebaiknya berwaspada. Jika peralatan yang digunakan tidak bersih betul, virus bisa masuk. Apalagi jika, ketika melakukan perawatan kecantikan, kekebalan tubuh sedang anjlok.

Repotnya, seperti jenis hepatitis lain (hepatitis A dan C), kehadiran virus ini sering tak menampakkan gejala khusus. Ya itu tadi, mirip gejala flu biasa. Sese orang bisa hidup bersama virus hepatitis B selama puluhan tahun tanpa menyadari keberadaannya. ”Cuma 30 persen yang menimbulkan gejala,” kata Ali Sulaiman, yang juga Ketua Kelompok Kerja Hepatitis Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Keluhan biasanya muncul setelah terlambat, ketika kerusakan hati sudah mencapai stadium lanjut, sehingga pengobatannya lebih sulit. ”Penyakit ini sampai dijuluki silent killer atau pembunuh diam-diam,” kata Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, Unggul Budihusodo. Menurut dokter spesialis penyakit dalam ini, perjalanan hepatitis B—mulai terinfeksi hingga menimbulkan penyakit—bisa mencapai 10 sampai 30 tahun.

Proses panjang ini sebetulnya memberikan peluang bagi mereka yang berisiko terjangkit hepatitis B untuk melakukan pemeriksaan awal. Semakin cepat pengobatan, kian besar kemungkinan sembuh. Tapi, dalam kenyataannya, kepedulian seperti itu masih sangat rendah.

Bertepatan dengan Hari Peduli Hepa titis pada 1 Oktober, Unggul dan para koleganya yang tergabung dalam Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia dan Kelompok Kerja Hepatitis Departemen Kesehatan merasa wajib mengajak masyarakat melakukan tes HBsAg atau pemeriksaan darah untuk mendeteksi virus hepatitis B.

Ketua Sub-Divisi Hepatologi FKUI-RSCM, Nurul Akbar, mengatakan tes HBsAg menjadi kunci keberhasilan pengobatan sekaligus satu-satunya cara menghentikan penyebaran virus. Hal ini penting mengingat prevalensi—tingkat keterjangkitan penyakit dibandingkan dengan jumlah penduduk—infeksi hepatitis B seperti fenomena gunung es. ”Hanya sedikit yang terdeteksi dan di obati,” katanya. Padahal kasus kematian akibat penyakit ini mencapai satu juta orang per tahun di seluruh dunia.

Cara lain mencegah penularan hepatitis B adalah lewat program imunisasi. Cuma, pemberian vaksin penangkal virus hepatitis B hanya manjur untuk bayi yang baru dilahirkan. Buat orang dewasa, imunisasi itu tak diperlukan. Soalnya, orang dewasa bisa mengeliminasi virus hepatitis B secara spontan—tentu tergantung kondisi kekebalan tubuh.

Bila hepatitis B keburu menimbulkan keluhan, perlu dilakukan pengobatan segera. Salah satunya dengan suntik an pegylated interferon alfa 2a (Pegasys), yang diberikan secara berkala selama 48 minggu. Hanya, hepatitis B tidak bisa disembuhkan total. Virus ini tidak bisa dihilangkan karena sudah merusak dan begabung ke DNA (deoxyribonucleic acid) manusia. Pengobatan cuma untuk menyembuhkan gejala dan mengendalikan perkembangan virus. Juga untuk memperkuat kekebalan tubuh. Kalau sudah berlanjut jadi penyakit hati kronis atau sirosis, satu-satunya jalan adalah transplantasi hati.

Nunuy Nurhayati


Serangan Virus Perusak Hati

  • Virus hepatitis B berukuran 42 nanometer dengan DNA rantai ganda. Jasadnya terdiri atas nucleocapsid core (HBc Ag) berukuran 27 mm yang dikelilingi lapisan lipoprotein berisi antigen permukaan (HbsAg).
  • Virus menular dengan perantaraan darah lewat beberapa cara: dari ibu ke bayi yang dikandungnya, hubungan seks tanpa kondom dengan orang yang membawa virus hepatitis B, lewat jarum suntik yang tidak sekali pakai, pisau cukur, jarum tato, jarum tindik kuping, alat manicure dan pedicure, akupunktur, sikat gigi, sampai jarum bor gigi.
  • Virus yang masuk ke tubuh lalu menyerang sel hati untuk berkembang biak. Virus juga akan menggabungkan DNA-nya dengan DNA tubuh orang yang diserang.
  • Sel-sel hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Hati yang semula kenyal dan halus menjadi bengkak dan mengeluarkan enzim alanin aminotransferase ke darah. Tingginya kadar enzim ini menunjukkan hati mulai rusak.
  • Setelah membengkak, hati mencoba memperbaiki diri dengan membentuk parut-parut kecil yang disebut fibrosis. Pada seluruh bagian hati akan terbentuk jaringan-jaringan ikat serta tonjolan-tonjolan, sehingga struktur jaringan hati menjadi kacau.
  • Aliran darah pada jaringan hati terhambat, hati mulai menciut dan menjadi keras. Keadaan ini disebut sirosis.
  • Hati tidak berfungsi sama sekali. Transplantasi hati adalah pilihan satu-satunya untuk mengatasi masalah ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus