Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan ini, beredar sejumlah video rekaman pemudik yang marah-marah karena dipaksa putar balik oleh polisi. Video-video tersebut menjadi viral di berbagai media sosial. Melihat hal ini, pakar psikologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Ahmad Gimmy Pratama menyebut ada sejumlah faktor yang menyebabkannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam psikologi, marah itu adalah perilaku. Jadi, semua yang berkaitan dengan perilaku bisa dilihat latar belakangnya,” jelas Gimmy pada Selasa, 18 Mei, dikutip dari laman resmi Unpad.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gimmy yang juga Kepala Departemen Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Unpad ini memaparkan, perilaku marah seseorang dilatarbelakangi oleh dua aspek, yaitu aspek personal dan lingkungan. Untuk aspek personal, marah dipengaruhi oleh sistem psikofisiologis. Mencakup tingkat ketahanan fisik, kemampuan berpikir, manajemen emosi, serta kemampuan individu dalam membaca nilai-nilai yang ada di sekitarnya.
Sedangkan untuk aspek lingkungan, perilaku marah dipengaruhi pula oleh beberapa faktor. Misalnya kondisi lingkungan sekitar, cuaca, serta reaksi lingkungan sosial dan lingkungan fisik.
Lebih lanjut dikatakan Gimmy, apabila dikaitkan dengan peristiwa marah-marahnya pemudik saat ditegur polisi, adalah akibat luapan emosi yang telah mengendap saat pemudik melakukan perjalanan.
Emosi tersebut bisa muncul akibat kondisi lalu lintas yang macet, cuaca panas ditambah pula dengan kondisi fisik yang lelah. Emosi yang telah mengendap itu bisa meledak ketika menghadapi hambatan selanjutnya.
“(Pemudik) mengalami frustasi. Adanya kebijakan penghambat akhirnya frustasi menimbulkan agresi dan menimbulkan kondisi yang tidak menyenangkan,” tutur Gimmy.
D luar dari hal tersebut, marah juga dipengaruhi oleh kemampuan individu dalam mengendalikan dirinya. Tak semua orang akan langsung marah jika menemui kondisi serupa. Sepanjang aspek rasionalnya masih ada, kemampuan orang dalam mengendalikan emosinya akan lebih baik.
Manajemen Marah
Perilaku marah sejatinya bisa dikelola dengan baik. Hal pertama yang perlu dilakukan dalam mengelola perilaku marah adalah dengan mengenali situasi berikut menyiapkan tindakan antisipasinya.
Pandemi Covid-19 yang melanda, mendorong seseorang untuk bisa menyiapkan sejumlah Tindakan yang antisipatif. Salah satunya adalah harus bisa menerima adanya kebijakan pembatasan mobilitas. Apabila telah mengenali situasi dan menyiapkan tindakan antisipasi, emosi yang keluar diharapkan jauh lebih layak.
Apabila emosi berlebihan telanjur ke luar, seseorang perlu menyampaikan permintaan maaf. Namun, permintaan maaf perlu dibarengi dengan konsekuesi yang harus ditanggung.
“Harus diperlihatkan bahwa tingkah laku tersebut adalah salah dan perlu menerima konsekuensinya,” ucap Gimmy.
Masih kata Gimmy, seseorang perlu membiasakan diri agar mampu mengekspresikan emosi dengan cara yang pantas. Namun, hal ini memang tak bisa instan. Butuh proses panjang dan komitmen yang tinggi sampai bisa mengelola emosi dengan baik. Gimmy menganjurkan agar pemudik juga berlatih mengelola emosi sejak dini.
“Biasakan untuk berpikir apakah marah ini benar atau tidak. Itu yang harus dilatih dan tidak bisa serta merta langsung pintar,” tutupnya.
ANNISA FEBIOLA