Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Sedapnya, Aroma 10 Sate di Festival Nasi Goreng dan Sate Yogya

10 sate dari berbagai daerah ini berbeda bumbu, meski kebanyakan berupa bumbu kacang. Berbeda pula asalnya, rasanya sama-sama sedap.

11 Oktober 2018 | 12.12 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Sleman - Sebanyak 10 macam sate dari aneka bahan dan asal dikenalkan kepada publik melalui ajang Parade Sate Indonesia dalam rangkaian acara Indonesia Culinary Conference & Creative Festival “Nasi Goreng dan Sate” di Gedung Grha Sabha Pramana Yogyakarta, Rabu, 10 Oktober 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di atas nampan, sate-sate itu dibawa 10 muda-mudi ke muka panggung dipandu oleh pakar kuliner Nusantara, Sisca Soewitomo. Sate-sate yang dimaksud meliputi sate ayam Ponorogo, sate Ambal, sate klatak, sate Karang, sate bebek, sate ikan tuna, sate lilit ikan, sate Padang, dan sate maranggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sate kambing muda Klatak di Jalan Imogiri Timur, Bantul. Yang dikasih bumbu cuma garam dan merica, tusuk sate tidak terbuat dari bambu atau lidi. Tetapi menggunakan jeruji sepeda onthel. Tempo/Muh Syaifullah.

Umumnya hampir semua sate terbuat dari olahan daging yang dibakar, disajikan dengan cara ditusuk, dan diberi bumbu kacang. Setiap penyajinya memberikan penjelasan tentang sate olahannya berikut ditampilkan cara mengolah sate tersebut lewat layar.

Seperti sate Karang yang namanya diambil dari lokasi penjualan, yaitu di Lapangan Karang, Kotagede, Yogyakarta. Sate diolah dari daging sapi yang diberi bumbu kacang.“Disajikan dengan lontong sayur,” kata si penjual, Tri Wahyono. 

Harga per porsi Rp 33 ribu, menurut Sisca, terlalu murah apabila dibandingkan kantong orang Jakarta. “Kalau di Jakarta dengan harga segitu sudah habis (satenya) sebelum jam delapan,” ujarnya.

Untuk sate klatak diambil dari bunyi klatak klatak yang terdengar ketika sate dibakar di atas arang yang menyala. Berbahan daging kambing yang diambil pada bagian daerah punggungnya sehingga dagingnya lunak. Bukan bagian kaki kambing yang ototnya keras karena kaki bagian tubuh yang banyak bergerak. Sate kaltak disajikan dua tusuk per porsinya. 

“Terasa gurih di ujung tusukan. Dan baunya tidak prengus. Tekstur dagingnya bagus,” kata Peneliti Pusat Penelitian Pangan dan Gizi (PSPG) UGM Profesor Murdijati Garjito memberikan komentar usai mencicipi sate klatak.

Baca Juga: 

Sementara untuk sate Padang, Murdijati Garjito menyebutkan  lebih banyak bumbunya ketimbang sate klatak. Sementara Sisca menicicipi sate Ambal yang terbuat dari daging ayam, tetapi tidak berbumbu kacang. Melainkan dari olahan tempe, cabai, dan sejumlah rempah. “Makan hanya nasi berbumbu sate ambal tanpa satenya sudah enak,” kata Sisca.

Secara garis besar, sate bisa dikelompokkan berdasarkan jenis bahannya. Ada sate ayam, seperti sate lalat dan sate Ponorogo. Ada sate daging sapi, seperti sate Karang, sate maranggi, dan sate Padang. Ada sate daging kambing, meliputi sate buntel dan sate klatak. Juga sate kerbau dari Kudus dan sate lilit dari Bali. Dan dalam parade itu juga dikenalkan sate ikan tuna yang berbahan ikan tuna segar dengan harga Rp 10 ribu per porsinya.

PITO AGUSTIN RUDIANA

Pito Agustin Rudiana

Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus