Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Habib Titoaji masih sangat ingat salah satu pertandingan yang dia jalani pada Maret 2022. Atlet basket dari klub Indonesian Basket League – West Bandits ini baru saja mencetak poin. Namun ketika mendarat, ada hal yang tidak beres pada kakinya. Tepat saat telapak kakinya menginjak lantai, tiba-tiba lutut hingga ke bawah kakinya terasa sakit. Terdengar pula ada bunyi 'klek' di sekitar lututnya. Kakinya sakit luar biasa, ia pun mengalami cedera olahraga. "Saya apes banget. ACL saya putus, sakit dan rasanya lutut saya goyang," katanya pada persemian Sport Medicine, Injury & Recovery Center di RS Pondok Indah – Bintaro Jaya pada pertengahan Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Habib mengatakan saat itu ia hanya menangani cederanya dengan pertolongan pertama di tempat pertandingan. Atas arahan pelatih, ia pun baru mengunjungi rumah sakit keesokan harinya. "Karena sedang bertanding, saya di-buble (tidak boleh kemana-mana). Sehingga baru dapat surat izin untuk ke dokter pada hari berikutnya," kata Habib.
Konferensi Pers peresmian Sport Medicine, Injury & Recovery Center di RS Pondok Indah – Bintaro Jaya/RS Pondok Indah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan kaki pincang sambil menahan rasa sakit di kakinya itu, Habib memutuskan untuk datang ke Rumah Sakit Pondok Indah Bintaro Jaya. Ia diminta untuk menjalankan tes Magnetic Resonance Imaging (MRI) demi melihat kondisi kakinya yang cedera. Habib pikir, ia baru akan mengetahui hasil MRI beberapa hari kemudian, namun tak berapa lama menunggu, dokter langsung menyuruhnya untuk melakukan rawat inap di rumah sakit itu. "Saya langsung disuruh persiapan operasi. Saya kaget banget. Saya tidak menyangka harus langsung operasi," kata Habib yang ternyata mengalami cedera ACL dan cedera meniskus grade 2.
Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Konsultan Sports Injury & Arthroskopi RS Pondok Indah Bintaro Jaya, dr Andi Nusawarta M.Kes. Sp.OT mengatakan Habib mengalami masalah di Anterior Cruciate Ligament (ACL). ACL adalah jaringan kuat yang menghubungkan tulang paha ke tulang kering dan membantu menstabilkan lutut. Pendaratan yang kurang sempurna ketika melompat atau berubah arah secara tiba-tiba dapat memberikan tekanan kepada ACL dan menyebabkan ligamen robek atau pecah. "Pada kasus Habib, ACLnya putus. Ini sudah grade 4," kata Andy Nusawarta kepada Tempo.
Andy Nusawarta mengatakan ada 4 tingkat atau grade dalam kasus cedera ACL ini. Grade pertama artinya kondisi jaringan ACL-nya teregang namun tidak sampai robek. Lalu pada grade 2, jaringan ACL orang itu alami robek, namun cukup ringan. Andy Nusawarta mengatakan grade 1-2 merupakan cedera yang cukup ringan. Pengobatannya pun bisa dengan terapi dingin alias Cryotherapy serta istirahat. Namun sayang, bagi atlet, cedera ACL tingkat 1-2 kerap dianggap lalu. "Maklum bagi atlet, grade 1 dan 2 ini ringan karena rasa sakitnya tidak terasa. Makanya harus cek MRI agar bisa melihat kondisinya," katanya.
Selanjutnya ada cedera ACL tingkat 3 yang sobekan pada ACL lebih besar dibanding grade 2. Pada tahap 4, yang paling parah, jaringan ACL pasien itu putus total. "Karena ACL Habib putus, maka Habib harus segera dioperasi. Perlu diambil jaringan dari hamstring, untuk mengganti jaringan ACL yang putus itu," kata Andy Nusawarta.
Minimal Invasive Surgery
Andy Nusawarta mengatakan dulu, operasi memasang jaringan ACL baru di kaki ini dilakukan dengan operasi terbuka, artinya dokter perlu melakukan sayatan yang besar di anggota tubuh. Namun teknologi semakin maju dan kali ini Andy Nusawarta menangani kasus Habib dengan minimal invasive surgery. "Prosedur bedah ini dilakukan dengan menggunakan sayatan kecil, melalui artroskop atau endoskop. Saat melakukan operasi, saya pun lebih banyak melihat ke monitor," kata Andy Nusawarta.
Minimal invasive surgery ini, kata Andy Nusawarta memiliki banyak keuntungan. Pertama sayatan pada kulit pasien akan kecil. Sehingga jahitan yang dilakukan pun sedikit. Artinya bekas luka pada pasien juga kemungkinan akan kecil. "Risiko infeksi operasi jenis ini pun lebih rendah, nyeri pasca operasi lebih ringan, waktu pemulihan jauh lebih singkat, periode rawat inap juga lebih singkat. Sehingga pasien akan bisa kembali berolahraga lebih cepat," katanya.
Andy Nusawarta menjelaskan beberapa prosedur pemulihan pasca minimal invasive surgery yang bisa dilakukan. Pertama setelah operasi luka sayatan akan dijahit dan dibalut dengan kassa. Selanjutnya kompres area sendi yang dioperasi dengan es atau air dingin. Waktu rawat inap pasca operasi pun biasanya hanya 1-2 hari setelah operasi. "Jika tidak ada prosedur khusus, pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari pada sepekan setelah operasi. Alat bantu gerak khusus mungkin akan diperlukan," lanjutnya.
Sejak awal menangani Habib, Andy Nusawarta sudah memprediksi pasiennya itu akan menjalani pemulihan cedera ACL ini minimal 6-8 bulan lamanya. Dengan waktu itu, atlet mungkin tidak bisa ikut bertanding dalam sejumlah pertandingan. Waktu yang cukup lama itu dibutuhkan, karena menyambung jaringan baru. Perlu waktu agar urat-urat baru bisa menopang jaringan ini. Perlu pula terapi terstruktur untuk membuat urat baru itu hidup. "Urat baru itu perlu dilatih agar atlet tetap bisa memiliki performa yang baik. Tentunya semua perlu ada pengawasan dokter," katanya.
Dokter itu menilai pemulihan optimal cedera atlet olahraga itu dibagi dua. Yaitu 50 persen dari keberhasilan tindakan bedah, dan 50 persen lagi dari latihan. "Latihan ini penting dilakukan untuk melatih otot dan urat yang baru. Arahan ini dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran olahraga," katanya. Dalam menjalaninya pun perlu sekali adanya komunikasi yang optimal antara dokter dan pasien dalam penanganan cedera itu.
Mental Atlet Pasca Alami Cedera
Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga, Sport Medicine, Injury & Recovery Center RS Pondok Indah – Bintaro Jaya dr. Antonius Andi Kurniawan, Sp.KO mengatakan komunikasi atlet dan dokter dalam pemulihan pasca cedera sangat penting. Dengan komunikasi yang intens dan sistem kontrol pemulihan yang baik secara berkala, para atlet bisa kembali mempertahankan performanya seperti sebelum terjadi cedera. Andi Kurniawan mengatakan para atlet biasa memiliki banyak ketakutan dan pikiran buruk ketika terkena cedera. Mereka bisa saja merasakan sedih, marah, panik, kecewa, putus asa, hingga pesimis saat terkena cedera.
Ilustrasi atlet lakukan pemulihan pasca cedera olahraga dengan perawatan Cryotherapy di Sport Medicine, Injury & Recovery Center di RS Pondok Indah – Bintaro Jaya/RS Pondok Indah
Hal itu diakui oleh Habib. Ketika diminta rawat inap oleh dokter, ia langsung berpikir bahwa cedera yang dialaminya sangat parah. "Waktu itu saya kepikiran, kalau sudah sembuh, apakah akan bisa balik (bertanding)? Apakah saya bisa balik (bertanding) dengan maksimal? Apakah nanti saya masih bisa mengendalikan lutut saya? Saya sempat takut tuh," katanya.
Andi Kurniawan mengatakan berbagai pemikiran yang dialami Habib sangat masuk akal. Perasaan pesimis seperti itu kerap dirasakan para atlet yang memang digaji untuk bertanding. Bahkan berbagai informasi di Google soal dampak cedera olahraga, atlet yang akhirnya pensiun bertanding karena cedera pun tak jarang membuat para atlet itu semakin ketakutan. Dengan berbagai perawatan pemulihan yang diberikan kepada atlet, ia berharap agar para atlet bisa mengubah pola pikir pesimisnya itu menjadi lebih lapang dada menerima cedera itu. Dengan begitu, perasaan tetap semangat, berani, percaya diri serta kuat hingga akhirnya optimis bisa kembali lagi bertanding di berbagai laga akan dimiliki atlet Indonesia. "Mental atlet juga perlu disiapkan. Serta perlu juga monitoring dan evaluasi dalam proses pemulihan cedera olahraga," kata Andi Kurniawan.
Menurut Andi Kurniawan, kembalinya atlet ke pertandingan tidak boleh hanya berdasar fisik saja. Perlu pula untuk meningkatkan mental sang atlet. "Makanya harus Complete Recovery alias pemulihan secara komplet," lanjutnya.
Pemulihan Cedera Komplet bagi Atlet
Ia mengatakan pemulihan cedera olahraga secara komplet bisa dilakukan dengan memperhatikan 4 hal. Pertama soal anatomi. Dari segi anatomi, perlu adanya restorasi anatomi, rekonstruksi secara anatomi melalui operasi. Kedua ada pemulihan secara fungsi. Berbagai fungsi seperti mengatasi nyeri, memberikan ruang gerak ke sendi, meningkatkan kekuatan otot, hingga melatih keseimbangan perlu agar atlet bisa kembali berolahraga dan bertanding secara aman.
Selanjutnya adalah pemulihan dalam hal performa. Andi Kurniawan mengatakan perlu bagi atlet untuk juga menjaga performa mereka agar bisa kembali seperti sedia kala. Para atlet perlu untuk menjaga tingkat kebugaran, menjaga kecepatan, mengembelikan kelincahannya sesuai cabang olahraga yang ia geluti. Terakhir, atlet juga perlu melakukan pemulihan dalam hal mengurangi risiko cedera berulang. Atlet perlu melatih kualitas geraknya, serta menjaga keseimbangannya dengan baik dengan harapan tidak lagi mengalami cedera di kemudian hari.
Andi Kurniawan meyakinkan bahwa para atlet bisa tetap kembali ke pertandingan bahkan meningkatkan performanya jauh lebih baik dibandingkan dengan performa sebelumnya asal bisa melakukan proses pemulihan yang baik pasca cedera olahraga. Walau begitu, ia mengingatkan bahwa ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap pemulihan atlet pasca alami cedera olahraga. Beberapa faktor itu adalah soal tipe cedera yang dialami atlet, tingkat keparahan cedera yang dialami atlet, ada pula faktor waktu penanganan cedera serta tingkat pertanding yang dilalui atlet. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah sistem pendukung pemulihan cedera itu dari mulai akses rehabilitasi yang bisa dijangkau atlet, tim kesehatan, serta teknologi yang digunakan dalam penanganan pemulihan.
Terkhusus untuk faktor teknologi, kata Andi Kurniawan, pengaruhnya cukup tinggi dalam pemulihan cedera olahraga bagi atlet. Teknologi bisa membantu atlet untuk mendapatkan diagnosis yang tepat serta personal. Diagnosis yang tepat ini adalah kunci program rehabilitasi yang optimal bagi pasien cedera olahraga yang dialami atlet. Proses rehabilitasi di fase akut sangat mempengaruhi kecepatan rehabilitasi. "Proses rehabilitasi pun bisa dilakukan secara optimal dengan menggunakan teknologi terbaik," katanya.
Macam - Macam Cedera Olahraga
Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga RS Pondok Indah - Bintaro Jaya dr Grace Joselini Corsela, Sp Ko, MMRS mengatakan cedera olahraga sangat dekat dengan para atlet termasuk atlet basket seperti yang dialami Habib. Walau begitu, sebenarnya cedera olahraga tidak hanya dialami para atlet, ada beberapa ciri orang juga yang bisa mengalami cedera olahraga. Contoh orang ini adalah mereka yang tidak rutin berolahraga, serta orang yang tidak melakukan pemanasan yang adekuat sebelum berolahraga. "Bagi atlet, seperti atlet basket, cedera olahraga dialami ketika melakukan olahraga yang banyak melakukan kontak fisik antara pemain," kata Grace.
Berdasarkan gejala, cedera olahraga dibagi menjadi dua. Pertama adalah cedera akut. Artinya cedera ini terjadi secara mendadak dan memiliki onset yang jelas. Gejalanya biasa nyeri, muncul tiba-tiba, ada bengkak, kekuatan otot berkurang, tampak kelainan bentuk atau ukuran tulang. Jenis kedua adalah cedera overuse. Artinya cedera olahraga terjadi secara perlahan. Gejalanya adalah nyeri yang muncul saat beraktivitas, terkadang muncul nyeri tumpul, serta kadang disertai bengkak.
Namun, khusus para atlet, jenis cederanya jauh lebih banyak lagi. Maklum ada banyak pula olahraga yang didalami para atlet dalam dan luar negeri ini.
Berikut adalah macam cedera olahraga yang umum dialami para atlet menurut Grace:
Cedera ACL
ACL merupakan jaringan kuat yang menghubungkan tulang paha ke tulang kering dan membantu menstabilkan lutut. Pendaratan yang kurang sempurna ketika melompat atau berubah arah secara tiba-tiba dapat memberikan tekanan kepada ACL dan menyebabkan ligamen robek atau pecah.
Cedera Hamstring
Cedera hamstring merupakan kondisi ketika otot paha begian belakang mengalami tarikan atau robekan.
Cedera Golfers's Elbow
Cedera ini biasanya dialami para pemain golf. Golfer's elbow atau medial epicondylitis merupakan peradangan pada ujung siku bagian dalam.
Cedera Tennis Elbow
Cedera ini biasanya dialami olah para atlet tenis. Lateral epidondylitis atau tennis elbow adalah peradangan pada ujung siku bagian luar.
Cedera Meniskus
Cedera meniskus ini disebabkan oleh putaran yang kuat sehingga menyebabkan jaringan tertentu di bagian lutut robek
Cedera Ankle
Cedera kaki dan pergelangan kaki ini dapat berupa cedera tendon, keseleo, hingga patah tulang.
Konferensi Pers persemian Sport Medicine, Injury & Recovery Center di RS Pondok Indah – Bintaro Jaya/RS Pondok Indah
Grace mengingatkan bahwa setiap orang yang mengalami cedera olahraga sebaiknya mengingat penanganan pertamanya, yaitu metode PRICE. PRICE sendiri merupakan singkatan dari Protect (melindungi), Rest (istirahat), Ice (es), Compress (membebat), Elevate (meninggikan). Penting sekali mengkompres es selama 10-15 menit setiap 4 jam dalam penanganan cedera. "Price digunakan pada jenis cedera trauma, strain dan sprain. Metode ini dilakukan pada 24-72 jam pertama setelah terjadinya cedera olahraga," kata Grace.
Chief Executive Officer RS Pondok Indah Group, dr. Yanwar Hadiyanto, MARS mengatakan saat ini ada banyak jenis olahraga yang diikuti masyarakat. Yanwar melihat ada semakin banyak antusiasme masyarakat menjalani beragam jenis olahraga. "Dari mulai hobi hingga mengikuti marathon. Peminatnya semakin banyak dan beragam," kata Yanwar.
Meningkatnya antusiasme ini pun meningkatkan jumlah orang yang berisiko terkena cedera olahraga. Untuk itu ia dan tim menyiapkan Sport Medicine, Injury & Recovery Center (SMIRC) di RS Pondok Indah – Bintaro Jaya. Walau begitu, ia ingin memfokuskan layanan ini untuk para atlet Indonesia yang bekerja dan berjuang membawa nama negara dan daerah masing-masing di berbagai laga. "“Kami menyadari pentingnya penanganan yang cepat dan tepat pada cedera olahraga. Hal ini krusial agar kondisi cedera tidak semakin memburuk, atau bahkan menimbulkan cedera lanjutan di masa yang akan datang. Kami ingin membantu para pasien dapat kembali berolahraga dan pulih dari cedera dengan lebih cepat," katanya.
Ilustrasi wanita cedera otot. shutterstock.com
Dari pantauan Tempo, SMIRC tampak seperti tempat gymnastic versi kecil yang memiliki beragam alat olahraga. Ada alat angkat beban, ada treadmill, ada pula bola-bola dengan ukuran kecil hingga besar. Lalu ada juga ruangan perawatan dimana pasien mendapatkan perawatan Cryotherapy alias terapi dingin. Terapi ini dilakukan dengan mengalurkan gas CO2 bertekanan tinggi untuk mendinginkan permukaan dan lapisan di bawah kulit secara drastis antara suhu 2-4 derajat celcius. Ada pula perawatan Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS). Perawatan ini melibatkan arus listrik bertegangan rendah untuk mengurangi kepekaan rasa nyeri. Lalu ada pula Ultrasound Therapy, yaitu metode pengobatan dengan gelombang suara untuk merangsang jaringan di sekitar area cedera untuk memproduksi kolagen untuk mendorong menyembuhan jaringan lunak dan tingkatkan metabolisme sel.
Hingga Agustus lalu, Habib sudah menjalani pemulihan cedera olahraga selama 4,5 bulan. Sudah ada berbagai perubahan yang dialami dan dirasakannya. "Dari mulai saya awalnya pakai dua tongkat, satu tongkat, lalu menapak dan mulai bisa jalan-jalan. Sekarang saya sudah bisa joging dan melakukan lompat sedikit-sedikit," katanya menceritakan berbagai perbaikan kakinya pasca operasi.
Kepada sesama atlet yang mungkin bernasib sama karena mengalami cedera, Habib mengajak tetap berpikiran positif. Ia mengingatkan rekan atlet untuk memperhatikan penanganan pemulihan cedera. "Harus cepat ditangani, jangan sampai telat ke dokter agar pemulihannya lebih baik. Maklum atlet kan harus siap cedera ya," katanya.
Baca: Saran Dokter buat Pasien Cedera Olahraga: Segera Ditangani