Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Obat buat si sibuk

Obat lepas lambat, dikembangkan untuk mengatasi kelemahan pada sistem obat yang harus diminum secara kontinu tiga atau empat kali sehari. akibat lupa makan obat bisa dihindari dengan obat lepas lambat.

19 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SI pelupa dan si sibuk harus minum obat tiga kali sehari? Harus ajek? Bagaimana mungkin? Tak perlu risau lagi. Alhamdulillah, sejenis obat, disebut "obat lepas lambat" sudah ada di pasaran. Dengan obat macam ini, frekuensi menelannya dapat disederhanakan. Seorang wartawan atau tentara yang sedang dinas sembari berobat, atau seorang profesor linglung, cukup menelannya satu kali dalam sehari, bahkan seminggu sekali, tanpa mengurangi khasiat penyembuhannya. Obat lepas lambat itu (sejak dua tahun lalu sudah diproduksi beberapa pabrik di dalam negeri) memang dikembangkan untuk mengatasi kelemahan pada sistem obat yang misalnya harus diminum secara kontinu tiga empat kali sehari. Bila si pasien alpa, penyakit akan semakin sulit disembuhkan. "Dengan obat lepas lambat ini, akibat lupa minum obat bisa dihindari," kata Dr. Goeswin Agoes, ahli farmasi terkemuka yang mengungkapkan pertama kalinya obat ini ke depan publik dalam suatu forum menyambut hari jadi kelima windu Jurusan Farmasi ITB, pekan lalu di Bandung. Bahwa obat macam ini bisa mempertahankan kondisi tubuh si penderita -- biarpun ia lupa makan obat -- itu lantaran formulanya. Terutama pada lapisan yang membungkusnya. Lapisan tipe baru ini berfungsi mengatur pelarutan: setelah diminum dan mengendap di dalam lambung atau usus, obat bisa tak langsung larut sekaligus. Ia bisa bereaksi secara bertahap. Lapisan pembungkusnya dapat ditembus oleh senyawa obat di dalamnya secara perlahan-lahan. Sistem lapisan pada obat lepas lambat yang seperti itu dengan sendirinya juga memungkinkan dosisnya bisa dipertinggi, misalnya sama jumlahnya dengan dosis obat tiga tablet yang harus diminum (secara kontinu) dalam satu hari. "Karena sistemnya, walaupun diminum satu kali dalam satu hari, khasiat obat ini sama dengan obat yang tiga kali," Goeswin menjelaskan. Tentu saja, dengan begitu, ada bahayanya. Ahli farmakologi yang terkenal sangat berhati-hati dengan penggunaan obat, Dr. Iwan Darmansjah, memperingatkan: risiko kerugian penggunaan obat yang relatif mempunyai harga tinggi itu harus diperhitungkan. Soal yang sederhana saja dulu: mlsalnya, bila sistem lepas lambatnya tidak berfungsi. "Apa yang terjadi kalau obat lepas lambat itu, setelah diminum, lepasnya tidak lambat-lambat, melainkan cepat-cepat?" ujarnya. Jawabnya jelas: keracunan. Seraya melihat bahwa tidak semua obat dapat diformulasikan secanggih itu, Iwan tampaknya tidak setuju bila obat lepas lambat dipasarkan secara masal. "Kebutuhan membuat obat itu harus riil, bukan atas dasar perdagangan. Karena yang modern itu tidak selalu mempunyai kegunaan yang benar bagi ilmu kesehatan, kecuali promosi," ujarnya. Dengan kata lain, lahirnya sebuah produk farmasi baru -- di dunia perdagangan sekarang memang bisa saja tidak berdasarkan suatu permintaan yang meluas atau mendesak dari masyarakat, dan sesuai dengan penilaian para ahli kesehatan. Teknik pemasaran juga bisa menyebabkan sebuah pabrik obat menampilkan suatu produk yang baru, agar menarik. Atau, untuk melayani satu segmen pasar yang mampu membeli. Obat lepas lambat, misalnya, memang cocok dengan kalangan eksekutif, dilihat dari daya beli mereka dan kesibukan mereka, yang tak memungkinkan mereka telaten minum obat secara teratur berkali-kali. Mereka maunya efisien dan efektif, juga dalam soal pengobatan. Namun, efektivitas sistem lepas lambat itu sendiri sebenarnya terbatas. Ia cocok khususnya untuk obat penyakit menahun, dan dalam soal penambahan beberapa vitamin dan mineral untuk tubuh. Untuk pengobatan lain tidak. Bahkan, seperti dikatakan Goeswin, "Pada obat dengan konsentrasi di atas 100 mg, sistem ini akan berbahaya." Bagaimana benar khasiatnya di Indonesia, obat lepas lambat masih perlu ditunggu sampai tiga tahun setelah dicoba, mengikuti ketentuan yang berlaku. Jadi, para pelupa tak usah buru-buru membuang obat lama: 3 X sehari satu tablet, ingat? Moebane Moera (Jakarta) dan Jenny R.S. (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus