Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Para Spesialis Berbicara

Wawancara tempo dengan para dokter spesialis tentang hubungan mereka dengan dokter umum & pasien. mereka adalah utoyo sukaton, nurhay abdurahman, hendarto hendarmin, d tjindorbumi dan frits kakiailatu. (ksh)

2 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KRITIK terhadap dokter (TEMPO, 21 Agustus) nampaknya mengenai langsung para dokter spesialis. Tapi adilkah sepenuhnya kritik itu? Seorang pasien langsung minta petolongan kepada spesialis tanpa mampir dulu pada dokter umum, memang bukan satu kesalahan. Karena seseorang pada dasarnya bebas minta bantuan pertolongan kepada siapa saja. Tetapi selama penyakit yang diidap si pasien tidak memerlukan bantuan yang bersifat spesialistis, seharusnya si spesialis akan mengirimkan pasien tadi kepada dokter umum. Sayang, ada pasien yang dikirimkan oleh dokter umum ke spesialis untuk konsul, ternyata tak kembali ke asalnya. Tapi dalam banyak peristiwa, si spesialis memang mengembalikan si pasien dengan beberapa nasehat yang dikirimkan kepada dokter umum tadi. Hanya si pasien saja yang karena alasan tak mau repot-repot -- dan kebetulan sanggup membayar. Ia terus tersangkut di dokter spesialis. Tapi toh pasien yang seenaknya berangkat ke spesialis sebenarnya akan merugikan dirinya sendiri: dia kemungkinan membayar terlalu mahal buat penyakitnya -- juga, dia mengganggu peraturan yang ada di kalangan para dokter. Berikut ini wawancara TEMPO dengan beberapa dokter spesialis, membicarakan hubungan mereka dengan dokter umum dan pasien. UTOYO SUKATON ahli diabetes:) "SAYA BUDAK PASIEN" Sebenarnya kami kaum spesialis ini hanya menerima pasien yang dikirimkan oleh dokter umum. Tetapi ada beberapa faktor yang membuat keadaan ini menjadi berobah. Masyarakat, terutama di kota-kota besar, sekarang ini begitu bebasnya bisa langsung minta pertolongan kepada spesialis. Mungkin ini disebabkan oleh bertambah meningkatnya kesadaran berobat mereka atau memang jumlah dokter umum yang terlalu sedikit. Saya kira untuk memperbaiki flow of patient (arus pasien) ini, di saming pemerintah, fihak swasta juga sebaiknya mengadakan asuransi kesehatan. Hingga para pasien bisa diatur kemana sepantasnya mereka pergi. Dalam keadaan seperti sekarang ini saya sebagai spesialis tidak lebih daripada budak para pasien saja, karena terpaksa menerima pasien yang oleh dokter umum saja sudah dapat ditolong. Memang ada beberapa spesialis yang menahan pasien yang dikirimkan dokter umum. Kekotoran begini bisa terjadi dimana saja. Itu sifat orang. Cuma repotnya bagi dokter spesialis yang meminta pasien pergi dulu kepada dokter umum, mereka bisa dianggap sok oleh pasien. NURHAY ABDURAHMAN (ahli jantung): "KESADARAN MASYARAKAT BELUM TINGGI" Sebenarnya di Indonesia ini belum ada yang mengatur arus pasien, hingga orang semaunya memilih dokter. Dalam anggapan saya keadaan ini hanya bisa diperbaiki kecuali ada asuransi yang terpercaya. Untuk taraf sekarang para spesialis diharapkan bantuan mereka terhadap pasien dalam hal menyadarkan mereka bahwa penyakit mereka memang tidak segawat yang mereka anggap, sehingga mereka perlu minta tolong kepada spesialis (sejauh penyakitnya memang tidak memerlukan bantuan spesialis). Arus pasien yang kacau ini antara lain disebabkan oleh kesadaran masyarakat yang belum tinggi mengenai apa peranan dokter umum dan spesialis. Di samping memang ada pasien yang merasa terhormat kalau dia bisa berobat kepada spesialis yang terkenal. Beberapa dokter memang melakukan perbuatan yang tidak baik seperti menahan pasien, tetapi itu bukanlah gambaran seluruh dokter. HENDARTO HENDARMIN (ahli THT) : "ADA DOKTER UMUM YANG . . ." Ada dokter umum yang tidak mau melepaskan pasiennya meskipun sudah berada di luar kapasitasnya, sebab mereka akan kehilangan pasien kalau segera dikirimkan ke spesialis. Saya pikir adanya post graduate course seperti yang diselenggarakan oleh FKUI ada baiknya, sebab dengan begini dokter umum dapat mengetahui tentang apa-apa yang penting diketahuinya dalam kasus-kasus yang bersifat spesialistis. Dalam soal spesialis menahan pasien yang dikirimkan dokter umum, saya kira ini sudah melanggar kode etik. Sebab seorang dokter haruslah membalas surat cari koleganya. Tapi soalnya kadang-kadang si pasien yang tak mau kembali. Jadi perbaikan hubungan dokter umum-spesialis ini bukan hanya tergantung pada pribadi dokter-dokter tapi juga pada sikap masyarakat. D. TJINDARBUMI (ahli bedah kanker) "KALAU SEMUA ORANG BERKORBAN, BAIKLAH" Memang banyak spesialis yang berpraktek umum, dan malahan banyak yang menahan-nahan pasien. Asuransi kesehatan yang ada tak bisa diharapkan untuk mengatasi kericuhan ini. Keadaan ini hanya bisa diatasi oleh dokter sendiri-sendiri. Karena mereka toh ada yang memimpin, yaitu kode etik. Terhadap mereka yang menuntut banyak dari dokter, saya ingin mengatakan supaya janganlah mengharapkan yang muluk-muluk dari seorang dokter, sebab mereka adalah produk dari masyarakat yang begini ... Sikap bahwa seorang dokter itu adalah super human beeing (manusia luar biasa) adalah salah. Saya kadang-kadang bingung, kalau misalnya dokter sakit, maka masyarakat akan berkata: "Dokter koq bisa sakit?" Dan mengapa sekarang orang mengharapkan pengorbanan dari dokter saja? Kalau semua orang mau berkorban, seperti tahun empatpuluhan, baiklah. FRITS KAKIAILATU (ahli bedah urology): "TERJUN SEPERTI GLADIATOR" Kecuali dokter-dokter perusahaan, masyarakat memang memandang rendah untuk pergi ke dokter umum. Kode etik dalam hubungan antara dokter umum dengan spesialis memang banyak ditinggalkan. Bertambah mahalnya pelayanan Kesehatan di Jakarta ini antara lain karena bertambah menjurusnya bentuk pelayanan. Di kota metropolitan ini seorang dokter spesialis yang muda akan hilang faktor humanitasnya. Karena kita harus terjun ke gelanggang seperti gladiator untuk mencari uang. Seorang spesialis muda misalnya tidak bisa memasang tarif yang menurut dia ideal buat masyarakat, karena terbentur kepada tarif yang sudah ada di kalangan spesialis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus