SEJENIS tumbuhan semak yang banyak menjalar di kebun-kebun sekitar Purworejo, Jawa Tengah, ternyata juga banyak ditemukan di Malaysia. Jika dibiarkan, ia giat berekspansi. Sebaliknya, kalaupun dibasmi, tanaman ini tetap membandel, bahkan mengganggu tanaman lainnya. Tak heran bila warga setempat menjulukinya "tanaman PKI". Dalam bahasa taksonominya si bandel itu dikenal sebagai eputorium odoratum. Tanaman liar inilah yang pada 25 Juli lalu membawa Sabirin Matsjeh, 39 tahun, meraih gelar doktor di Universiti Sains Malaysia Penang. Dalam disertasinya ia mampu membuktikan bahwa tumbuhan semak itu ternyata mempunyai khasiat analgesik. Berjudul "Hasil-hasil Semulajadi dari Beberapa Ubat Tradisional Melayu", lewat disertasi itu Sabirin menerangkan bahwa eputorium odoratum mengandung zat yang mampu meredakan rasa sakit tanpa melalui pembiusan. Dalam disertasi setebal 242 halaman, alumnus Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada ini juga mampu membuktikan bahwa semak itu, berkhasiat membuat orang tidur pulas. Masyarakat Melayu telah lama mengenal eputorium odoratum sebagai bahan baku obat tradisional. Di Tanah Semenanjung, tanaman menjalar itu lebih dikenal dengan sebutan "daun kapal terbang" dan, biasanya, digunakan sebagai: obat demam, menghentikan pendarahan, juga untuk menyembuhkan anak sehabis dikhitan. "Saya melihat sendiri bagaimana seseorang terluka ketika menebang pohon, lalu diobati dengan daun ini," cerita Sabirin Matsjeh. Bahkan tumbuhan yang tingginya tak lebih dan satu setengah meter itu sering digunakan oleh masyarakat Vietnam sebagai obat penawar terhadap bisa ular. Sedangkan air rebusan akar, batang, dan daunnya berkhasiat sebagai obat batuk dan penurun panas. Beranjak dari kepercayaan masyarakat Malaysia -- terutama di kalangan Melayu Sabirin, staf pengajar pada FMIPA-UGM Jurusan Kimia Organik ini mencoba menyingkap rahasia tanaman yang mudah didapat itu. Melalui uji secara fitokimia, ternyata pada daun kapal terbang ditemukan dua senyawa, yakni: flavanon isosakuranetin (FI) dan flavon kaempferida (FK). Ekstraknya setelah diteliti ternyata mempunyai keaktifan analgesik pada dosis 200 mg/kg berat badan, untuk ekstrak diklorometana dan 400 mg/kg berat badan untuk ekstrak metanol. Penelitian Sabirin, yang dilakukan pada induk tikus, terlihat ekstrak daun kapal terbang ini, pada dosis 100-200 mg/kg berat badan, ternyata juga mampu memperpanjang masa tidur hingga 20-30% lebih lama. Diakui oleh Prof. Samhoedi Reksohadiprojo, staf senior Fakultas Farmasi UGM bahwa senyawa FI dan FK secara farmakologis mengandung zat antipendarahan dan analgesik, karena memacu enzim penggumpalan darah. "Senyawanya mirip aspirin atau parasetamol, mampu menaikkan ambang rasa sakit," kata guru besar farmasi ini. Di samping itu, juga dapat secara langsung mempengaruhi saraf, sehingga mereka yang meminumnya akan tertidur pulas. Sekalipun begitu, Prof. Iwan Darmansyah masih meragukan keandalan hasil penelitian Sabirin, jika diterapkan kepada manusia. Pada pendapatnya, dosis hasil penelitian itu terlampau tinggi. "Jika setiap manusia rata-rata punya berat badan 50 kg, maka diperlukan dosis 4-10 gram. Ini akan mengganggu bagian tubuh lain," ujarnya. " Nah, dalam penelitian ini juga belum teruji bagaimana efeknya secara psikologis. Sebab, tikus 'kan tak dapat ditanya," ujarnya sambil menggaruk-garuk kepala. Diakui oleh Sabirin bahwa hasil kesimpulannya itu memang belum diuji secara farmakologis. Karena itu pula belum dapat diketahui bagaimana persisnya pengaruh reaksi senyawa ini terhadap tubuh manusia. "Masih akan saya teliti lebih lanjut, terutama dengan teman dari FK," ujarnya. Diharapkan kelak, jerih payah Sabirin dapat mengungkap rahasia khasiat tanaman yang kurang dihiraukan itu. "Jika kita dapat menggali khasiat tumbuh-tumbuhan, bahan baku obat tak perlu diimpor lagi," kata Sabirin yakin. Gatot Triyanto (Jakarta) dan Rustam F.M. (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini