PERSAINGAN antar apotik di Jakarta masih gencar. Kadang-kadang
agak "menguntungkan" konsumen -- misalnya pelayanan 24 jam --
tapi kadang menyangkut keruwetan birokrasi tingkat tinggi.
Contoh yang menarik terjadi hari-hari ini.
Kisahnya dimulai dari Letnan Jenderal Polisi drs. Siswadji, yang
kini dikabarkan ditahan karena tuduhan korupsi. Ia teman
seperjalanan Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta dr Herman
Soesilo, dalam menunaikan ibadah haji di tahun 1976. Sekembali
dari perjalanan suci itu Siswadji mengajukan permohonan kepada
Herman Soesilo untuk membuka apotik di Proyek Pertokoan Selmis,
Tebet. Tapi Herman Soesilo memegang teguh ketetapan yang sudah
ada, bahwa daerah tadi tertutup untuk apotik baru. Permohonan
ditolak.
Selang beberapa lama kemudian datang pula CV Angsoka,
mengajukan permohonan yang sama. Ditolak lagi. Tapi kemudian
muncul Prof. dr. Dradjad D. Prawiranegara sebagai penasehat
perusahaan tersebut meminta dispensasi dari Kepala Dinas
Kesehatan. Rupanya menghadapi permohonan tersebut Herman Soesilo
rikuh juga. Tapi ia menolak mula-mula. Karena sebelumnya ia
telah menolak permintaan Siswadji.
Tapi kepada Prof. Dradjad, Herman Soesilo masih memberikan
sebuah kemungkinan. Yakni: asal ada pernyataan tidak keberatan
dari Siswadji, maka permohonan tadi bisa saja dikabulkan.
Kesempatan itu tak dilepaskan. CV Angsoka segera menghubungi
Siswadji. Persetujuan tercapai. Siswadji berkenan memberikan
persetujuan dengan syarat ia dapat andil dalam apotik yang bakal
dibuka. Dengan adanya persetujuan Siswadji tersebut Herman
Soesilo kemudian memberikan izin. Dengan begitu memang
sebab-sebab yuridis bergeser ketentuan bahwa daerah tersebut
sudah tertutup, sebagaimana yang telah diatur oleh Dinas
Kesehatan DKI, tak lagi penting.
Prof. Dradjad sendiri menganggap bahwa tidak berlakunya lagi
"daerah tertutup" adalah "dispensasi" dari Herman Soesilo yang
dimintanya secara sah. "Saya tidak menekan dia," ujarnya kepada
TEMPO.
Pada bulan Maret pun CV Angsoka sudah bersiap-siap dengan apotik
yang bernama Ratu Mustika di Proyek Pertokoan Selmis. Antara
lain dengan memasang papan pengumuman mengenai rencana
pembukaan apotik. Sekalian melemparkan selebaran ke sana-ke mari
dengan kata-kata memikat, seperti "harga bersaing" atau
"menunggu obat sambil nonton televisi."
Kampanye tersebut, yang dianggap melanggar etika dan peraturan,
ternyata mengundang reaksi dari tiga buah apotik yang sudah
berdiri dekat situ. Apotik Waras, Tanjakan dan Kebon Baru segera
menyatakan protes terhadap DKK, dan minta Ratu Mustika
dipindahkan dari "daerah tertutup" tersebut.
"Sejak beroperasinya apotik tersebut pertengahan Juni, resep
yang masuk ke mari merosot 20%. Tapi bukan itu yang jadi alasan
protes kami. Daerah tersebut sudah dinyatakan tertutup oleh DKK
sendiri melalui peraturan yang dikeluarkannya 5 Mei 1977," kata
Raden Ardjono, pemilik Waras.
Menerima protes dari trio apotik tadi, Herman Soesilo mengambil
jalan keluar: izin tetap diberikan untuk apotik yang masih dalam
taraf persiapan itu, hanya izin itu akan dikeluarkan kalau ada
surat pernyataan tak keberatan dari ketiga apotik tadi.
Ada Yang Busuk
Ketentuan baru tersebut memang mempersulit kedudukan Ratu
Mustika. Di antara mereka yang berada di belakang jabang bayi
apotik baru itu lalu muncul pikiran menyampaikan protes saja
kepada atasan Herman Soesilo. Lantas surat pun dikirimkan kepada
Gubernur Tjokropranolo.
Surat itu rupanya berhasil meyakinkan, hingga Gubernur kasih
rekomendasi supaya Ratu Mustika diberi "izin operasi selama 5
tahun." Surat Gubernur itu dikeluarkan tanggal 6 Mei 1978.
Bagi Kepala Dinas Kesehatan DKI Herman Soesilo, dengan surat
gubernur tersebut nampaknya semua keputusannya yang terdahulu
tak terpakai lagi. Akhirnya 23 Mei ia mengeluarkan rekomendasi
yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, Depkes, untuk memberikan izin kepada Ratu Mustika. Dan
drs Sunarto Prawirosujanto sang Dirjen, cret-cret membubuhkan
tandatangannya untuk surat itu tanggal 30 Mei 1978. "Semua
syarat teknis yang dituntut untuk sebuah apotik sudah dipenuhi
sebagaimana dilaporkan oleh DKK Jakarta. Dan lagi ada
rekomendasi dari gubernur," ujar Sunarto menjelaskan, ringkas.
Herman Soesilo sendiri jadi agak segan berbicara kepada wartawan
mengenai kasus apotik yang berdiri di wilayah Tebet itu.
"Persoalan sudah selesai, semua ada di tangan Dirjen POM,"
jawabnya.
Tapi ketiga apotik yang memprotes tadi, meskipun sekarang tak
bisa berbuat banyak, merencanakan menemui DPR untuk menyampaikan
perihal nasib mereka. "Kami tahu tak bakal banyak menolong. Tapi
setidaknya orang di sana mengerti ada yang busuk di Jakarta,"
ucap H. S. Soedarno, pemilik apotik Tanjakan, kordinator dari
trio apotik tadi.
Itu memang kata-kata yang berani, meskipun soal keterlibatan
pejabat tinggi dalam kompetisi dagang rupanya harus
diselesaikarl dengan cara lain. Menurut sebuah sumber di Depkes,
Menteri baru Soewardjono Soerjaningrat baru-baru ini menegur 8
pejabat, agar mereka menjual kembali saham mereka di pelbagai
usaha farmasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini