TUAK adalah pelipur lara buat orang Batak. Di samping tempat
pelarian bagi pikiran yang lagi kacau, di daerah Tapanuli
(Sumatera Utara) minuman tradisional beralkohol itu erat pula
berkaitan dengan adat istiadat. Dalam acara perkawinan, terutama
ketika rombongan calon pengantin pria datang meminang calon
pengantin putri ada saja orang yang berteriak meminta Dia
dopuang tuak natonggi i? Yang artinya: mana tuak yang manis itu?
Rasa tuak memang manis. Bercampur pahit sedikit. Orang-orang
Batak menganggap minuman itu selain akan menghangatkan tubuh,
dia punya keampuhan untuk membuat seseorang lancar bicara. Hal
yang amat diperlukan dalam upacara pinang-meminang. Satu upacara
adat yang penuh "kata-kata bersambut" antara kedua belah pihak.
Minuman asli rakyat Batak yang berasal dari sadapan getah pohon
enau atau kelapa itu juga dipercaya bisa menangkis berbagai
penyakit. Seorang peminum tuak dengan bangga menyebutkan dirinya
akan bebas dari tekanan darah tinggi, malaria, flu apalagi masuk
angin. Ibu yang baru bersalin dianjurkan meminum tuak. Karena
orang-orang tua di daerah itu yakin tuak akan membuat air susu
lancar.
Buat orang Batak tuak boleh dikatakan segala-galanya. "Dia akan
membuat tubuh sehat dan panjang umur," ucap Burhan Lumbantobing,
51 tahun, seorang pengusaha lapo tuak di Jembatan Senggol,
Sibolga. Dengan bangga dia mengambil contoh Herman Pandiangan.
Orang ini katanya baru meninggal pada usia 120 tahun, dua tahun
yang lalu. "Dia meninggal bukan karena sakit tapi memang sudah
takdirnya," tambah si pemilik lapo kepada Bersihar Lubis dari
TEMPO.
Menurut cerita, kakek tertua dari Sibolga itu bisa bertahan di
dunia begitu lama berkat resep minum tuak yang secara tetap dia
lakukan sejak muda. Orang-orang juga percaya berkat tuak itu
Herman Pandiangan masih kuat berjalan kaki tanpa tongkat dari
rumahnya ke pancuran sejauh 1l2 km untuk mandi. Giginya utuh.
Menurut kabar, menjelang matinya dia masih bisa mengunyah
daging, jagung dan jengkol.
Pemilik lapo tuak, seperti Burhan Lumbantobing tentu saja orang
yang paling pintar berbicara mengenai khasiat minuman yang dia
jual. Dia katanya pernah berbincang-bincang perkara tuak ini
dengan Bruder Bernard Gotte, pastor berkebangsaan Jerman yang
sejak beberapa waktu lalu buka praktek akupunktur dan magnetisme
yang memakai bandul. Orang Jerman itu kabarnya menyebutkan bahwa
tuak mengandung bikarbonat, zat gula, dan semacam zat yang
dikandung pil kina. "Tuak adalah minuman sehat," kata Burhan
menirukan Bernard Gotte. Karena itu tiap petang orang Jerman itu
minum sebotol tuak.
Tetapi sejak Lundu Panjaitan SH bertugas sebagai Bupati Tapanuli
Tengah, September 1980, tuak mendapat arus balik. Bupati ini
terkenal dengan kampanyenya menantang minuman alkohol. Tuak juga
termasuk minuman yang gigih hendak dibatasinya. "Salah satu
sebab yang membuat orang Tapanuli Tengah miskin adalah karena
mereka doyan minum alkohol, termasuk tuak," katanya tegas.
Menurut bupati tersebut tiap bulannya penduduk menghabiskan
waktu 10 hari di lapo tuak dan saban hari minimal Rp 1.000
dikeluarkan seorang peminum.
Lundu sebal melihat tingkah laku rakyatnya. Penduduk Desa Sait
Ni lluta Kalangan 11, 30 km dari Sibolga termasuk yang paling
sengit ketagihan tuak. Mereka lebih baik memilih memanggul getah
yang beratnya 50 kg sejauh 8 km ke pasar Hutanabolon daripada
mengupah pemilik kuda untuk membawanya ke sana. "Mereka sengaja
menghemat ongkos angkut itu supaya bisa digunakan untuk membeli
minuman keras. Pulang dari pasar mereka pun mabuk dan
bergelimpangan di jalan," cerita sang bupati.
Melawan tuak dan minuman keras lainnya Lundu Panjaitan tak
gentar sekalipun harus berhadapan dengan gereja. Dia menentang
kebiasaan panitia pembangunan gereja mengumpulkan dana dengan
lelang tuak. Dia mengumpulkan semua pendeta dan pemuka gereja di
Tapanuli Tengah agar menghentikan kebiasaan itu. "Pimpinan Huria
Kristen Batak Protestan sudah berjanji membuat surat edaran
melarang minuman keras sebagai bahan lelang," katanya.
Terhadap bawahannya sendiri Lundu Panjaitan konon bertindak
tegas. Kalau ada kepala desa yang tertangkap basah lagi minum,
akan dikenakan tindakan administratif. Itulah makanya
orang-orang di Sibolga sudah sulit mencari pejabat berseragam
Korpri nongkrong di lapo tuak. Kalau dulu di seluruh Tapanuli
Tengah ada 600 lapo, sekarang tinggal 75 buah dengan izin resmi.
Lapo-lapo liar sering dirazia. Dalam beberapa bulan ini berhasil
disita puluhan ribu botol "Pokoknya empat gudang kantor camat di
empat kecamatan yang berukuran 3 x 4 meter kini penuh minuman
keras hasil sitaan," kata bupati itu.
Adanya keputusan pemerintah pusat sejak awal Desember ini untuk
memperketat penggunaan minuman alkohol menambah emangat perang
sang bupati terhadap tuak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini