Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Sensasi Kuliner Kepala Manyung, Menyesap Daging di Sela Tulang

Hampir 2 kilogram berat seporsi kepala manyung asap bertabur potongan cabai merah yang mendarat di meja, Benar-benar kuliner yang dahsyat.

22 Juli 2018 | 06.09 WIB

Sajian ikan manyung di rumah makan Bu Fat, Semarang. Tempo/Francisca Chrity Rosana
Perbesar
Sajian ikan manyung di rumah makan Bu Fat, Semarang. Tempo/Francisca Chrity Rosana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Hampir 2 kilogram berat seporsi kepala manyung asap bertabur potongan cabai merah yang mendarat di meja tamu warung Bu Fat, Jalan Sukun Raya Nomor 36, Banyumanik, Semarang, siang itu, Kamis, 19 Juli 2018. Permukaan piring tempat menampung si manyung ini banjir kuah santan masak mangut. Benar-benar kuliner yang dahsyat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Inilah penampakan menu utama di warung legendaris Bu Fat yang menjajakan mangut kepala manyung. Warungnya sudah meramaiakn jagat kuliner kota Semarang sejak 1969. Kepopulerannya bukan hanya lantaran rasa, tapi juga sensasinya saat menyantap sajian itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Tempo mengunjungi warung Bu Fat bersama tim Mal Ciputra pada Kamis, 19 Juli. Siang itu, sejumlah tamu yang baru pertama kali datang ke warung Bu Fat tampak kebingungan caranya memakan kepala manyung. Sebab, ukurannya benar-benar besar. Saking besarnya, idealnya seporsi kepala disajikan untuk tiga-empat orang. Sedangkan hampir semua bagiannya adalah tulang.

“Makannya pakai tangan. Seni dan sensasinya di situ,” kata Winda Rismayani, generasi ketiga penerus warung Bu Fat saat ditemui di rumah makannya.

Kepala manyung itu harus dibelah dengan tangan untuk memisahkan bagian-bagian tulangnya. Sedangkan untuk mendapatkan dagingnya, pengunjung harus menyesap tuang-tulangnya yang berongga. Di situlah daging ikan itu berada, bak harta karun.

Daging manyung itu lembut dan gurih. Saat dikunyah, ada sensasi juicy. Adapun tulangnya tak terlalu keras sehingga gampang dipisahkan bagian demi bagiannya. Terdapat beberapa bagian tulang muda yang masih bisa dimakan.

Aroma kepala manyung ini wangi pengasapan. Ikan yang digunakan ialah ikan asap yang sudah dimasak sebelumnya. Ikan asap itu berasal dari Juwono, Cirebon, dan Banyuwangi. “Lalu transit di Demak dan diantar ke sini. Pas sampai sini sudah berbentuk ikan asap,” tutur Winda.Suasana warung makan kepala manyung Bu Fat yang ramai pengunjung saat makan siang, Kamis, 19 Juli 2018, di Semarang. Tempo/francisca Christy Rosana

Ikan asap yang dipakai ialah bagian kepalanya. Sedangkan bagian badannya dijual terpisah. Kepala ikan itu aromanya sangat wangi. Makin dihirup atau dicium, makin membikin perut keroncongan.

Sedangkan kuahnya gurih karena dimasak mangut menggunakan rempah-rempah dan santan. “Resep bumbunya sederhana, ada bawang putih, bawang merah, cabai setan, cabai merah, cabai hijau, daun salam, laos, bumbu dapur, dan kemiri,” ucap Winda.

Meski sederhana, racikannya yang turun-temurun membikin rasa sajian itu kaya. Komposisi rasanya pun pas. Sekali dimakan atau disesap, lidah akan terasa ketagihan.

Sensasi lain ialah, makin lama dinikmati, lidah akan serasa ‘disiksa’ dengan pedas cabai rawitnya. “Kami menggunakan 5-10 kilogram cabai hanya untuk memasak kepala manyung,” tutur Winda.

Sudah pasti keringat mengucur saat menyantap mangut kepala manyung. Kendati panas dan pedas, nikmatnya belum berakhir sampai tulang manyung benar-benar porak-poranda tidak berbentuk di piring anda. Juga meskipun kuah-nya benar-benar habis tandas. 

Dalam sehari, lebih dari 100 kepala ikan ludes dipesan. Itu baru di cabangnya. Belum lagi di warung Bu Fat lainnya di Jalan Ariloka, Krobokan, Semarang.

Kepopuleran warung Bu Fat sudah jadi legenda. Winda mengenang, kisah kesohornya warung Bu Fat melalui proses yang panjang. Dulu, warung pusatnya di Ariloka hanya berdiri di lapak sederhana. “Seperti rumah makan biasa, warungan,” katanya.

Rumah makan itu menghadap ke Kampung Jodipati. Hingga dari mulut ke mulut, masakan Bu Fat terkenal pas: bumbunya, komposisinya, serta aromanya. Bu Fat adalah peracik resepnya.

Bu Fat meninggal pada 1999 dan warung-warungnya diurusi oleh anak keempatnya, Bekti, dan cucunya, Winda. Kini warung itu telah dikenal dan selalu membikin rindu bagi para pecinta kuliner pedas.

Bila melancong ke Semarang, Anda bisa mengunjungi warungnya di Jalan Ariloka atau Banyumanik. Ada pula di Bandara Ahmad Yani. Seporsi kepala manyung dibanderol mulai Rp 75 ribu. Ada pula yang dihargai Rp 100 ribu, Rp 125 ribu, dan Rp 160 ribu. Ini tergantung ukurannya.

Warung Bu Fat buka pukul 08.00 sampai 19.00. Bila berada di Jakarta, Anda bisa mengunjungu warung Bu Fat yang akan meramaikan festival kuliner Kampung Legenda yang digelar Mal Ciputra pada 8 sampai 18 Agustus nanti.

Francisca Christy Rosana

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, ia bergabung dengan Tempo pada 2015. Kini meliput isu politik untuk desk Nasional dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco. Ia meliput kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke beberapa negara, termasuk Indonesia, pada 2024 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus