Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Perang Tuak Di Batak

Tuak, minuman tradisional orang batak, konon dapat menangkis berbagai penyakit dan bikin awet muda. Tapi bupati Tapanuli melarang penggunaan minuman beralkohol yang telah berkait dengan Batak itu.

19 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUAK adalah pelipur lara buat orang Batak. Di samping tempat pelarian bagi pikiran yang lagi kacau, di daerah Tapanuli (Sumatera Utara) minuman tradisional beralkohol itu erat pula berkaitan dengan adat istiadat. Dalam acara perkawinan, terutama ketika rombongan calon pengantin pria datang meminang calon pengantin putri ada saja orang yang berteriak meminta Dia dopuang tuak natonggi i? Yang artinya: mana tuak yang manis itu? Rasa tuak memang manis. Bercampur pahit sedikit. Orang-orang Batak menganggap minuman itu selain akan menghangatkan tubuh, dia punya keampuhan untuk membuat seseorang lancar bicara. Hal yang amat diperlukan dalam upacara pinang-meminang. Satu upacara adat yang penuh "kata-kata bersambut" antara kedua belah pihak. Minuman asli rakyat Batak yang berasal dari sadapan getah pohon enau atau kelapa itu juga dipercaya bisa menangkis berbagai penyakit. Seorang peminum tuak dengan bangga menyebutkan dirinya akan bebas dari tekanan darah tinggi, malaria, flu apalagi masuk angin. Ibu yang baru bersalin dianjurkan meminum tuak. Karena orang-orang tua di daerah itu yakin tuak akan membuat air susu lancar. Buat orang Batak tuak boleh dikatakan segala-galanya. "Dia akan membuat tubuh sehat dan panjang umur," ucap Burhan Lumbantobing, 51 tahun, seorang pengusaha lapo tuak di Jembatan Senggol, Sibolga. Dengan bangga dia mengambil contoh Herman Pandiangan. Orang ini katanya baru meninggal pada usia 120 tahun, dua tahun yang lalu. "Dia meninggal bukan karena sakit tapi memang sudah takdirnya," tambah si pemilik lapo kepada Bersihar Lubis dari TEMPO. Menurut cerita, kakek tertua dari Sibolga itu bisa bertahan di dunia begitu lama berkat resep minum tuak yang secara tetap dia lakukan sejak muda. Orang-orang juga percaya berkat tuak itu Herman Pandiangan masih kuat berjalan kaki tanpa tongkat dari rumahnya ke pancuran sejauh 1l2 km untuk mandi. Giginya utuh. Menurut kabar, menjelang matinya dia masih bisa mengunyah daging, jagung dan jengkol. Pemilik lapo tuak, seperti Burhan Lumbantobing tentu saja orang yang paling pintar berbicara mengenai khasiat minuman yang dia jual. Dia katanya pernah berbincang-bincang perkara tuak ini dengan Bruder Bernard Gotte, pastor berkebangsaan Jerman yang sejak beberapa waktu lalu buka praktek akupunktur dan magnetisme yang memakai bandul. Orang Jerman itu kabarnya menyebutkan bahwa tuak mengandung bikarbonat, zat gula, dan semacam zat yang dikandung pil kina. "Tuak adalah minuman sehat," kata Burhan menirukan Bernard Gotte. Karena itu tiap petang orang Jerman itu minum sebotol tuak. Tetapi sejak Lundu Panjaitan SH bertugas sebagai Bupati Tapanuli Tengah, September 1980, tuak mendapat arus balik. Bupati ini terkenal dengan kampanyenya menantang minuman alkohol. Tuak juga termasuk minuman yang gigih hendak dibatasinya. "Salah satu sebab yang membuat orang Tapanuli Tengah miskin adalah karena mereka doyan minum alkohol, termasuk tuak," katanya tegas. Menurut bupati tersebut tiap bulannya penduduk menghabiskan waktu 10 hari di lapo tuak dan saban hari minimal Rp 1.000 dikeluarkan seorang peminum. Lundu sebal melihat tingkah laku rakyatnya. Penduduk Desa Sait Ni lluta Kalangan 11, 30 km dari Sibolga termasuk yang paling sengit ketagihan tuak. Mereka lebih baik memilih memanggul getah yang beratnya 50 kg sejauh 8 km ke pasar Hutanabolon daripada mengupah pemilik kuda untuk membawanya ke sana. "Mereka sengaja menghemat ongkos angkut itu supaya bisa digunakan untuk membeli minuman keras. Pulang dari pasar mereka pun mabuk dan bergelimpangan di jalan," cerita sang bupati. Melawan tuak dan minuman keras lainnya Lundu Panjaitan tak gentar sekalipun harus berhadapan dengan gereja. Dia menentang kebiasaan panitia pembangunan gereja mengumpulkan dana dengan lelang tuak. Dia mengumpulkan semua pendeta dan pemuka gereja di Tapanuli Tengah agar menghentikan kebiasaan itu. "Pimpinan Huria Kristen Batak Protestan sudah berjanji membuat surat edaran melarang minuman keras sebagai bahan lelang," katanya. Terhadap bawahannya sendiri Lundu Panjaitan konon bertindak tegas. Kalau ada kepala desa yang tertangkap basah lagi minum, akan dikenakan tindakan administratif. Itulah makanya orang-orang di Sibolga sudah sulit mencari pejabat berseragam Korpri nongkrong di lapo tuak. Kalau dulu di seluruh Tapanuli Tengah ada 600 lapo, sekarang tinggal 75 buah dengan izin resmi. Lapo-lapo liar sering dirazia. Dalam beberapa bulan ini berhasil disita puluhan ribu botol "Pokoknya empat gudang kantor camat di empat kecamatan yang berukuran 3 x 4 meter kini penuh minuman keras hasil sitaan," kata bupati itu. Adanya keputusan pemerintah pusat sejak awal Desember ini untuk memperketat penggunaan minuman alkohol menambah emangat perang sang bupati terhadap tuak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus