Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Seolah Hamil, Lalu Langsing

Asupan hormon kehamilan dipadu diet kalori super-rendah terbukti mampu menurunkan berat badan dengan cepat. Langsing instan dengan cara ini, yang dipraktekkan di Indonesia sejak Maret lalu, semakin banyak peminatnya. Badan pengawas obat di Amerika Serikat telah memberikan peringatan tentang bahaya metode ini bagi kesehatan.

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDRI heran melihat teman satu kosnya yang makin langsing. Baju temannya itu, Yulia, yang dulu ketat menempel pada tubuh dan penuh tonjolan di bagian perut, kini terlihat longgar. Usut punya usut, ternyata sudah sekitar 20 hari, pada Maret lalu, Yulia mengikuti program diet memakai hormon kehamilan. ”Aku turun delapan kilo,” kata Yulia.

Tiga kali sehari Yulia meneteskan hormon dari pipet ke bawah lidahnya sebelum makan. Sebotol hormon tetes yang dirahasiakan harganya itu dibelinya setelah urunan bersama beberapa kawan. Tak diproduksi di Indonesia, hormon itu harus mereka pesan ke Amerika Serikat via Internet.

Diet memakai hormon human chorionic gonadotropin alias hCG di Amerika Serikat memang meroket popularitasnya berkat pemasaran gencar lewat Facebook dan Twitter. Puncaknya terjadi akhir tahun lalu, saat bintang-bintang reality show Jersey Shore kelihatan makin singset setiap hari setelah mengikuti program diet hormon kehamilan.

”Diet hCG membuat saya langsing,” kata Jenni Farley, bintang tayangan yang ditonton jutaan orang di seantero dunia itu. Apalagi, belakangan, diva pop Britney Spears dirumorkan kembali langsing setelah melahirkan berkat metode diet yang sama.

Hormon hCG diproduksi oleh sel-sel trofoblas pada janin. Trofoblas adalah sel yang nantinya menjadi plasenta. Karena itulah hCG dipakai untuk mengecek kehamilan. ”Jadi yang dibaca oleh test pack kehamilan sebenarnya hCG ini,” kata Andon Hestiantoro, dokter spesialis obstetri dan ginekologi.

Pada 1950-an, hormon kehamilan itu mulai diekstraksi dari air seni perempuan hamil dan dipakai buat mengatasi masalah obesitas. Dokter A.T.W. Simeons-lah yang menemukannya.

Kala itu, dokter kelahiran Inggris ini tengah merawat anak-anak lelaki di India yang mengalami obesitas yang diduga ikut menghambat pertumbuhan organ genital. Simeons menyuntikkan hormon hCG dan meminta pasiennya hanya makan maksimal 500 kilokalori per hari. Jumlah kalori ini kira-kira setara dengan makan dua piring nasi goreng tanpa camilan atau minuman manis sehari penuh.

Simeons mendapati berat badan anak-anak itu turun dengan cepat. Meski tak banyak makan, mereka juga tidak lemas ataupun lapar. Malah lemak di bagian perut, pinggul, paha, dan tangan bagian atas ikut luruh. Namun banyak dokter enggan meniru Simeons karena metodenya belum terbukti secara uji klinis. Tapi keengganan mulai lenyap setelah perusahaan farmasi mengenalkan pemakaian tanpa jarum suntik. Hormon kehamilan cukup diteteskan ke bawah lidah.

Pristine Companies, yang menjajakan hormon tetes itu, mengklaim produknya bisa memangkas berat badan hingga satu kilogram per hari. Mereka menawarkan paket perlengkapan diet yang harganya tak sampai Rp 3 juta. Dijanjikan, dalam 26 hari bobot badan turun sekitar delapan kilogram.

Tak semua pakar kesehatan dan gizi setuju dengan metode ini. Karena hal itu jadi polemik, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) turun tangan. Setelah serangkaian tes, kepala bidang keselamatan konsumen lembaga itu, Elizabeth Miller, mengumumkan, ”Tak ada bukti kuat produk tersebut efektif buat menurunkan berat badan.” FDA melarang perusahaan farmasi mencantumkan hCG berkhasiat menurunkan berat badan pada kemasan dan brosur produk.

Andon Hestiantoro membenarkan kesimpulan badan pengawas obat Abang Sam itu. Ginekolog yang juga pakar endokrinologi reproduksi ini merujuk pada penelitian hCG Research Center. Lembaga riset itu mengumpulkan 70 orang perempuan dan membaginya menjadi dua kelompok. Dalam uji klinis itu, porsi makan anggota setiap grup dibatasi hanya 500 kilokalori per hari. Bedanya, satu kelompok diberi hormon hCG.

Setelah lima pekan, ternyata penurunan berat badan di dua kelompok tersebut sama. Kesimpulannya, penurunan berat badan lebih karena pembatasan makan, bukan dari keampuhan hormon.

Namun, dalam kajian yang dibuat setelah FDA menyemprit produsen hCG tersebut, ditemukan ada pengurangan lemak di daerah perut dan paha pada kelompok yang menerima hormon kehamilan. Menurut Andon, pengurangan lemak itu semestinya membuat berat badan mereka lebih rendah daripada grup yang tidak menerima tetes hormon.

Karena itu, Andon berpendapat obat tetes tersebut membuat cairan tertimbun di dalam tubuh sehingga bobot badan tidak berkurang. Menurut dia, kadar cairan di dalam tubuh yang kelewat tinggi bisa menimbulkan pembengkakan pada kaki dan perut bagian bawah.

Perusahaan farmasi menyebut hilangnya lemak tersebut karena hormon hCG memang mencomot cadangan lemak dan mengubahnya jadi nutrisi buat embrio bayi. Karena itu, janin tidak kekurangan makanan meski ibu kurang makan karena mual dan sering muntah.

Namun Ando menilai klaim tersebut belum berdasarkan uji klinis yang bisa menjelaskan secara akurat hubungan hormon kehamilan dengan lemak tubuh. Lagi pula, dalam berbagai penelitian, ditemukan yang digerus hormon ini adalah subkutis, yakni lemak yang ada di bawah kulit. ”Lemak ini bisa berpindah-pindah. Karena itu, bisa jadi lemaknya tidak hilang, tapi cuma pindah lokasi,” ujarnya.

Andon juga tak menyarankan hormon hCG ini diberikan kepada orang dengan riwayat stroke, masalah pembekuan darah, dan gangguan tiroid. Cara kerja hormon ini, kata Andon, bisa memicu pembekuan darah dan stroke serta memicu kerja kelenjar tiroid.

Ahli gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Savitri Sayogo, lebih khawatir dengan pembatasan makanan hanya 500 kilokalori dalam sehari. ”Itu terlalu sedikit buat beraktivitas sehari penuh,” ujarnya. Idealnya, setiap orang mengkonsumsi makanan 25-30 kilokalori per kilogram berat badannya. Jumlah ini cukup memberikan energi tanpa membuat gemuk.

Turunnya berat badan dengan cepat itu, menurut Savitri, tidak mengherankan karena jumlah kalori itu bahkan jauh lebih sedikit daripada asupan saat orang berpuasa pada bulan Ramadan. Diet seberat itu biasanya hanya diberikan kepada mereka yang mengalami obesitas berat. ”Itu pun harus diawasi betul oleh dokter,” kata Savitri. ”Sebaiknya cari cara yang aman sajalah.”

Jika 500 kilokalori terlalu sedikit, lantas kenapa pemakai hormon kehamilan tak merasa lapar atau gelisah? Andon menjelaskan, hormon hCG mirip endorfin. ”Hormon ini membuat orang bersemangat, senang, dan merasa tak terlalu bernafsu makan.”

Namun Andon tidak sepenuhnya menilai pemanfaatan hormon kehamilan ini buruk. Dengan temuan hilangnya lemak pada tubuh berkat asupan hormon tersebut, kata Andon, pemanfaatan hCG ke depan lumayan menjanjikan sebagai alternatif mengatasi obesitas. ”Tapi memang masih perlu ada banyak uji klinis agar bisa dipastikan keamanannya.”

Oktamandjaya Wiguna


Dari Ikan hingga Binaragawan

CERITA itu datang dari Sukabumi, Jawa Barat. Peternak ikan bergerilya dari satu puskesmas ke puskesmas lain demi mengumpulkan air seni ibu hamil. Konon, jumlah ikan cepat berlipat ganda jika empangnya dituangi air seni itu.

Menurut dokter di klinik fertilitas Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Andon Hestiantoro, khasiat itu boleh jadi benar. Sebab, urine perempuan hamil memang mengandung hCG, yang bisa memicu pengeluaran sel telur pada perempuan dan mendongkrak produksi testosteron pada lelaki. Hormon kehamilan, begitu julukan buat hCG, memang dipakai buat terapi kesuburan. Andon menjelaskan, komposisi hormon tersebut dimanfaatkan buat mendorong terjadinya ovulasi.

Sejatinya, luteinizing hormone-lah yang mendorong keluarnya sel telur dari ovarium tersebut. ”Tapi mendapatkan LH itu susah sekali,” kata Andon. ”Karena itu, dipakai hCG yang memang mirip.”

Selain itu, hCG dalam dosis rendah disuntikkan kepada pasien yang tengah hamil buat mencegah keguguran. Hormon ini, kata Andon, berperan mengirim informasi kepada indung telur agar terus mengeluarkan hormon progesteron.

Tanpa hCG, produksi progesteron akan menurun setelah ovulasi. Jika selama dua pekan tak ada kenaikan progesteron, terjadilah menstruasi karena tubuh menangkap sinyal bahwa tak ada kehamilan—sehingga dinding rahim luruh.

Kekurangan progesteron membuat tubuh menangkap sinyal yang salah—mengira tak ada kehamilan. Luruhnya dinding rahim bisa berbahaya bagi embrio yang menempel pada dinding rahim.

Hormon ini tidak cuma buat kehamilan. Atlet juga memanfaatkannya untuk meningkatkan testosteron. Menurut Andon, yang banyak memanfaatkannya adalah binaragawan. ”Ini jadi semacam steroid, jadi bisa cepat menyingkirkan lemak dan membentuk otot,” ujarnya.

OW

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus