Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Matahari tengah mendaki menuju puncaknya. Udara tak terasa panas, biarpun angin teramat malas bergerak. Di pelataran parkir Cottage Darun Najah, Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Bandung, suasana terasa lengang. Suara qori yang melantunkan Al-Quran dari masjid di seberang jalan terdengar jelas. Senda-gurau anak-anak di dalam masjid, peserta program pesantren kilat yang diadakan oleh pesantren asuhan K.H. Abdullah Gymnastiar itu, juga seperti menerobos dinding-dinding betonnya. Deru mesin mobil tiba-tiba memecah suasana, terdengar menghampiri. Sejurus kemudian, mobil-mobil berpelat nomor Jakarta satu per satu masuk dan berjajar menata diri dan menumpahkan isinya: 35 orang eksekutif pemasaran sebuah perusahaan asuransi jiwa terkenal.
Datang berombongan, mereka jelas bukan berniat menawarkan polis asuransi bagi pimpinan Daarut Tauhid. Jadi? "Kami ingin mendekatkan diri kepada Allah, terlebih lagi di bulan Ramadan," ujar Jati Rismantoro, yang ikut dalam rombongan.
Gairah perburuan ini disambut hangat oleh Daarut Tauhid. Pesantren wirausaha itu menyediakan tak kurang dari 14 jenis program selama Ramadan. Peminat tinggal memilih. Dan efeknya amat terasa. Menurut Ustad Mulyadi al-Fadhil, Ketua Tim Asatidz Yayasan Daarut Tauhid, selama bulan puasa ini setiap harinya jumlah jemaah meningkat 4-5 kali lipat. Mulyadi menaksir, ini setara dengan 1.000 hingga 2.000 jemaah per hari. Saking banyaknya manusia yang ingin ikut kegiatan Daarut Tauhid, setiap salat tarawih, jemaah meluap hingga tumpah ke jalan raya yang ada di depannya. Menurut Mulyadi, antusiasme itu terjadi karena semasa Ramadan ganjaran yang diberikan Allah akan berlipat-lipat jika dibanding hari biasa.
Aura ibadah tak hanya terasa di masjid. Semangat spiritualitas juga menelusup ke hampir tiap sudut dan tempat. Di gerbong-gerbong kereta rel listrik Jabotabek, misalnya. Biarpun penuh sesak dan hawa panas bukan kepalang, di mana-mana terlihat kepala-kepala yang bergoyang mengikuti alunan zikir dalam hati dan jari-jari yang sibuk memindahkan butir-butir tasbih. Begitu juga mereka yang asyik membaca Al-Quran selama dalam perjalanan, tak peduli duduk atau berdiri. "Ketimbang bengong, mendingan nambah pahala," ujar Hasan Abdullah, mahasiswa di bilangan Depok.
Buat kalangan berduit, selain memenuhi rumah-rumah ibadah, aktivitas yang biasa dilakukan adalah berdiskusi soal agama. Formatnya bermacam-macam. Simak saja penuturan Jati. Ia kerap membentuk kelompok kecil buat mendiskusikan suatu masalah tertentu bersama rekan-rekan sekantornya. Jika ini tidak cukup, seorang ustad pun diundang buat memberi pencerahan. Kalau ini dirasa kurang, Jati dan kawan-kawannya meluncur ke tempat lain dan mengikuti berbagai program Ramadan. Hal inilah yang mengantarnya ke Daarut Tauhid.
Bagi yang duitnya lebih banyak lagi, ada klangenan yang biasanya dilakukan, yakni beribadah umrah. Menurut Ketua Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia, K.H. Ma'ruf Amin, ini disebabkan dalam ajaran Islam orang yang menjalankan umrah selama Ramadan diyakini akan mendapat pahala yang setara dengan menunaikan ibadah haji bersama Rasulullah SAW. "Siapa yang tak mau?" kata Kiai Ma'ruf.
Untuk mengejar pahala berlipat itulah, artis Venna Melinda mengaku memesan tempat sejak empat bulan sebelum Ramadan. Venna beruntung karena ia menghubungi biro penyelenggara umrah milik Cindy Claudia Harahap, koleganya sesama artis. Jadilah dalam kelompok yang digalang Cindy, Venna berangkat umrah awal Ramadan lalu. Ikut dalam rombongan antara lain Cut Mini dan Ayu Soraya serta penyanyi dangdut lainnya yang tergabung dalam Pengajian Arafah. Mereka, menurut Cindy, sudah memesan tempat khusus untuk berangkat saat Ramadan. "Sampai saat ini mereka yang pesan umrah Ramadan lebih banyak ketimbang di waktu lain," kata Cindy.
Banjir pesanan bukan cuma di biro milik Cindy. Saking banyaknya pemesan, menurut Ketua Asosiasi Muslim Penyelenggara Umrah dan Haji (AMPUH), Machfudz Djaelani, secara industri, peserta umrah Ramadan tahun ini 3.000-5.000 jemaah. Angka ini tumbuh 20-30 persen dari tahun sebelumnya.
Selain umrah, di kalangan selebriti ada fenomena lain, terutama kaum hawanya: mereka yang biasanya pamer aurat bisa dengan mudah dijumpai mengenakan kerudung dan menutup rapat bagian tubuhnya yang selama ini ditonjol-tonjolkan. Tak cuma soal pakaian, gaya di panggung juga ikut-ikutan berubah. Simak penuturan si "Ratu Ngebor" Inul Daratista. Kendati selama puasa ini tetap manggung, Inul berjanji tidak bergoyang ngebor selama Ramadan. "Ya, kan, menghormati bulan suci," katanya sambil tersenyum.
Ngomong-ngomong soal penampilan, lihatlah pula apa yang terjadi dengan penyanyi Reza Artamevia. Istri Adjie Massaid ini mengaku menyesuaikan pilihan busananya dengan momen puasa. Selain itu, "Banyak yang minta saya nyanyi lagu Islami," ujarnya. Jadinya, "Saya harus pakai baju tertutup," ia menambahkan. Simak juga penampilan Venna. Selama Ramadan ini, jangan harap Anda bisa melihat instruktur senam ini berbusana ketat. "Minimal, saya menghormati bulan suci dengan berpakaian tertutup," ujarnya.
Soal mengubah penampilan memang tidak mudah, terutama bagi mereka yang bergelut di bisnis hiburan. Soalnya, pada diri mereka melekat pencitraan tertentu. Sedangkan di sisi lain, menurut Venna, "Ada keinginan untuk lebih mendekati Tuhan," dengan memanfaatkan momentum Ramadan. "Soalnya, hari-hari biasanya kita sepertinya lebih mengutamakan masalah dunia ketimbang akhirat," kata Venna, yang mengaku sering kelewat salat subuh di hari-hari biasa.
Momen untuk memperbaiki diri itu pula yang dirasakan oleh Direktur Utama PT Taspen, Achmad Subijanto. Ia sendiri melihat fenomena "pentas kesalehan" selama Ramadan sebagai sesuatu yang wajar. Sebabnya, menurut pengusaha muda yang menjabat Direktur ESQ (Emotional Spiritual Quotation) Center, Ary Ginanjar Agustian, bulan puasa merupakan permulaan dari pembinaan diri. Artinya, aktivitas Ramadan merupakan awal proses perbaikan diri yang meliputi aspek spiritual, intelektual, ataupun kerja nyata.
Ary sendiri melihat masih banyak umat Islam yang terjebak dalam simbol-simbol. Akibatnya, ketika Ramadan datang, yang terlihat adalah perlombaan mempertontonkan simbol-simbol "Islami", seperti ramai-ramai berjilbab, ramai-ramai berumrah, ramai-ramai mengaji. Tapi Ary tak memandang negatif hal itu. Menurut dia, aktivitas itu lebih baik ketimbang tidak ada keinginan sama sekali. "Saya percaya, segala bentuk perlombaan itu ada dampaknya buat proses perjalanan rohani seseorang," kata Ary.
Biarpun berbekas, proses pencarian terputus itu, menurut Ary, akan melahirkan individu-individu yang kembali dengan "penampilan semula". Contohnya, amat sedikit mereka yang kemudian melanggengkan busana muslimnya. "Ini paling terlihat di dunia artis," kata Ary. Venna sendiri mengaku merasa "belum terpanggil". Maka, ia pun tak menolak untuk kembali mengenakan baju-bajunya yang biasa ia pakai sebelum puasa. "Yang penting memperbaiki diri dulu selama Ramadan," tuturnya.
Kiai Ma'ruf melihat gejala seperti itu dari sisi positif. "Saya berharap hal ini tidak sekadar mode atau tren saja, tapi benar-benar ada niat ikhlas untuk mendekatkan diri pada Allah SWT," ujarnya. Ia lantas berpesan agar apa yang dilakukan selama Ramadan itu diteruskan seusainya. "Kalau selesai Ramadan tetap 'gila' atau bahkan lebih 'gila', ya, sayang," ujarnya.
Agus Hidayat, Hambali Batubara (Bandung), Ucok Ritonga, dan Ecep S. Yasa (Tempo News Room)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo