Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Enam model berjalan anggun di catwalk di sebuah gedung di kawasan Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta, Kamis lalu. Mereka mengenakan busana bertema tenun karya perancang kondang Wignyo Rahadi.
Warna biru tua dan biru muda menjadi kelir dominan. Lazimnya kain tenun, garis vertikal menjadi salah satu motif paling mencolok. Seperti dalam satu busana, Wignyo membuat setelan celana panjang bermotif tenun vertikal berkelir biru tua dipadukan dengan baju lengan pendek berwarna biru muda.
Uniknya, terdapat potongan kain tenun yang melingkar dari leher hingga ke dada. Motif kain tenun ini membentuk pola bunga. Ada pula busana kombinasi celana kulot dan blazer dengan warna biru muda. Pada celana kulot, mayoritas terbuat dari kain polos.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sentuhan tenun tersemat pada sisi luar celana. Sedangkan pada blazer tampak lebih ramai dengan motif tenun vertikal. Selain itu, tersemat ikat pinggang yang terbuat dari kain tenun tipis nan panjang yang dililitkan di pinggang.
Kain tenun Tanimbar asal Maluku Tenggara Barat menjadi bahan utama keenam karya terbaru Wignyo itu. Peragaan busana kreasi Wignyo merupakan bagian dari Jakarta Fashion Trend (JFT) 2023 yang diselenggarakan oleh Indonesia Fashion Chamber (IFC).
Keenam busana tenun Tanimbar merupakan bentuk kerja sama Wignyo dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku. Wignyo mengatakan, dalam waktu dua tahun terakhir, mereka membantu pengembangan potensi kain tenun khas Kabupaten Maluku Tenggara Barat atau yang kini disebut Kabupaten Tanimbar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Model memperagakan busana desainer Wignyo pada acara Jakarta Fashion Trend 2023 di Soehana Hall, SCBD, Jakarta, 11 Januari 2023. Tempo/Febri Angga Palguna
Menurut Wignyo, kain tenun Tanimbar tak kalah cantik dengan tenun-tenun Indonesia lainnya yang sudah terkenal. Ia mengatakan wilayah kepulauan mempengaruhi motif khas tenun Tanimbar, seperti corak tombak yang lazim digunakan masyarakat Kabupaten Tanimbar untuk mencari ikan di pantai.
"Ada pula motif bunga anggrek. Kebetulan di sana bunga anggreknya banyak dan cantik," kata Wignyo kepada Tempo.
Namun, di balik cantiknya tenun Tanimbar, Wignyo merangkum sejumlah kendala pengembangan wastra tersebut. Salah satunya tentang sikap perajin tenun yang masih menganggap pembuatan tenun Tanimbar sebagai pekerjaan sampingan.
Para perajin masih mementingkan pertanian dan mencari ikan sebagai pekerjaan utama. Walhasil, selembar kain tenun yang bisa diselesaikan dalam waktu satu pekan molor menjadi satu bulan.
Karena itu, perlu upaya untuk mendorong perajin tenun agar lebih berfokus untuk memproduksi tenun Tanimbar. Selain itu, kualitas kain tenun harus diperhatikan dengan baik. Sebab, untuk bisa dikonversi menjadi busana yang cantik, kain tenun harus punya kualitas yang baik.
"Sepintar apa pun perancangnya membuat busana dan secantik apa pun motif kainnya, kalau kualitasnya jelek, ya percuma," tutur pria yang lebih dari 20 tahun menggeluti tenun Nusantara itu.
Selain membuat busana tenun Tanimbar, Wignyo membuat enam busana bertema tenun Sibolga, atau yang lebih dikenal dengan nama ulos. Wignyo membawa ulos Harungguan alias rajanya ulos di Tanah Batak.
Berbeda dengan tenun Tanimbar, busana ulos Harungguan bikinan Wignyo punya warna lebih beragam, seperti hitam, kuning, merah, dan biru gelap. Lagi-lagi, Wignyo digandeng Bank Indonesia melalui kantor perwakilan Sibolga dalam peragaan busana ulos Harungguan.
Menurut Wignyo, kain ulos sudah punya pamor tinggi sebagai salah satu wastra Tanah Air. Meski begitu, mayoritas ulos digunakan sebatas kain. Padahal, dengan kreativitas, ulos Harungguan dan tenun Tanimbar bisa diubah menjadi busana yang cantik. Bahkan punya nilai ekonomi yang lebih tinggi lagi. "Hal ini juga berlaku untuk jenis wastra Indonesia lainnya. Namun kembali lagi, kualitas kainnya harus dibikin baik dulu."
Selain Wignyo, turut dipamerkan sejumlah busana koleksi desainer muda asal Cirebon, Iyonono. Uniknya, pria berusia 30 tahun itu membagi aksi catwalk busananya dalam dua sesi. Pertama, peragaan busana dibawakan oleh model profesional.
Adapun pada sesi kedua, Iyonono memamerkan empat busana yang diperagakan oleh model yang tak lazim. Pertama, seorang pria mengenakan busana kemeja putih lengan panjang dengan rompi berkelir abu-abu tua. Model pria itu mengenakan rok pendek berkelir hitam lengkap dengan stoking hitam.
Selanjutnya, Iyonono menampilkan model perempuan paruh baya yang mengenakan setelan rompi dan rok pendek berkelir abu-abu tua. Meski sudah berumur, perempuan tersebut tampak percaya diri berjalan di atas catwalk.
Iyonono juga menampilkan model perempuan plus size. Perempuan berambut keriting panjang itu tampak nyaman berjalan di atas catwalk. Ia mengenakan baju terusan berkelir abu-abu terang dengan rompi panjang.
Model memperagakan busana desainer Iyonono. Tempo/Febri Angga Palguna
Iyonono menghadirkan model spesial dalam peragaan busana pada Kamis lalu itu untuk mengajak masyarakat berani berekspresi lewat busana. Menurut Iyonono, jika membuat busana yang kemudian dipakai oleh model yang berpostur tinggi semampai sudah pasti hasilnya akan cantik. Justru tantangan sebenarnya adalah merancang busana untuk masyarakat umum yang bentuk fisiknya beragam.
"Cantik itu enggak harus tinggi. Yang tahu pun masih bisa funky kalau percaya diri. Ukuran tubuh besar pun cantik," ujar Iyonono.
Semua karya Iyonono punya ciri khas, yakni hadirnya kain yang dirangkai menyerupai beragam bentuk yang menempel pada pakaian dan celana. Menurut dia, hal tersebut memang menjadi kekuatannya.
Maklum, pada dasarnya, Iyonono cenderung berfokus pada tekstil ketimbang desain busana. Karena itu, ia lebih senang jika disebut sebagai desainer tekstil dibanding perancang busana. "Semuanya saya dan tim kerjakan dengan tangan. Pola-pola jahitan itu jadi kekuatan kami."
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo