Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PARA hakim Mahkamah Konstitusi kini mesti bersidang maraton. Soalnya, bukan cuma Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang mesti diuji. Sederet undang-undang lain, termasuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang tentang Partai Politik, juga sedang ditelaah oleh para hakim bertoga merah. Perkara ini juga mendesak diselesaikan karena tahun depan pemilu akan digelar. Itu sebabnya Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, berusaha mengejar setoran. "Setidaknya satu perkara sudah harus diputus tahun ini," ujarnya kepada TEMPO.
Pada hari pertama sidang, 4 November lalu, Mahkamah Konstitusi membuka pengujian tiga undang-undang, yakni UU No. 20/2002 tentang Ketenagalistrikan, UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dan UU No. 24/2002 tentang Surat Utang Negara. Pada hari kedua, selain Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, diperiksa juga perkara pengujian UU No. 14/1985 tentang Mahkamah Agung, UU No. 32/2002 tentang Penyiaran, dan UU No. 12/2003 tentang Pemilu. Selanjutnya, pada hari ketiga, ada empat undang-undang yang diuji. Dan pada hari keempat, Mahkamah Konstitusi memeriksa tiga perkara lainnya.
Hampir semua perkara mengalami nasib yang sama: berkas pengajuan uji undang-undang yang disodorkan kurang sempurna karena belum mengacu pada hukum acara Mahkamah Konstitusi. Maklum, perkara ini semula diajukan kepada Mahkamah Agung, yang memiliki kewenangan pengujian sebelum Mahkamah Konstitusi terbentuk. Berikut ini beberapa perkara yang sedang ditangani Mahkamah Konstitusi.
Pengujian UU No. 20/2002 ini diajukan oleh Asosiasi Penasihat Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia dan Serikat Kerja Perusahaan Listrik Negara. Alasannya, undang-undang ini dianggap melanggar UUD 1945. Listrik menyangkut hajat hidup orang banyak, sementara dalam undang-undang tersebut diatur masalah privatisasi listrik.
Yang mempersoalkan UU No. 32/2002 tentang Penyiaran ini antara lain Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia. Mereka menganggap undang-undang ini melanggar Pasal 28 UUD 1945 tentang kebebasan berserikat dan berpendapat. Soalnya, di situ diatur adanya Komisi Penyiaran Indonesia, yang dianggap represif dan mematikan kebebasan pers.
Bernomor 12/2003, Undang-Undang tentang Pemilu digugat oleh Abdullah Hehamahua, seorang politikus. Alasannya? Undang-undang tersebut mengatur electoral threshold, yang menyebabkan partai-partai kecil tidak bisa ikut dalam pemilu lagi. Deliar Noer juga mempersoalkan undang-undang ini karena di situ diatur larangan bagi bekas anggota PKI untuk diajukan menjadi calon anggota legislatif dan dewan perwakilan daerah.
Masykur Abdul Kadir (terpidana kasus bom Bali) mengajukan pengujian terhadap UU No. 16/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ia menilai undang-undang yang berlaku surut ini melanggar UUD 1945, khususnya tentang kebebasan beragama dan berserikat.
Juli Hantoro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo