Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 25 negara telah menerapkan kemasan rokok standar atau polos. Penerapan aturan ini sebagai upaya membatasi promosi pada kemasan produk tembakau. Australia menjadi negara yang paling awal menerapkan kebijakan kemasan rokok polos itu sejak 2012.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) Mouhamad Bigwanto, mengatakan dalam penerapan standar kemasan rokok, yang tidak boleh ada dalam kemasan rokok adalah iklan promosi produk. "Karena itu tujuannya mengurangi ketertarikan produk pada anak dan remaja," kata dia dalam sebuah diskusi di Jalan Pegangsaan Timur, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 8 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mouhamad menjelaskan, meski telah menempatkan peringatan kesehatan bergambar, tapi masih dibolehkan penempatan iklan promosi produk, maka itu akan membatalkan apa yang disebut rencana penerapan kemasan rokok standar. "Jadi tujuan dari kemasan standar itu adalah untuk membatasi promosi pada kemasan produk tembakau," tutur dia.
Menurut dia, yang harus diinformasikan kepada publik bahwa kemasan polos atau standar bukan berarti kemasan itu berwarna putih. Negara yang menerapkan standar kemasan produk tidak sama sekali harus berwarna polos. Ada juga anggapan bahwa ketika kemasan berwarna polos itu tidak menyertakan peringatan kesehatan bergambar.
Selain itu, ada anggapan lain muncul bahwa saat penerapan kemasan tembakau polos atau standar tidak disertai informasi lain untuk pengawasan cukai. "Itu salah. Di beberapa negara aspek pengawasan cukai tetap ada," ujar dia.
Mouhamad merincikan apa yang boleh, apa yang tidak, dan apa yang wajib dalam menerapkan kebijakan kemasan rokok polos atau standar. Dia mencontohkan tandar plain packaging di United Kingdom atau Inggris Raya. Yang boleh ditetapkan dalam kemasan polos atau standar adalah nama merek dan produk, tapi tanpa logo dan citra merek.
Selanjutnya informasi mengenai jenis rokok dan jumlah batang, yang di dalamnya dicantumkan bahan campuran rokok dengan menggunakan mesin atau Sigaret Kretek Mesin (SKM), lalu dilinting pakai tangan atau Sigaret Kretek Tangan (SKT), disertai jumlah batang rokok, identitas industri atau podusen. Di negara lain, kata Mouhamad, tidak dicantumkan SKM dan SKT seperti di Indonesia. "Tinggal ditambahkan SKM 20, SKT 20," tutur dia.
Adapun hal wajib dalam menerapkan kebijakan kemasan rokok standar adalah mencantumkan pita cukai, peringatan kesehatan bergambar, label dan informasi kesehatan lainnya, warna kemasan, tulisan dan font standar. Sementara yang tidak boleh adalah menempatkan iklan atau promosi produk pada kemasan tembakau. "Warna kemasan, warna standar. Siapa yang menentukan standar warna, ya terserah pemerintah," ucap Mouhamad.
Selain Australia yang telah menerapkan kemasan rokok standar atau polos, beberapa negara lain, di antaranya Prancis, Belanda, Belgia, Denmark, Arab Saudi, Thailand, Singapura, serta Turki. "Karena negara-negara ini paham bahwa kebijakan ini efektif mengurangi inisiatif merokok pada anak dan remaja," ucap dia.