Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis mata di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo, Anna Puspitasari Bani, mengatakan orang tua berperan besar untuk mengenali dan mendeteksi kelainan mata anak sejak dini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Orang tua yang menghabiskan waktu paling lama dengan anak, sejak lahir. Riwayat kelahiran misalnya prematur, itu harus membuat orang tua lebih perhatian pada penglihatan anak,” kata Anna, Senin, 9 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan ada beberapa cara melihat kelainan sejak dini pada mata anak, seperti melihat respons saat bayi ketika dihadapkan pada cahaya. Respons yang baik adalah mengedip. Jika tidak ada respons orang tua perlu waspada.
Cara selanjutnya yang bisa dilihat dengan kasat mata adalah kejanggalan pada bola mata seperti mata juling atau ada bercak putih pada bagian hitam mata. Selain itu, jika anak sudah beranjak besar, perhatikan posisi kepala yang selalu miring dan menonton TV selalu dengan jarak dekat.
“Jika sudah usia sekolah kalau belajar menulis selalu mencong (miring) atau ada huruf yang hilang. Satu lagi koordinasi gerak misalnya tidak bisa main bola tangkap, ini secara umum yang bisa menjadi alarm orang tua,” ucap Anna.
Lulusan Universitas Indonesia itu mengatakan gangguan mata ada beberapa jenis dilihat dari masalah keruh pada mata atau yang dikenal sebagai katarak yang bisa dibawa sejak lahir, fungsi sistem saraf dan masalah kedudukan mata yang tidak seimbang. Mata bekerja sesuai apa yang otak terjemahkan sebagai penglihatan. Gangguan bisa terjadi pada rusaknya sistem saraf mata yang menghubungkan ke otak sehingga sinyal-sinyal elektrik untuk melihat menjadi terganggu.
Selain itu ada juga gangguan pada kedudukan mata seperti juling, yang bisa dibawa sejak lahir maupun berkembang saat dewasa. Faktor lain yang menyebabkan gangguan mata pada anak bisa disebabkan faktor genetik yang menyebabkan progres bertambahnya minus lebih cepat, kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan gawai pada anak, dan minimnya kegiatan di luar ruangan.
“Dibanding anak zaman dulu, anak zaman sekarang main outdoor-nya lebih jarang daripada kita zaman dulu. Jadi, pekerjaan dengan melihat dekat sangat intens sekali, mengerjakan tugas dan sebagainya, tapi memang begitu, zamannya berubah,” ucapnya.
Cegah gangguan mata sejak dini
Orang tua perlu menerapkan metode pencegahan sejak dini untuk menghindari gangguan mata pada anak. Anna menganjurkan untuk menerapkan istirahat setiap kali melakukan kegiatan intens dengan gawai. Mengistirahatkan mata dari gawai bisa diterapkan dengan metode 20-20-20, yaitu istirahat setiap 20 menit selama 20 detik dengan jarak pandang sejauh 20 kaki atau 6 meter.
Selain itu, ia juga mengingatkan untuk mempertimbangkan pencahayaan pada gawai yang ideal, misalnya layar tidak terlalu terang dibandingkan suasana sekitar. Anna juga mengingatkan kebiasaan membaca sambil tidur berpengaruh terhadap mata minus.
“Kemudian, baca sambil tidur, lampu akan terhalang oleh buku sehingga cahaya pada buku lebih redup. Posisi tangan pelan-pelan akan mendekati wajah, secara tidak disadari jarak berkurang 30 sampai 40 centimeter. Jarak baca semakin dekat itu semakin kuat memicu progres minus,” jelas Anna.
Jika anak harus mengerjakan tugas dengan gawai, usahakan untuk menggunakan layar monitor komputer karena jarak pandangnya yang jauh sekitar 60 cm agar mata lebih rileks dibanding menggunakan ponsel dengan jarak pandang rata-rata 30 cm. Konsultasikan ke dokter mata untuk penanganan lebih lanjut jika menemukan kejanggalan pada respons mata anak. Pengobatan masih mudah dilakukan pada anak baru lahir hingga usia 8-10 tahun.
Pilihan Editor: Macam Operasi Katarak dan Bedanya