Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

PPKM Level 3, Cara Pas Ingatkan Masyarakat Bahaya Omicron

Epidemiolog menilai kembali diterapkannya PPKM level 3 sebagai langkah ideal mengingatkan publik mengenai seriusnya bahaya Omicron.

7 Februari 2022 | 22.10 WIB

Ilustrasi rapid test Covid-19. REUTERS
Perbesar
Ilustrasi rapid test Covid-19. REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan kembali diterapkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM level 3 merupakan langkah ideal mengingatkan publik mengenai seriusnya bahaya Omicron.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Ini akan membantu dan menjamin efektivitas penguatan, menyadarkan dan mengingatkan semua pihak, ini masih dalam situasi serius. Itu esensinya sekarang,” kata Dicky.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menanggapi diterapkannya kembali PPKM level 3 di sejumlah wilayah, Dicky menuturkan kebijakan tersebut cukup ideal karena dapat menjadi payung yang akan membantu membuat upaya 3T (testing, tracing, dan treatment) serta disiplin protokol kesehatan berjalan dengan lebih efektif. Dalam penerapan protokol kesehatan, kebijakan PPKM akan membatasi orang yang belum melakukan vaksinasi untuk melakukan aktivitas sehingga dapat mencegah terjadi perluasan penularan.

Selain itu, adanya pembatasan juga mendorong pemerintah mencegah terjadinya lolosnya kasus akibat varian Omicron yang merebak dengan cepat dalam kondisi pandemi saat ini akibat pelacakan yang masih belum memadai. Masa penerapan kebijakan itu merupakan waktu yang tepat supaya pemerintah bisa lebih memaksimalkan implementasi berbagai mitigasi dan strategi sebagai bentuk respons menghadapi pandemi, seperti menggencarkan deteksi kasus melalui penelusuran.

Kemudian pada isolasi dan karantina yang dilakukan oleh pasien positif COVID-19, pemerintah dapat mencegah dan memutus mata rantai penularan dengan mempertajam kualitas serta kuantitas melalui penetapan masa karantina lima sampai tujuh hari. Dicky menyarankan akan lebih baik bila jumlah orang yang menjalani isolasi maupun karantina itu setidaknya dapat mencapai 80 persen.

“Jadi 80 persen, misalnya dari yang terinfeksinya 1.000 kalikan 30.000, kemudian berapa 80 persennya seperti itu dan ini cukup mandiri. Tidak harus ke fasilitas kesehatan kecuali dalam kondisi yang tidak memungkinkan secara klinis atau teknis seperti lansia komorbid dengan risiko,” ucapnya.

Pelaksanaan isolasi atau karantina secara mandiri itu juga termasuk pada orang yang positif akibat belum vaksinasi. Menurutnya, kombinasi upaya penanggulangan tersebut harus terus ditingkatkan termasuk pada tingkat kepatuhan semua pihak menjalankan protokol kesehatan. Salah satunya adalah terus mengajak masyarakat melakukan vaksinasi yang saat ini masih terus menjadi tugas pemerintah.

Dicky mengingatkan semua pihak untuk meminimalkan dampak gelombang ketiga adalah hal yang sulit dan belum ada negara yang dapat menghalau gelombang ketiga COVID-19 akibat Omicron. Oleh sebab itu, dia meminta keterlibatan semua pihak untuk tidak menganggap remeh Omicron dan terus memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas supaya tidak terkena varian baru itu.

“Kita tidak bisa menghindari, apalagi banyak kelompok rawan yang belum memiliki imunitas. Ini tentu bicara konteks Jawa-Bali, nanti luar Jawa. Kita harus lihat karena landscape imunitasnya berbeda,” jelas Dicky.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus