Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gangguan saraf tepi atau neuropati menyerang penderita pada rentang usia semakin muda, seiring memburuknya gaya hidup masyarakat modern. Dalam sebuah diskusi, Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi, Manfaluthy Hakim, meminta peserta duduk bersila selama beberapa menit. Setelah selesai, hampir seluruhnya mengeluhkan rasa kesemutan hingga kebas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bayangkan apa yang akan terjadi jika hal tersebut dilakukan sepanjang waktu," ujar Manfaluthy dalam diskusi yang diadakan PT Merck, pekan lalu. "Tanpa disadari, rasa kesemutan dan kebas tersebut merupakan gejala neuropati atau gangguan saraf tepi."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Manfaluthy menuturkan, neuropati dapat menyerang saraf sensorik atau indra, motorik atau gerak, otonom atau saraf yang bekerja tanpa dikendalikan, dan campuran. Gejala yang paling awal, kata Manfaluthy, biasanya menyerang saraf sensorik, seperti rasa kesemutan dan kebas. Biasanya, keluhan tersebut bersifat sementara atau temporer.
Jika keadaan tak membaik dan terjadi terus-menerus, gejala selanjutnya adalah rasa nyeri seperti terbakar, dan mulai terasa kaku karena tidak ada koordinasi saraf tersebut. Lebih parah lagi, kata Manfaluthy, kulit akan menjadi kering mengkilap, bersisik, dan putih.
"Setelah itu, mati rasa," kata Manfaluthy. "Kalau sudah sampai pada taraf itu, sistem saraf sudah hilang sehingga sudah tidak ada hantaran lagi dari rangsang sensorik. Gejala itu sudah masuk kerusakan saraf."
Di dunia modern, Manfaluthy menuturkan, semua orang kini justru berisiko menderita neuropati. Bahkan satu dari dua orang yang berusia 26 hingga 30 tahun berisiko mengalami neuropati karena gaya hidup yang tidak sehat.
Beberapa jenis kegiatan yang sangat rentan menimbulkan gangguan saraf di antaranya adalah kebiasaan bermain gawai, mengendarai sepeda motor atau mobil, duduk lama di posisi yang sama, gerakan berulang-ulang (neuropati jeratan), mengetik di depan komputer dalam waktu sangat lama, bermain game, dan menggunakan alas kaki berhak tinggi.
Manfaluthy menuturkan, prevalensi penderita neuropati di Indonesia sudah mencapai 50 persen. Penderitanya paling banyak dijumpai pada masyarakat di kota-kota besar, seperti Jakarta, Medan, Palembang, Bandung, Surabaya, dan Makassar. "Angka penderita neuropati paling tinggi ada di Jakarta, karena gaya hidup tidak sehat, pola makan buruk, serta aktivitas yang sangat tinggi," kata Manfaluthy.
Satu dari empat orang mulai merasakan kesemutan dan kebas pada umur 26-30 tahun. Ini menunjukkan rentang penderita neuropati semakin muda-lima tahun lalu, penderita gangguan ini di atas 35 tahun. Bahkan sudah ada yang berusia 21-25 tahun merasakan gejala gangguan saraf tepi itu. Lebih dari 50 persen, kata Manfaluthy, masyarakat melakukan aktivitas dan gaya hidup berisiko.
Pada dasarnya, saraf merupakan bagian tubuh yang mampu beregenerasi agar fungsinya tetap optimal. Namun proses regenerasi itu sulit dan lambat, yaitu satu milimeter per hari dalam keadaan tubuh normal.
Sebelum menderita gejala neuropati, perlu dilakukan pencegahan dan pengobatan dini untuk mencegah kerusakan saraf. Serabut saraf bisa melakukan regenerasi jika neuropati didiagnosis lebih awal. Konsumsi vitamin B kompleks, kata Manfaluthy, dapat mengurangi risiko neuropati.
Sebuah penelitian nenoin (non-intervensi dengan vitamin neurotopik) yang dilakukan para neurolog dan PT Merck menunjukkan konsumsi vitamin B kompleks dapat mengurangi gejala neuropati hingga 62,9 persen dalam tiga bulan periode konsumsi. Penelitian ini sudah dipublikasikan dalam Asian Journal of Medical Sciences 2018.
Medical Manager PT Merck, Yoska Yasahardja, menuturkan penelitian ini melibatkan 411 pasien dengan gejala neuropati ringan hingga sedang di delapan kota besar. Penelitian tersebut melihat efek pemberian kombinasi vitamin neurotopik, yaitu B1, B6, dan B12, yang berkelanjutan kepada pasien neuropati.
"Dalam durasi 14 hari, perbaikannya 24 persen. Setelah tiga bulan, menjadi 62,9 persen, terdapat profil toleransi yang baik selama studi berlangsung," kata Yoska. LARISSA HUDA
Aktivitas dan Risiko Neuropati
Lebih dari 50 persen masyarakat melakukan aktivitas dan gaya hidup sehari-hari yang berisiko menimbulkan gangguan neuropati:
1. Texting di gawai 61,5 persen
2. Berkendara 58,5 persen
3. Duduk lama di posisi yang sama 53,7 persen
4. Gerakan berulang 54,4 persen
5. Mengetik di komputer 52,8 persen
6. Main game 20,9 persen
7. Memakai alas kaki hak tinggi 8,9 persen
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo