Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Rambut dan kulit yang cacingan

Cacing bermarkas di akar rambut dan kulit, sehingga mengakibatkan kebotakan serta jerawat. ahlinya datang ke jakarta pekan depan.

14 November 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI bawah akar rambut dan kulit muka kita ternyata cacing bisa hidup. Sehari-hari cacing itu menyantap protein, lemak, dan pelbagai zat yang berguna untuk menyuburkan rambut dan kehalusan kulit. Binatang menggelikan yang cuma terlihat oleh alat mikroskop, dengan pembesaran 10.000 kali, itu berhasil dilacak Profesor Qu Kui Zun. Ahli kulit dari Republik Rakyat Cina (RRC) yang berusia 76 tahun itu akan bersafari keliling Indonesia. Rencananya, 24 November ini ia mendarat di Jakarta. Qu yang sudah menerima sejumlah penghargaan ini menemukan bahwa 97,86% di kulit orang dewasa bersarang cacing, terutama pada kulit muka dan kulit kepala. Selama tiga puluh tahun (1955-1985) ia meneliti rambut yang cacingan pada sekitar 900 ribu partisipan. Qu tertarik meneliti penyakit kulit sejak 1945. Ide dasar penelitiannya adalah untuk menjawab kenapa kondisi kulit seseorang cenderung tidak sama. Padahal mereka ada yang sesaudara, hidup seatap, mengonsumsi makanan yang sama, serta terpengaruh faktor lingkungan yang sama pula. Singkatnya, Qu yang berwajah muda itu mencari jawaban dari kerusakan kesehatan kulit, selain selama ini sudah diketahui disebabkan oleh hormon, polusi, jamur, dan bakteri. Direktur Riset Dermatologi dari Institut Profesor Qu Kui Zun di Qingdao ini menyebutkan cacing temuannya itu dengan demodex, jenis yang bersifat parasit dan berkembang biak pada kantong akar rambut. Bagian kepala binatang ini bentuknya seperti mahkota. Ada dua jenis cacing yang ditemukan Qu, yaitu demodex folliculorum dan demodex brevis. Yang pertama, bentuknya lebih besar dan panjang, hidupnya di folikel rambut. Dan yang kedua, badannya pendek serta hidup di kelenjar minyak. Demodex folliculorum menyusup di akar rambut dan mengisap gizi di dalamnya, sehingga menimbulkan kerusakan parah pada akar rambut. Akibatnya terjadi pembesaran di pori-pori dan infeksi, yang akhirnya membuat rambut rontok serta menimbulkan peradangan di jaringan sekitarnya. Cacing ini biasanya banyak terdapat di bagian kulit (muka) yang merah atau pada kulit kepala yang rambutnya rontok. Sedangkan demodex brevis mengisap gizi yang ada di kelenjar minyak, sehingga terinfeksi dan menimbulkan peradangan. Karena cepat berkembang biak, cacing ini dapat pula dengan singkat merusak folikel rambut. Kedua cacing tersebut dapat menular melalui kontak badan, terutama pada orang dewasa. Anak-anak dan remaja juga sulit menghindarinya, apalagi bagi yang kulit dan rambutnya berminyak. Bayi sampai berusia enam hari sebenarnya bisa terbebas dari sergapan demodex. Tetapi karena persentuhan dengan ibunya dan keluarganya yang lain tak terhindari, bayi itu ikut tertular. Dahi, hidung, pipi, dagu, serta kulit kepala merupakan sasaran empuk bersarangnya cacing tadi. Namun yang paling enak untuk dijadikan markasnya adalah di bagian sensitif kulit muka ketimbang kulit kepala. Ini dapat dilihat terutama pada mereka yang, misalnya, berjerawat ketimbang yang kepalanya diserang kebotakan. Jadi, selain cerkas berpindah tempat, demodex yang hemaprodit (berkelamin ganda) itu sangat cepat pula bereproduksi. Mulai telur hingga menjadi cacing dewasa membutuhkan 196 jam atau sekitar 8 hari. Jumlah demodex yang dinyatakan aman, menurut Qu, yaitu tiap satu milimeter persegi kulit terdapat 12 ekor. Untuk meneliti jumlah itu ia menggunakan peralatan yang diberi nama sebum quantifying instrument. Untuk mencegah cacing itu hidup di kepala dan kulit muka, sebaiknya tidak menggunakan bedak yang berlebihan. "Bedak justru yang memberi makan cacing itu," kata Qu. Dari temuannya itu Qu kemudian membuat ramuan untuk menghadang suburnya demodex. Bahannya dari tetumbuhan langka di Cina, lalu diramunya secara modern. Ramuan yang dinamainya demodicin itu mengandung zat yang berguna untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan kulit. Lebih dari 40 jenis bahan makanan dan komponen aktif yang dipakainya, antara lain asam amino, multi vitamin, serta beberapa enzim. Hasil temuan Qu itu di kalangan dokter ahli penyakit kulit, terutama di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), dianggap baru. "Yang seperti itu baru kami ketahui," kata Dokter A. Kosasih, Kepala Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK-UI/RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Selama ini yang baru diketahuinya adalah cacing jenis migrans parasite. Cacing ini biasanya merayap di bawah permukaan kulit, yang bisa menyebabkan peradangan dan gatal-gatal. "Cacing tersebut memang berbeda dengan temuan Profesor Qu itu," katanya. Gatot Triyanto dan Bina Bektiati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus