Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Program baru, masalah baru

RSAB harapan kita, jakarta, memulai sebuah program bayi tabung baru dengan metode zigote intra-fallopian transfer (zift). memberi peluang hamil dua kali lebih besar ketimbang cara lama, metode fiv.

17 Juni 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RS Anak dan Bersalin (RSAB) Harapan Kita kini menjanjikan harapkan lebih besar bagi ibu yang sulit punya anak. Sejak sebulan silam, RSAB ini telah memulai sebuah program bayi tabung baru, yang memberi peluang hamil dua kali lebih besar ketimbang cara lama. Cara baru itu disebut Zigote Intra-Fallopian Transfer (ZIFT), sedang yang lama dinamakan Fertilisasi In Vitro (FIV). Kelebihan ZIFT, menurut Kepala Laboratorium RSAB, dr. Muchsin Jaffar, adalah karena 40% ibu yang mengikuti program ini berhasil hamil, sementara pada prosedur FIV hanya 20%. Tapi itu angka di luar negeri. Di sini belum diketahui, berhubung baru lima ibu yang ikut prosedur ZIFT. Tingginya angka keberhasilan hamil ini tak lain karena pada ZIFT digunakan medium (sarana) yang lebih baik ketimbang FIV kendati peralatan yang dipakainya hampir sama. Yang jelas, "Cara ZIFT relatif lebih alamiah," kata Muchsin, alumnus Universitas Sumatera Utara yang juga ahli patologi klinik lulusan Jerman itu, kepada Ida Farida dari TEMPO. Alasannya, pada ZIFT, embrio dipindahkan ke saluran tuba ibu segera sesudah pembuahan. Pembelahan diharapkan terjadi dalam tuba esok harinya. Inilah salah satu faktor alamiah itu. Sedangkan pada FIV, embrio baru ditandurkan ke rahim (bukan ke tuba) setelah terjadi pembelahan, yakni sekitar hari ketiga. Ini berarti pemindahan embrio pada ZIFT dilakukan sekitar sehari lebih cepat dari FIV (TEMPO, 22 April 1989). Tapi itu baru soal teknis. Pada simposium "Bayi Tabung dan Permasalahannya serta Prospek di Masa Depan", yang diselenggarakan Media Aesculapius FK UI Mei lalu, ternyata persoalan bayi tabung tidak hanya menyangkut segi teknis. Lebih dari itu, masih ada persoalan hukum kedokteran (mediko-legal) dan mediko-sosial, yang memerlukan pemikiran serius. Ambil saja soal ibu pengganti (surrogate mother), yang menyediakan rahimnya untuk dititipi embrio orang lain -- seperti dalam cerita film Bayi Tabung-nya Deddy Mizwar yang kini sedang diputar di banyak bioskop. Jika ibu pengganti menuntut di belakang hari, lantas siapa yang berhak atas bayi itu: ibu yang memiliki sel telur (tapi tidak mengembangkan benih itu di rahimnya) ataukah ibu pengganti, yang mengandung benih orang lain itu selama sembilan bulan? Dalam simposium yang dihadiri sekitar 300 peserta itu -- termasuk Deddy Mizwar dan Ade Irawan -- juga dibicarakan persoalan kejiwaan bayi tabung. Menurut Dr. W.M. Roan D.P.M., pembicara dari Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan, bayi tabung biasanya lebih rentan terhadap gangguan jiwa. Seperti diketahui, faktor keturunan (gen) juga ikut menentukan terjadinya gangguan jiwa pada seseorang. Dalam kondisi yang artifisial seperti dalam proses bayi tabung, anak mungkin lebih rentan, hingga, "Angka kejadian gangguan jiwa akan lebih banyak," kata Roan. Selain itu, bayi tabung biasanya diperlakukan istimewa (lebih dimanja), mungkin karena dianggap anak mahal.SB, Ida Farida

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum