PADA tahun 1968, di Bandung lahir "Corps Muballigh Bandung"
(CMB), dengan anggota rata-rata berumur di bawah 40 tahun.
Organisasi ini dikenal dan digemari oleh generasi muda, karena
gaya hidupnya yang sedikit "urakan". Pendirinya adalah Haji
Yosep CD (40 tahun), tinggi besar pintar silat dan berambut
gondrong. "Jadi muballigh harus serba bisa, di samping memiliki
ilmu-ilmu agama juga mutlak menguasai ilmu-ilmu sosial," katanya
kepada TEMPO.
"Kok ada juga muballigh-muballigh yang urakan," komentar Rendra,
itu tokoh Bengkel Teater yang pernah singgah ke kantor CMB di
Cikapundung. Yosep mengakui anggotanya sedikit urakan, karena
rata-rata muda usia. Tetapi itu justru memberikan peluang mereka
diterima baik di sekolah-sekolah dan di kampus universitas.
Karena meskipun gondrong, ia tetap menjaga disiplin serta mudah
menyesuaikan diri dengan sekelilingnya.
Yosep menuntut anggotanya tidak hanya pintar berda'wah, tapi
juga memperdalam musik dan olahraga. Jangan sampai misalnya
pendengar yang doyan musik Beethoven, muballigh tidak bisa
bicara karena pengetahuannya di bidang itu nol. "Kalau begitu
pasti akan tersingkir dari pendengarnya," kata Yosep. Untuk
keperluan ini maka ia sering melakukan diskusi dengan
anggota-anggota. "Tidak hanya masalah-masalah agama saja lebih
banyak lagi soal-soal kemasyarakatan," katanya. Di samping itu
juga diselenggarakan kursus Bahasa Arab dan Inggeris.
Non Politik Penuh
Tak heran kalau kemudian CMB tidak hanya diterima sebagai
organisasi da'wah secara tabligh. Juga sering dimintai nasehat
untuk soal-soal keluarga. Jadi semacam biro konsultasi. "Kami
sering diterima sebagai anggota keluarga yang dipercayai untuk
turut menyelesaikan masalah yang sebenarnya merupakan masalah
intern mereka," kata Yosep. Misalnya soal perselisihan atau
remaja yang nakal. "Alhamdulilah kami berhasil," kata haji
gondrong itu.
Anggota CMB sekitar 50-an. Sengaja dibatasi untuk mempertahankan
kwalitas. Di samping itu sifat independen juga dipertahankan.
"Sampai sekarang CMB merupakan organisasi muballigh yang
sepenuhnya non politik. Anggota-anggota kami, baik yang datang
dan kampus, pesantren atau masyarakat biasa adalah orang-orang
yang ingin mendekati Islam tanpa melalui embel-embel parpol atau
golongan politik lainnya," kata Yosep dengan tegas.
Anggota CMB hampir semuanya bergantung kepada pekerjaannya
sebagai muballigh. Kehidupan ekonomi mereka tidak begitu
menggembirakan. "Sebagai pimpinan, sering sekali saya berhadapan
dengan muballigh yang walau pun tidak mengemukakan persoalan
dirinya, tapi dari raut mukanya tampak masalah yang bisa
ditebak: tidak punya beras," kata Yosep menceritakan kehidupan
rekan-rekannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini