Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Sel Sakti untuk Impotensi

Sel punca untuk terapi disfungsi ereksi sedang diteliti. Pasiennya dari pengusaha sampai pejabat negara.

1 Desember 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sel Sakti untuk Impotensi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Empat tahun belakangan, dokter Sunaryo Hardjowijoto punya kesibukan baru. Selain menangani berbagai masalah saluran kencing dan reproduksi pria dengan cara konvensional, dokter spesialis urologi ini menawari pasiennya menjajal metode baru: terapi sel punca. “Kami menawarkannya untuk mengatasi masalah disfungsi ereksi,” katanya, Kamis tiga pekan lalu.

Sunaryo dan para sejawatnya di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo-Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, sedang meneliti kegunaan sel punca (stem cell) untuk mengobati impotensi. Ada belasan orang yang sudah menjajal terapi ini. Menurut dia, kebanyakan pasiennya berasal dari kalangan berduit, seperti pengusaha, pejabat pemerintah pusat, dan direktur perusahaan pelat merah. “Kalangan VVIP,” ujarnya.

Menurut Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Universitas Airlangga, Purwati, sebagian pasien mengatakan pengobatan ini membawa hasil menggembirakan. “Ada kemajuan setelah kami tangani. Angka keberhasilannya 50-70 persen,” tutur Purwati.

Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (RSCM-FKUI), Jakarta, ceritanya berbeda. Para dokter belum meneliti secara khusus sel punca untuk mengobati impotensi, tapi justru perbaikan ereksi ini yang pertama kali mereka dapatkan saat mempelajari pemberian sel punca untuk kelumpuhan akibat cedera saraf tulang belakang. “Awalnya tujuan kami melihat pengaruh pada kaki. Tapi justru sejak suntikan pertama para pasien ini bisa ereksi,” kata dokter spesialis ortopedi RSCM-FKUI, Ahmad Jabir Rahyussalim.

Ahmad Jabir Rahyussalim

Mereka memfokuskan studi untuk melihat efek sel punca pada pasien yang menderita kelumpuhan dan tak bisa diobati- dengan cara lain. Kelumpuhan akibat cedera saraf tulang belakang tidak hanya menyebabkan penderitanya tak bisa berjalan, tapi juga membuat pasien tak dapat mengontrol buang air besar dan buang air kecil serta menderita impotensi. Dari 13 orang yang menjajal terapi ini, masalah disfungsi ereksi pada 10 orang hilang. Tiga sisanya adalah perempuan.  

Salah satu yang mencoba adalah Denny Irwansyah, 40 tahun. Delapan tahun silam, motor trail yang dia kendarai masuk ke jurang. Sejak tragedi itu, jangankan berjalan atau berereksi, merasakan buang air kecil dan besar saja ia tak mampu. “Keluar begitu saja, ngompol,” katanya.

Sampai akhirnya pada 2016 ia ditawari mengikuti terapi sel punca. Hingga sekarang, Denny sudah dua kali mendapatkan paket terapi ini. “Sekarang saya bisa ereksi. Belum bisa jalan, tapi kaki kanan sudah bisa diperintah, buang air besar dan kecil juga sudah seperti orang normal,” ujar warga Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, tersebut.

Sel punca atau sel induk adalah sel berkemampuan istimewa. Ia bisa meregenerasi diri sendiri, juga mengubah diri menjadi sel lain, tergantung lingkungannya. Misalnya, jika masuk ke jantung yang sakit, sel-sel itu akan berubah menjadi sel jantung dan memperbaiki kerusakan yang ada di sana. Begitu pun ketika berada di penis yang tak bisa menegang, sel punca akan mengganti sel yang tak berfungsi.

Di Indonesia, sel punca bisa diambil dari tubuh pasien sendiri atau dari donor, termasuk keluarga. Bagian tubuh yang berpotensi diambil sel puncanya antara lain sumsum tulang belakang, lemak perut, potongan ari-ari bayi yang baru lahir, bahkan urine. Bagian tubuh yang diambil itu kemudian diproses di laboratorium untuk diambil sel puncanya. Sel induk tersebut dibiakkan berhari-hari sampai jumlahnya mencukupi untuk dimasukkan kembali ke tubuh.

Menurut Sunaryo Hardjowijoto, faedah terapi impotensi dengan sel punca bertahan lebih lama ketimbang konsumsi obat. Manfaat obat hanya akan terasa kalau zat yang terkandung di dalamnya masih ada di tubuh sesuai dengan takarannya. Jika ingin ber-ereksi lagi, pasien mesti menenggak obat kembali. Sedangkan khasiat sel punca bisa bertahan berbulan-bulan dalam sekali injeksi. “Makin muda penderita, kemungkinan sembuh dengan sel punca makin besar,” katanya.

Sunaryo Hardjowijoto

Ereksi merupakan respons otak ketika terdapat rangsangan seksual, misalnya dari melihat, mendengar, atau menyentuh. Rangsangan ini akan membuat otak melepaskan berbagai senyawa kimia yang berfungsi merangsang sistem saraf yang kemudian meningkatkan aliran darah ke penis. Proses itu melibatkan sistem pembuluh darah, jantung, hormon, sampai organ penis itu sendiri.

Proses ini tidak akan berhasil kalau ada bagian yang bermasalah. Misalnya darah tak bisa mengalir ke penis karena ada sumbatan di pembuluh darah, yang biasanya dialami penderita diabetes melitus. Atau ada saraf yang rusak sehingga tak bekerja meski ada rangsangan, misalnya setelah operasi prostat.

Akibatnya, penderita tak bisa mencapai atau mempertahankan ereksi dengan baik saat berhubungan seksual, seperti mengalami ejakulasi dini atau penis tak bisa berdiri sama sekali. Disebut disfungsi ereksi bila masalah ini bertahan minimal tiga bulan.

Setelah pasien disuntik sel punca, para dokter yang meneliti akan mengikuti perkembangan mereka. Bagi Sunaryo dan kawan-kawan, pemantauan dilakukan selama tiga bulan. Sel punca membutuhkan waktu tiga bulan untuk beradaptasi, mengubah diri, dan mencoba tumbuh di dalam tubuh.

Selama proses itu, pasien dianjurkan menghindari rokok dan alkohol agar sel punca yang telah ditanam berkembang dengan baik. Kalau setelah penyuntikan ada perbaikan, dokter akan menginjeksikan sel punca lagi. “Jika masalah impotensinya parah, suntikan diulang per tiga bulan. Tapi, kalau kondisinya tidak akut, cukup sekali suntik saja,” ucap Purwati.

Meski sejauh ini hasil terapi menuju arah positif, sel punca tak boleh digunakan sembarangan. Dokter spesialis andrologi Wimpie Pangkaliha mengingatkan, banyak negara yang sudah melaporkan efek samping terapi sel punca, dari peradangan, tumor, gagal ginjal, hingga kematian. “Terapi sel punca bukan berarti segalanya untuk menyembuhkan penyakit,” ujar Wimpie, yang juga meneliti sel punca.

Baik Wimpie maupun Ahmad Rahyussalim menegaskan bahwa terapi sel punca masih sebatas penelitian. Yang menangani pun mesti dokter yang ahli di bidangnya. “Harus sesuai dengan keahliannya,” kata Rahyussalim.

KUKUH S. WIBOWO (SURABAYA), NUR ALFIYAH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus