Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Resep "Dokter" Lontar

Para sarjana sastra di Bali menterjemahkan lontar usadha (pengobatan). Lontar tersebut berisi resep untuk berbagai macam penyakit, hasilnya akan disampaikan ke fak. kedokteran Udayana.

19 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DINAS Kesehatan Provinsi Bali rupanya sadar, masalah kesehatan masyarakat setempat tidak bisa hanya bersandar pada sistem kesehatan modern. Potensi masyarakat sendiri dalam bidang kesehatan harus dimanfaatkan. Karena sudah bukan menjadi rahasia lagi, masyarakat Bali sendiri mempunyai sistem pengobatan sendiri yang berakar pada peninggalan tertulis, berupa ribuan lontar Usadha (artinya pengobatan) yang tersebar di seluruh Pulau Bali. Lontar itu berisi resep untuk berbagai macam penyakit. Untuk memetik manfaat dari lontar-lontar itu, di Bali kini sedang giat-giatnya dilakukan usaha penerjemahan lontar yang terdapat di Perpustakaan Lontar Fakultas Sastra Universitas Udayana, Museum Bali dan di Gedung Kertiya Singaraja. Jumahnya sekitar 80 buah. Biaya untuk penerjemahan itu datang dari dana yang disediakan pemerintah daerah, sumbangan Asian Foundation dan perusahaan minyak Caltex. "Dengan biaya yang tersedia diharapkan sebanyak 25 buah lontar Usadha bisa kami terjemahkan," kata Wayan Jendra, dekan Fakulus Sastra Universitas Udayana. Menerjemahkan lontar yang sudah terkumpul di berbagai tempat itu dianggap lebih praktis. Karena untuk mencari lontar yang berada di tengah masyarakat memerlukan waktu dan tersandung pada masalah tradisi. Karena masyarakat Bali menganggap lontar Usadha sebagai benda yang dikeramatkan. Tak sembarangan orang boleh membacanya, sekalipun dia mengerti bahasa Bali. Orang yang boleh membacanya hanya mereka yang sudah "bersih". Artinya sudah melalui upacara pewintenan (sebuah upacara dalam agama Hindu). Lagi pula ada hari-hari larangan untuk membacanya. Lontar-lontar yang sedang diterjemahkan para dosen Universitas Udayana sekarang ini warnanya kuning kegelapan. Sebagian, pada sisi pinggirannya sudah rapuh dimakan rayap. Sekalipun begitu tulisannya dalam aksara Bali masih utuh dan dapat dibaca. Tetapi bahasa yang dipergunakannya campuran Bali asli dan Jawa Kuno. Bentuk lontar itu banyak macamnya. Ada yang terdiri dari 100 halaman. Ada pula yang hanya delapan halaman. PanJang lontar 54 cm, lebar 3 cm. Tinggi huruf yang dipergunakan rata-rata setengah sentimeter. Tiap lembar lontar ditulisi secara bolak-balik, sedangkan tiap halaman berisi delapan baris kalimat. Resep obat-obatan yang tertera dalam lontar itu sebagian besar terdiri dari tumbuh-tumbuhan. Cara penggunaannya tergantung dari hasil diagnosa penyakit, yang dalam lontar Usadha itu disebutkan tetengger. Ramu-ramuan itu ada yang harus dikunyah dulu sebelum disemburkan lewat mulut. Ada juga yang harus diminum ataupun dioleskan. Terkadang usaha penerjemahan menemui kesulitan, karena lontar itu juga menggunakan simbol-simbol seperti syair. "Untuk ini penerjemah harus mencari makna sampirannya," cerita N. Medra, ketua jurusan Jawa Kuno pada Fakultas Sastra Universitas Udayana yang ikut dalam tim penerjemahan. Kalau sudah selesai diterjemahkan, lontar Usadha dalam bahasa Indonesia itu akan disumbangkan kepada Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. "Pengetahuan tentang pengobatan tradisional ini perlu sepanjang kebenarannya bisa diyakini dan hasilnya terbukti," kata dr. I.B. Citarsa, dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Menurut Citarsa, kalau mahasiswa sudah bisa mempelajari sistem pengobatan lontar itu, maka mereka akan lebih mudah memahami sikap masyarakat begitu mereka terjun ke pedesaan. Sebab masyarakat pedesaan di Bali masih "terikat" pada sistem pengobatan tradisional. "Mereka jangan menganggap pengobatan tradisional itu sebagai musuh, tetapi hendaknya dipakai sebagai patner, " begitu petuah I.B. Citarsa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus