Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Nasib premi Chumaidy

Seorang "security" garuda, chumaidy, berhasil menggagalkan usaha penyelundupan emas oleh tiga pilot garuda. tapi uang preminya dianggap mengecewakan. (sd)

3 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANGGAL 17 Juli 1976. Malam Minggu. Sebuah DC 9 yang dikemudikan Capten Desmond Hutagaol dan Co Pilot, FEW Walian mendarat di Kemayoran dari Medan. Kecurigaan timbul dalam hati Chumaidy --security Garuda berusia 35 tahunan dan bekerja sejak 1961. Pesawat itu parkir lebih jauh dari yang seharusnya. Chumaidy menstater motornya mendekati pesawat. Ia melihat Capten Pilot dan Co Pilot siap turun dari tangga pesawat dengan membawa koper di tangan masing-masing. Kecurigaannya bertambah, karena koper itu kelihatannya berat. Sesampainya di landasan Chumaidy langsung menegor "Berat betul oleh-olehnya Kep."Desmond menjawab" Ah biasa, oleh-oleh." Chumaidy tidak sabar lagi, ia menyuruh kedua koper itu dibuka. Tapi Crew pesawat Garuda tersebut menolak dengan mengatakan kuncinya tidak ada. Kebetulan ketika itu Chumaidy melihat seorang petugas Bea Cukai, Rosit, lagi naik sepeda. Chumaidy langsung memanggil Rosit. "Rosit, tak salah lagi, ini dia" kata Chumaidy, yang sudah lama mensinyalir ulah pilot-pilot Garuda yang menerbangkan pesawat lin dalam negeri waktu itu. Sudah untung Kedua pilot itu diperintahkannya berurusan dulu dengan kantor Bea Cukai Kemayoran. Perintah itu disetujui Desmond Hutagaol. Dan mobil Combi yang membawanya dipersilakan bergerak. Tetapi gelagat lebih mencurigakan lagi dilihat,Chumaidy, mobil itu tidak langsung ke Bea Cukai melainkan menuju ke luar. Ia tidak membuang waktu lagi. Dengan motor dikejarnya Combi Garuda tersebut, kemudian disalibnya. Chumaidy turun dari motornya. "Jangan ada yang turun dari mobil ini" kata Chumaidy. Ribut-ribut terjadi, Desmond mengajak berdamai, tetapi Chumaidy menolak. Tidak lama kemudian datang lagi Rosit. Mobil pun disuruh balik ke Bea Cukai. Ketika mobil balik, Chumaidy melihat sebuah sedan di dekat Combi, ia lantas mendekat. Ternyata di mobil itu ada Kapten Pilot Deden yang membawa pesawat itu paginya ke Singapura. "Sudahlah kamu bereskan saja orang Bea Cukai itu," kata Deden setelah Chumaidy mengucapkan selamat malam. Dari mobilnya Deden mengeluarkan uang segepok. "Baiklah, tapi tunggu di sini," kata Chumaidy memancing. Chumaidy berbalik ke Kantor Bea Cukai memeriksa hasil tangkapannya. Ternyata isi tas Capten Pilot itu adalah 48 kg emas. Chumaidy langsung berbalik mencari Deden, tapi mobil sedan itu sudah kabur lebih dulu. Saat itu juga ia langsung ke pos polisi di depan Pelabuhan Udara Kemayoran melapor Polisi kemudian berhasil menangkap Deden. April 1977 yang lalu, ketiga Pilot itu dijatuhi hukuman oleh Pengadilan, karena terbukti telah memasukkan emas dari Singapura ke Indonesia. Chumaidy tidak mendengar kabarnya lagi. Juga tidak ada berita premi yang sebetulnya diharap-harapkannya. Barulah 14 Agustus 1979 yang lalu, ia mendengar premi yang dijanjikan itu telah ada. Rosit yang dianggapnya tidak berapa andilnya dalam penangkapan itu, malah terdengar mendapat jutaan rupiah. Begitu juga polisi yang bertugas malam itu di Kemayoran. Chumaidy segera datang ke BC Kemayoran menemui Yadi, Kepala P2 (Pemberantas Penyelundupan). Ia menananyakan, apakah ada haknya untuk menerima premi. Yadi menjawab ada, seraya menyerahkan uang sebesar Rp 70.000 dalam amplop. Chumaidy sedikit kaget karena jauh dari yang dibayangkannya. "Apa akan ada hadiah lainnya pak?" tanyanya. Yadi menjaab pendek "Ini hanya kebijaksanaan kepala di sini, saudara dapat sekian sudah untung." Kalimat ini sangat menyakitkan hati Chumaidy, apalagi sebelumnya ia tidak dipanggil datang mengambil preminya. "Hanya karena saya butuh sekali, makanya saya datang," katanya. Untuk mendapatkan kejelasan lebih lanjut ia telah menulis surat buat Pangkopkamtib, Jaksa Agung dan Dirjen Bea Cukai. Tetapi sampai saat ini penelasan yang diinginkannya juga belum diterimanya. "'Kenapa Satpam Halim baru-baru ini mendapat hadiah dari Dirjen Perhubungan Udara, dan saya sebagai pegawai Garuda tidak?" tanyanya. Menurut fikirannya baik Perum Angkasa Pura maupun PT Garuda sama-sama di bawah Dirjen Perhubungan Udara, walau sudah merupakan perusahaan swasta. Menurut Chumaidy sampai saat ini situsi di Kemayoran masih saja seperti sediakala, walau di sana hanya penerbangan Domestik. "Biasanya mereka membawa barang dari Tanjung Pinang atau Padang, dan mendarat di Kemayoran, " katanya. Kedua kota itu tidak begitu jauh dari Singapura dan cukup aman bagi penyelundup. Lalu kenapa ia tidak bikin kejutan pembekukan lagi? "Buat apa, kalau preminya juga begitu!" katanya ketus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus