Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pacu otak dengan koro benguk

Paulus bhuya dari univ. nusa cendana, kupang, berhasil menemukan cara memproduksi l-dopa, satu-satunya obat parkinson, secara efisien dengan kultur jaringan. kandungan l-dopa ditemukan pada koro benguk.

17 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Pacu otak dengan koro benguk
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SIAPA mengira kalau bahan tempe bukan cuma cocok untuk tempe burger, tapi juga untuk penyakit Parkinson. Paulus Bhuya dari Universitas Nusa Cendana, Kupang, Flores, berhasil menemukan cara memproduksi L-Dopa satu-satunya obat Parkinson -- secara efisien dengan kultur jaringan. Metode produksi L-Dopa -- melalui rekayasa genetik ditampilkan dalam tesis sarjana biologi itu, yang dipertahankannya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, akhir September lalu. Sebenarnya, sudah ditemukan cara lain untuk mengatasi Parkinson, yaitu dengan transplantasi kelenjar hormon pada otak. Kelumpuhan saraf-saraf wajah dan getaran anggota badan yang tak terkontrol -- dua manifestasi paling utama pada penyakit itu -- sesudah transplantasi ternyata bisa dilenyapkan. Namun, metode yang ditemukan dokter-dokter Meksiko ini, tampaknya, belum tegak benar. Dampak sampingnya belum semua terungkap. Karena itu, para dokter yang merawat Muhammad Ali -- yang menderita penyakit ini sejak beberapa tahun lalu -- mencegah operasi yang semula akan dilakukan terhadap petinju terkenal. Tak bisa lain, Ali harus bertahan dengan obat L-Dopa. Levodopa adalah sebuah senyawa biokimia pembentuk dopamin, yang penting kedudukannya dalam sistem saraf motorik di otak. Soalnya, penyakit Parkinson ditimbulkan oleh kerusakan saraf, akibat otak mengalami defisit dopamin pada neurotransmiter. Dan yang disebut neurotransmiter adalah komposisi senyawa-senyawa kimia yang bertugas merambatkan perintah dari pusat saraf di otak, ke jaringan saraf di seluruh tubuh. Kerusakan saraf itu biasa dikaitkan dengan berkurangnya produksi dopamin di sebuah kelenjar otak yang dikenal sebagai subtansia nigra. Singkatnya, dopamin terblokir di bagian otak corpus striatum, karena tak mampu menembus pembuluh-pembuluh darah otak untuk mencapai neurotransmiter. Dari penelitian bertahun-tahun diketahui bahwa tidak seluruh dopamin disiapkan dalam "bentuk jadi" di subtansia nigra. Sebagian datang dalam bentuk "bahan pembentuk" yaitu Levodopa. Setelah melakukan penetrasi ke pembuluh-pembuluh darah otak, "bahan pembentuk" ini baru diubah menjadi dopamin. Dari percobaan selanjutnya terungkap, L-Dopa yang menurunkan dopamin ternyata memiliki daya penetrasi lebih besar dari dopamin. Inilah dasar penemuan L-Dopa sebagai obat Parkinson yakni bahaimana memperbesar kadar L-Dopa di corpus striatum, hingga dopamin bisa terbentuk dalam pembuluh otak. Hasilnya gemilang. Dopamin bisa terbentuk dan sebagian besar gejala Parkinson bisa dilenyapkan. Masalahnya kemudian, bagaimana memproduksi L-Dopa. Pada tahun 1971, para peneliti biokimia menemukan kandungan L-Dopa pada 135 famili tumbuh-tumbuhan. Inilah pula dasar dari perburuan Paulus Bhuya. Ia menemukan tumbuhan yang dalam bahasa Jawa disebut koro benguk yang mengandung L-Dopa. "Tanaman ini biasa ditanam petani sesudah masa panen dan digunakan untuk bahan pembuatan tempe," Bhuya mengungkapkan. Dari bahan tempe yang dalam bahasa Latinnya disebut Kotiledon Mucuna Pruriens L, Bhuya -- sejak November tahun lalu berkutat meneliti cara-cara membuat ekstrak L-Dopa. Apa yang dicarinya adalah metode produksi yang paling efisien hingga hasil L-Dopa bisa maksimal. Caranya adalah dengan "menanam" bibit koro benguk di kultur jaringan. Ini tentunya bukan penanaman biasa karena yang diharapkan berkembang biak bukan tanamannya, tapi kandungannya, yang tak lain L-Dopa itu. Maka, bibit yang ditanamkan adalah sel-sel koro benguk yang diambil dari kecambahnya yang sudah disterilkan. Untuk mendapat hasil yang spesifik -- mengarahkan proses pembelahan sel -- kandungan unsur tertentu pada sel-sel koro benguk dikurangi. Sedang untuk mempertinggi kadar L-Dopa, metabolisme sel diaktifkan dengan menambah hormon dan asam amino (senyawa-senyawa inti sel). Menurut Bhuya, dalam penelitiannya ia mencari tujuh metode pengurangan unsur dan kombinasi hormon untuk mendapat produksi L-Dopa yang maksimal. Pada akhirnya Bhuya menemukan metode manipulasi berupa pengurangan unsur fosfat dan penambahan hormon Kinetin, asam-asam amino (Kiretin dan 2,4 Dichlorophenoxyacetic acid). Di luar dana pemerintah yang diturunkan untuk Program Pascasarjana S-2, Bhuya menghabiskan biaya percobaan sebesar Rp 2 juta didapatnya dari Kanwil P dan K Kupang. Jumlah ini tak ada artinya bila dibandingkan dengan nilai penemuan Bhuya. Di Indonesia memang belum ada usaha farmasi yang mampu merealisasikan temuan Bhuya, tapi sejumlah industri rekayasa genetik di Amerika Serikat dan Eropa siap membeli formulasi itu. Jim Supangkat (Jakarta) dan Nanik Ismaini (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus