Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Ragnarok, Candu Baru dari Korea

Wabah Ragnarok merasuki penggemar game. Asyik, tapi awas…, kantong bisa jebol.

10 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Smoke Pot julukannya. Dia termasuk pendekar medioker dalam jagat maya bernama Ragnarok. Levelnya sudah 76, tinggal beberapa penggal menuju tahap kewaskitaan seorang pendekar. "Kekayaan saya 11 juta zeni, mata uang Ragnarok," katanya. Itu bukan jumlah yang main-main di kalangan pecandu permainan online yang kini sedang mewabah di negeri ini.

Prasetyo nama aslinya. Pemuda 22 tahun ini amat ingin menuju level 99, tingkat paling top dalam Ragnarok. Maka dia pun ekstrarajin menyambangi Game Center 44.net, warung Internet di Jalan Titiran, Bandung. Saban hari, selepas tengah malam, dia memelototi layar komputer, jari-jarinya lincah memainkan mouse komputer. Mahasiswa Teknik Pangan Universitas Pasundan ini yakin, Ragnarok Online (RO) tidak bakal mengganggu kuliah. Katanya, "Asal pintar-pintar mengatur waktu."

Tentu, begadang tiap malam demi Ragnarok bukan resep pengaturan waktu yang wajar untuk seorang mahasiswa. Namun, menurut Prasetyo, dia belum apa-apa dibandingkan dengan maniak Ragnarok yang jauh lebih edan. Mereka terbuai hingga tak mau meninggalkan layar komputer sampai lebih dari 12 jam, tanpa jeda makan atau pergi ke toilet. Ratusan ribu sampai jutaan rupiah yang dikeluarkan, untuk sewa Internet, tak jadi soal. Namanya juga keranjingan.

Agus, pengelola warung Internet sekaligus Game Center Evolution, Jalan Monjali, Yogyakarta, adalah saksi keedanan itu. Tidak jarang ada pemain bertahan di warungnya 24 jam penuh. "Makan, tidur, mandi semuanya di sini," kata Agus. Pemain jenis begini hanya sesekali keluar dari warung Internet bila ada jadwal kuliah. Begitu kuliah usai, mereka buru-buru kembali ke warung.

Wibi, mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, adalah salah satu contoh maniak Ragnarok. Rata-rata 20 jam dia habiskan tiap hari untuk bermain RO. Tiap bulan Wibi paling sedikit mengeluarkan Rp 300 ribu untuk sewa Internet. "Saya jadi kurang tidur dan kurang makan," katanya, "Tapi tak apalah. Ragnarok memang asyik."

Apa, sih, sebenarnya Ragnarok? Pencipta permainan berdaya bius hebat ini adalah para maniak game online Korea Selatan yang tergabung dalam Gravity pada tahun 2001. Kisahnya berbasis dari komik terkenal berjudul Ragnarok karya Myung Jin-lee, yang bercerita tentang peperangan panjang nan melelahkan antara dewa, manusia, dan iblis. Lakon dalam komik ini dikembangkan hingga menjadi permainan virtual-interaktif yang bisa diikuti banyak orang dalam waktu bersamaan (multiplayer online community game, MPOCG).

Tak butuh waktu lama, demam Ragnarok segera menghangatkan darah anak muda Korea Selatan, Thailand, dan Jepang. Gambar tiga dimensi membuat tokoh-tokoh Ragnarok—mirip tokoh manga atau komik Jepang—tampil atraktif, segar, memikat. Sebagian guru bahkan menyambut Ragnarok sebagai sarana ideal untuk memperkenalkan teknologi komputer dan Internet kepada remaja. Popularitas Ragnarok pun cepat meroket hingga, pada 2003, BBC menempatkan Ragnarok pada urutan kedelapan di jajaran permainan online paling top sedunia.

Indonesia pun tak ketinggalan. Pada Maret 2003, PT Lyto Indonesia, pemegang lisensi Ragnarok Online, memperkenalkan permainan ini secara cuma-cuma. Siapa pun, asal mengakses Internet, boleh ikut. Kontan saja, ajakan ini mendapat sambutan. Sedikitnya 100 ribu pemain yang tersebar dari Aceh sampai Papua ikut meramaikan RO.

Demam ini disambut oleh warung Internet dan pusat permainan online (game center), kelas mal hingga kelas gang-gang kecil. Mereka ramai-ramai memasang fasilitas penunjang permainan ini. "Ragnarok available here," begitu biasanya tertulis di pintu. "Beberapa warung Internet dan game center yang tidak menyediakan fasilitas RO akhirnya gulung tikar," kata Agus, pengelola Game Center Evolution di Jalan Monjali, Yogyakarta.

Hebatnya demam Ragnarok terlihat dari data Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJI). Sepanjang tahun 2003, jasa Internet yang dimanfaatkan untuk permainan online mencapai 100 Mbps (megabyte per second). Ini berarti peningkatan tiga kali lipat dari tahun sebelumnya.

Gratisan RO tak berumur lama. Pada November 2003, PT Lyto menerapkan sistem kartu voucher untuk permainan ini. Tarifnya, Rp 65.000 untuk durasi permainan 1 bulan, Rp 18.500 untuk 1 minggu, dan kelas ketengan Rp 8.000 per 10 jam permainan. Seperti sudah diduga, sistem voucher membuat minat para pemain merosot. Sampai pekan lalu, tercatat hanya 19.800 pecandu RO di seluruh Indonesia yang rajin bermain. "Tapi saya yakin angka ini terus berkembang karena Ragnarok punya nilai khas tersendiri," kata Andi Suryanto, Direktur PT Lyto Indonesia.

Karakter Ragnarok memang berbeda dibandingkan dengan kebanyakan permainan online. Lazimnya, permainan online, misalnya Ultima, Earthquest, Dark Angel of Camelot, mengutamakan jalan cerita. Untuk mencapai posisi puncak, pemain harus melakukan serangkaian langkah a sampai z yang telah dirancang pembuat program permainan. Tapi, dengan Ragnarok, setiap pemain bebas menentukan sendiri jalan cerita yang ingin ditempuh. "Ragnarok memang menawarkan petualangan yang jauh melampaui khayalan," kata Andi.

Ada beberapa langkah menuju petualangan tak berbatas. Pertama, setelah membuka situs www.ragnarok.co.id, kita pilih salah satu karakter pemain, bisa pedagang, tukang sihir, pemburu, atau pemanah. Petualangan selanjutnya ditentukan oleh peran yang sudah kita pilih. "Jangan lupa, interaksi dengan sesama pemain yang lain juga sangat menentukan," kata Andi. Interaksi virtual ini bisa berupa kerja sama antarpemain untuk menumpas monster jahanam, jual-beli peralatan tempur, atau penyembuhan luka perang oleh pemain berkarakter penyihir.

Layaknya dunia nyata, dinamika antarpemain tak pernah sama persis. Maklum, namanya manusia, masing-masing punya watak berbeda yang mewarnai model permainan. Ada pemain yang cuek tak mau membantu rekan, ada yang penolong banget sehingga dia malah jadi mangsa empuk monster, ada juga pemain yang asyik mengumpulkan aksesori yang harus dibeli dengan mata uang zeni.

Ada lagi daya bius Ragnarok. Selagi berkelana di Dunia Midgard—nama jagat Ragnarok—kita bisa ngobrol menyapa sesama main. "Halo Kk...!" demikian sapaan baku di antara sesama pemain. Percakapan bisa berlanjut dengan obrolan (chatting) intensif. "Malahan, saya punya gebetan cewek dari Jakarta karena Ragnarok," kata Prasetyo.

Seperti Prasetyo, Wibi juga menikmati pergaulan ala Ragnarok. "Asyik, bisa banyak dapat kenalan baru," kata Wibi. Kopi darat digelar, perkumpulan khusus penggemar juga dibentuk. Di Yogya, umpamanya, para pecandu Rag-narok mendirikan JOGS. "Saya sendiri anggota Holy Nitro yang bermarkas di Jakarta," kata Wibi.

Namanya juga permainan yang bikin ketagihan, suara-suara khawatir pun muncul. Para guru di berbagai negara mengeluhkan muridnya yang lupa belajar gara-gara Ragnarok. Di Thailand, Menteri Teknologi Surapong Suebwonglee menetapkan aturan pembatasan. Server penyedia jasa game diblokir tak boleh digunakan pelajar pada pukul 22.00 hingga pukul 06.00 pagi.

Kerisauan juga muncul di Indonesia. Tidak sedikit orang tua yang terkaget-kaget mendapati tagihan telepon membengkak hingga jutaan rupiah. Ternyata, "Ini gara-gara anak kecanduan Ragnarok," kata Bagus, ayah Putri, remaja kelas 3 SMP di Jakarta Timur. Kapok dengan tagihan yang bikin kantong jebol, Bagus melarang penggunaan Internet di rumahnya untuk bermain Ragnarok. Sang putri harus ke warung bila ingin bermain.

Andi Suryanto, Direktur PT Lyto, membenarkan ada banyak remaja terbius Ragnarok. Salah satu solusinya, PT Lyto menerbitkan voucher Rp 8.000 yang berlaku 10 jam, yang memang ditujukan untuk kalangan pelajar. Moga-moga, kata Andi, voucher ini membuat para pelajar bisa membatasi waktu bermain dan tak terbius Ragnarok sampai kebablasan.

Mardiyah Chamim, Bobby Gunawan (Bandung), Heru Nugroho (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus